[breaktime-corner] berita militer..

  • From: "Saikhu Rochman" <saikhu.rochman@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: <tea-corner@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Sat, 4 Feb 2012 09:36:09 +0800

Inggris dan Jerman Galau India Pilih Rafale 
<http://beritahankam.blogspot.com/2012/02/inggris-dan-jerman-galau-india-pilih.html>
  

 
<http://4.bp.blogspot.com/-VRzxVKx3-SQ/Typa7t91McI/AAAAAAAAYhA/C1zI6tzFG8Y/s1600/SR_DSF6870.jpg>
 

Jalur perakitan akhir Rafale di fasilitas Dassault Aviation di 
Bordeaux-Mérignac, Perancis. (Foto: ©Dassault Aviation/S. Randé )

2 Februari 2012, London: Kemenangan jet tempur Rafale buatan Dassault Aviation, 
Perancis dalam tender Medium Multi-Role Combat Aircraft (MMRCA), pembelian 126 
jet tempur senilai 16,4 milyar dolar oleh pemerintah India. Menimbulkan 
kegalauan di Jerman dan Inggris, jet tempur Eurofighter Typhoon buatan 
konsorsium Inggris, Jerman dan Spanyol kalah dalam tender alutsista terbesar di 
dunia saat ini.

Pemerintah Jerman melalui Steffen Seibert juru bicara pemerintah, menyesalkan 
keputusan India memilih Rafale dibandingkan Eurofighter, Rabu (1/2). 

"Pemerintah Jerman menyesalkan sebuah penawaran dari konsorsium Eurofighter 
telah diserahkan, hingga sekarang, tidak diterima," ujar Seibert.

Perdana Menteri Inggris David Cameron pada parlemen mengatakan akan berusaha 
keras agar India beralih memilih Typhoon, menurutnya pesawat tempurnya bagus. 
Eurofighter jauh lebih baik kemampuannya dibandingkan Rafale dan Cameron akan 
berusaha membujuk India melihat dari sisi ini.

Kekalahan ini berakibat hilangnya sejumlah lapangan pekerjaan di Inggris, 
Jerman dan Spanyol.

Angkatan Udara India telah menghitung Rafale lebih murah dibandingkan 
Eurofighter dalam harga jual, pembuatan dan biaya perawatan dalam empat dekade 
usia pakai pesawat.

Konsorsium Eropa masih berharap pilihan India berubah dan memilih Eurofighter. 
India dan Perancis belum melakukan penandatangan kontrak. Valerie Pecresse juru 
bicara pemerintah Perancis mengatakan pembicaraan antara Perancis dan India 
terkait pembelian 126 jet tempur Rafale akan selesai dalam enam hingga sembilan 
bulan.

Pembelian Rafale menghidupkan kembali produksi jet tempur Rafale, setelah gagal 
dalam beberapa tender di luar Perancis. Angkatan Udara dan Laut Perancis telah 
memotong pembelian pesawat Rafale dari 336 unit menjadi 180 unit. Muamar 
Gaddafi mengumumkan akan membeli Rafale sebelum ditumbangkan dari kekuasaanya. 
Mantan Presiden Brasil Luiz Inacio de Silva tertarik mengakuisisi 36 unit 
Rafale tetapi penggantinya Presiden Dilma Rousseff memilih jet tempur lain.

Dassult diminta menyerahkan 18 unit Rafale yang dibuat di Perancis dalam tiga 
hingga empat tahun. Kemudian, sisa pesawat akan dibangun di Hindustan 
Aeronautics Ltd (HAL), Bangalore.

Rafale akan memperkuat enam skuadron AU India, setiap skuadron diperkuat 21 
pesawat. Rafale dapat mendarat di kapal induk yang dioperasikan AL India, ini 
kelebihannya dibanding Eurofighter. Rafale hanya memerlukan landasan sepanjang 
1300-1400 kaki, cocok dioperasikan di pangkalan dekat perbatasan. Dua mesin 
Snecma M88 membuat Rafale terbang pada kecepatan supersonik tanpa menggunakan 
afterburner. Radar Thales Active Electronically Scanned Array (AESA) akan 
dipasang di Rafale dan India mensyaratkan alih teknologi AESA dalam kontrak 
pembelian.

Angkatan Udara India telah menyeleksi enam jet tempur, Boeing F/A-18 Super 
Hornet, Lockheed Martin F-16IN Super Viper, Mikoyan MiG-35, Saab Gripen NG, 
Eurofighter Typhoon dan Dassult Rafale.

Pemerintah India selalu membeli alutsista dari luar negeri dalam jumlah besar 
dan disertai syarat alih teknologi. Naif rasanya, suatu negara membeli 
alutsista secara retail dari luar negeri mempersyaratkan alih teknologi dan 
bebas embargo.

India juga memesan alutsista dalam negeri dalam jumlah besar. HAL mengumumkan 
telah memperoleh pesanan 159 helikopter Dhruv untuk Angkatan Darat India. HAL 
juga akan memproduksi ratusan jet tempur Tejas untuk AL dan AU India.

Lebih Canggih, RI Pilih Pesawat Intai Israel 
<http://defense-studies.blogspot.com/2012/02/lebih-canggih-ri-pilih-pesawat-intai.html>
  

02 Februari 2012

 



UAV buatan Israel telah dipakai di banyak negara, teknologi autonomous UAV 
secara penuh dan predikat "battle proven" untuk UAV berjenis MALE dan HALE baru 
dikuasai oleh Amerika dan Israel (photo : Canada DoD)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Simpang siur pembelian pesawat intai UAV buatan 
Israel Aerospace Industries (IAI) oleh TNI AU bukan sekadar isu. Kepala Pusat 
Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Brigjen Hartind Asrin, 
mengatakan pembelian pesawat tanpa awak itu dimasukkan dalam daftar belanja TNI 
AU periode 2010-2014. Dijelaskannya, pembelian pesawat buatan Israel lebih 
didasarkan pada persoalan teknis.

Setelah dilakukan diskusi dan kajian matang, papar Hartind, TNI AU menjatuhkan 
putusan untuk membeli pesawat intai Israel. Pihaknya juga mengharap pembelian 
yang ditujukan untuk meningkatkan alat utama sistem persenjataan (alutista) ini 
tidak dikait-kaitkan dengan isu macam-macam. Seperti, Israel digolongkan 
sebagai negara pelanggar hak asasi manusia (HAM) maupun isu lain yang tidak ada 
hubungannya dengan penambahan kekuatan matra udara.

"Pesawat ini kualitasnya bagus, paling canggih. Karena industri pertahanan 
mereka paling maju," kata Hartind, Kamis (2/2). Pembelian pesawat ini 
menggunakan mekanisme pembiayaan kredit ekspor.

Meski begitu, pihaknya tidak tahu kapan pesawat intai UAV tersebut datang ke 
Indonesia. "Kami berharap pada 2012 ini paling sedikit tiga pesawat UAV datang. 
Tapi, tidak tahu lagi setelah DPR ramai begini." ujar Hartin.

 

TNI AU Berencana Beli 16 Pesawat Tanpa Awak Israel

02 Februari 2012

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mabes TNI AU mengakui berencana membentuk satu 
skuadron pesawat tanpa awak alias unmanned aero vehicle (UAE). Kepala Dinas 
Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama Azman Yunus, menyatakan kebutuhan TNI AU 
yang mendesak di antaranya adalah pemenuhan pesawat tanpa awak.

Azwan mengaku, pesawat intai diperlukan untuk membantu operasionalisasi TNI AU 
dalam merekam data potensi ancaman wilayah perbatasan dari udara. "Kami ingin 
membentuk satu skuadron atau 16 unit pesawat tanpa awak," kata Azwan kepada 
Republika, Kamis (2/2).

Menurut Azwan, TNI AU dalam kapasitas sebagai operator atau pengguna pesawat. 
Adapun pemilihan pesawat dan dari mana negara tempat pembelian pesawat menjadi 
kewenangan penuh Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

Karena itu, pihaknya tidak mengetahui alasan mengapa akhirnya pilihannya jatuh 
kepada pesawat buatan Israel. "Kami hanya menyodorkan pesawat intai yang bisa 
terbang selama 10 sampai 13 jam. Yang memilih spesifikasi itu Kemenhan," 
terangnya.

PTDI Bisnis Simulator Pesawat 
<http://defense-studies.blogspot.com/2012/02/ptdi-bisnis-simulator-pesawat.html>
  

02 Februari 2012



Simulator helikopter Bell-412 (photo : Kaskus Militer)

JAKARTA - PT Dirgantara Indonesia (DI) mulai melakukan ekspansi bisnisnya 
dengan membuat simulator pesawat. Pengembangan tersebut tidak jauh bisnis utama 
perusahaan yaitu membuat pesawat dan komponen pesawat. Direktur Aircraft 
Service PT DI Rudi Wuraskito mengatakan, sudah ada beberapa unit simulator yang 
berhasil dibuat. Misalnya untuk pesawat jenis CN 235 dan Helikopter Super Puma. 
Tidak hanya itu, perusahaan yang dahulunya bernama Industri Pesawat Terbang 
Nasional (IPTN) tersebut juga membuat simulator untuk kapal laut. "Ada 3-4 
simulator yang sudah kita buat," ungkap Rudi.

Untuk 1 unit simulator CN 235, lanjut Rudi, dijual seharga USD 12 juta. 
Sementara simulator Super Puma harga jualnya tidak diketahui. Sebab, PT DI 
hanya salah satu pemasok komponen. Bukan kontraktor utama. Tapi, untuk 1 
unitnya perusahaan yang berpusat di Bandung tersebut mendapatkan USD 3 juta. 
"Itu sebagian saja. Kita subkontraktor. Kontraktor utama di Kementerian 
Pertahanan," katanya.

Menurut Rudi, PT DI baru mau fokus menekuni bisnis simulator tersebut. Dulunya, 
perseroan tidak bisa melakukan ekspansi usaha karena diminta fokus membuat 
pesawat saja."Awal kita membuat simulator karena ada yang minta. Malaysia yang 
memiliki 8 pesawat CN 235 meminta dibuatkan simulatornya. Super Puma karena TNI 
Angkatan Udara butuh. Cuma kita sifatnya membantu. Ada main kontraktor," kata 
Rudi.

Ditegaskan Rudi, saat ini pihaknya belum bisa langsung bersaing dengan produsen 
simulator lainnya. Terutama dari sisi branding. Harus dibangun kepercayaan 
dengan konsumen terlebih dahulu. "Kita lakukan kerja sama dengan yang sudah 
branded. Sehingga lebih murah harganya," ucap Rudi. 

Untuk membuat simulator, tambah Rudi, hal utama yang diperlukan adalah data 
base pesawat. Data perilaku pesawat pasti dimiliki pabrik. Hanya, untuk 
mendapatkan data base tersebut tidak mudah. Harganya pun sangat mahal, mencapai 
20 persen dari total harga simulator. "Kalau harga simulator USD 10 juta, maka 
data basenya USD 2 juta. Kalau bikin sendiri pakai teknologi kita bisa saving 
30-40 persen. Ada penghematan yang cukup banyak," katanya.

Dikatakan Rudi, dalam 4-5 tahun mendatang diharapkan PT DI sudah mampu bersaing 
dengan produsen simulator lainnya. Saat ini, perusahaan sedang merintis dari 
yang keculu. Jika langsung memulai dengan besar banyak yang tidak percaya. 
"Simulator banyak ke aplikasinya. Sejauh ini kita lihat produk karena pesawat 
terbangnya apa," ujarnya. (cdl)

Pemda Dilarang Terima Bantuan Militer dari AS 

 
<http://3.bp.blogspot.com/-_bgh8BWMfhA/TyoUas-QgiI/AAAAAAAAYgo/mESLhRH15Ng/s1600/01+pemeliharaan+kri.jpg>
 

Korvet kelas Sigma di dermaga Ujung Surabaya. (Foto: Koarmatim)

2 Pebruari 2012, Jakarta: Pemerintah Provisin (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) 
diminta tidak mengambil keputusan sendiri soal bantuan berupa dukungan militer 
untuk menjaga perbatasan laut dari Amerika Serikat (AS). Setiap bantuan dari 
luar negeri dalam bentuk apapun harus melalui pemerintah pusat.

Hal ini dikatakan Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar 
Moenek, Kamis (2/2). "Penerimaan bantuan luar negeri tidak termasuk wewenang 
pemda (pemerintah daerah). Ada baiknya Gubernur Sulawesi Utara konsultasi 
dengan pemerintah pusat dan DPR," kata Reydonnizar.

Dia mengingatkan, sebelum menerima bantuan penjagaan militer perbatasan dengan 
Filipina tersebut, harus ada kesepakatan yang melibatkan Kementerian Keuangan, 
Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, 
Kementerian Pertahanan.

Karena itu, pihaknya meminta agar Pemprov Sulut tidak gegabah menerima bantuan, 
apalagi Kemendagri belum menerima laporan tersebut secara resmi. Meski begitu, 
pihaknya menyatakan, pengelolaan wilayah perbatasan bukan menjadi ranah 
Kemendagri. "Kami hanya mengelola potensi wilayah perbatasan. Soal pertahanan 
bukan ranah kami," ujar Reydonnyzar.

AS menawarkan bantuan ke Indonesia untuk memperkuat keamanan di kawasan Laut 
Sulut, salah satunya yang berbatasan dengan Filipina. Wakil Gubernur Sulawesi 
Utara (Sulut) Djouhari Kansil, Selasa (24/1), menggelar pertemuan dengan Deputy 
Political Counselor Kedutaan Besar AS di Indonesia Daniel Rochman dan Kapten 
Adriaan J Jansen dari Angkatan Laut AS.

"Pertemuan ini mendiskusikan bentuk-bentuk dukungan Amerika Serikat dalam 
rangka memperkuat pengamanan perbatasan di Sulawesi Utara yang memiliki daerah 
berbatasan dengan negara tetangga seperti Filipina," ungkap Juru Bicara Pemprov 
Sulut, Christian Sumampow.

Bantuan Militer AS untuk Keamanan Maritim Indonesia

Dari tahun anggaran 2006 hingga 2008, pemerintah Amerika Serikat (AS) telah 
memberikan bantuan dana sebesar 57 juta dolar AS atau sekitar Rp 510 miliar 
lebih melalui the National Defense Authorization Act Section 1206. Bantuan itu 
untuk mendukung Indonesia dalam membuat sebuah sistem pengawasan maritim 
terpadu atau IMSS.

Sistem pengawasan tersebut ditempatkan di beberapa lokasi strategis, seperti 
Selat Malaka, Laut Sulawesi, dan Selat Maluku.

Pengoperasian IMSS secara penuh akan meningkatkan kemampuan Indonesia untuk 
mendeteksi, melacak, serta memantau kapal-kapal yang melewati perairan 
Indonesia dan internasional.

"Kemampuan seperti ini sangat penting untuk memerangi pembajakan, penangkapan 
ikan secara ilegal, penyelundupan, dan terorisme baik di dalam perairan wilayah 
Indonesia maupun di perbatasan," kata laman Kedutaan Besar AS untuk Indonesia 
seperti dikutip Republika, Rabu (1/2).

IMSS juga membantu untuk mencapai tujuan AS dan Indonesia di bidang maritim, 
seperti yang telah dicanangkan dalam Kemitraan Komprehensif, serta 
menjadikannya sebuah contoh untuk kerjasama multilateral dengan Malaysia dan 
Filipina.

IMSS adalah jaringan terintegrasi antara kapal dengan pantai berbasiskan 
sensor, perangkat komunikasi, dan komputasi dengan mengumpulkan, mengirimkan, 
menganalisis dan menampilkan larik yang luas mengenai data kelautan. Dalam 
sistem ini, juga termasuk sistem identifikasi otomatis (AIS), radar permukaan, 
kamera pengintai, sistem pemosisi global (GPS), monitor peralatan, dan 
transmisi radio lalu lintas maritim di daerah operasional yang luas.

"Kemampuan melakukan sensor berulang-ulang dan banyakanya jalur komunikasi yang 
tersedia membuat IMSS menjadi sebuah sistem yang kuat dan handal."

IMSS secara resmi diserahkan kepada Pemerintah Indonesia setelah dilakukan uji 
coba di Surabaya tanggal 25 Oktober 2011. IMSS dioperasikan oleh Angkatan Laut 
Indonesia, yang terdiri dari 18 Stasiun Pengawasan Pesisir (CSS), 11 Kapal 
berbasis radar, dua Pusat Komando Daerah, dan dua Pusat Komando Armada (Jakarta 
dan Surabaya).

Pemerintah AS tetap berkomitmen untuk meningkatkan kewaspadaan di wilayah 
perairan ini, dan telah mengalokasikan dana tambahan sebesar 4,6 juta dolar AS 
untuk pemeliharaan hingga 2014.

JPEG image

JPEG image

JPEG image

JPEG image

Other related posts: