Pengusaha Jatim Bisa Bangkrut Karena Kapal Perang AS Sandar di Dermaga Niaga <http://4.bp.blogspot.com/-m0OmwV65ZnA/T7HqvuSa6UI/AAAAAAAAaCM/_STdVh5H7 UU/s1600/antarafoto.jpg> USS. Blue Ridge (LCC 19) bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (11/5). Kapal Pusat Komunikasi dan Komando Armada ke-7 Angkatan Laut Amerika yang mengkoordinir wilayah seluas 52 juta meter persegi di kawasan pacifik itu melakukan kunjungan ke Indonesia selama beberapa hari. (Foto: ANTARA/Zabur Karuru/Spt/12) 15 Mei 2012, Surabaya: Hubungan Indonesia- Amerika Serikat terganjal kerikil. Rencana kedatangan tiga unit kapal perang milik Armada ke-7 Amerika Serikat di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, akhir Mei nanti,menuai protes. Asosiasi Pengusaha di Pelabuhan Tanjung Perak menilai kedatangan kapal perang negeri Paman Sam selama 10 hari (28 Mei-8 Juni) akan mengganggu kelancaran arus bongkar muat. Asosiasi pengusaha yang mengajukan protes di antaranya, Indonesia National Shipowner Asociation (INSA) Surabaya, Asosiasi Logistik dan Forweder Indonesia Jawa Timur (Jatim), Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jatim, Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI), dan Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jatim. Asosiasi pengusaha ini memperkirakan, sandarnya kapal perang itu akan memicu kerugian logistik sebesar USD4,5 juta dan berdampak pada biaya ekonomi tinggi. Para asosiasi juga sepakat mengajukan surat keberatan ke pihak terkait. Di antaranya,Panglima TNI, Menteri Pertahanan, Menteri Koordinator Perekonomian, Kepala Staf Angkatan Laut, Panglima Armada Timur, Gubernur Jatim, DPR RI dan DPRD Jatim. Ketua Umum GPEI Jatim Isdarmawan Asrikan mengatakan, rata-rata kapal sandar di Jamrud Utara berkapasitas 20.000 ton. Jika biaya logistik per kapal sekiar USD12.000 hingga USD15.000 per hari, maka untuk tiga kapal mencapai USD45.000 per hari.Bila ditotal selama 10 hari maka biayanya menjadi USD450.000. Saat ini antrean Pelabuhan Tanjung Perak mencapai 10 hingga 15 kapal. "Jika antrean berlangsung 10 hari, maka kerugian sekitar USD4,5 juta. Lagipula, dermaga Jamrud itu zona bisnis, bukan untuk kepentingan militer, apalagi untuk militer asing,"katanya. Ketua Umum DPC INSA Surabaya, Steven H Lasawengen mengaku keberatan jika kapal perang AS bersandar di Surabaya.Sebab,jumlah dermaga Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya cukup terbatas. Kondisinya juga kurang memadai lantaran usianya sudah mencapai 100 tahun. "Kapal AS malah mau sandar selama 10 hari. Ini tentu akan merugikan kami,"tandasnya. Menanggapi protes asosiasi pengusaha di Pelabuhan Tanjung Perak,Kepala Otoritas Pelabuhan III, I Nyoman Gde Saputra mengatakan, tiga unit kapal perang AS bersandar di Tanjung Perak karena pemerintah belum punya dermaga yang khusus. "Nah, agar tidak mengganggu proses bongkar kapal di pelabuhan, nanti kami akan terapkan sistem tidak menetap atau tidak permanen. Jadi sewaktu-waktu kapal bisa dipindah," ujarnya. Dikonfirmasi terpisah,Lantamal V Surabaya siap menerima keluhan sejumlah asosiasi pengusaha di Pelabuhan Tanjung Perak. Kabagpen Lantamal V Mayor Laut (KH) Agus Setiawan mengatakan, kegiatan kapal perang Amerika Serikat di Surabaya sejatinya adalah gawe TNI AL. "Kami ini hanya ketamuan saja. Jadi sudah seyogyanya memberi bantuan pengamanan, akomodasi dan acara penyambutan. Nah, kalau ada yang keberatan berkaitan dengan sandarnya kapal, mestinya ke pihak otoritas pelabuhan. Sebab itu urusan mereka, "tandasnya. Wakil Atase Pers Kedutaan Besar Amerika Serikat, Philip W Roskamp dihubungi melalui sambungan telepon selular tadi malam, belum bisa memberi keterangan terkait rencana kunjungan tiga kapal perang ke Tanjung Perak, Surabaya. "Saya masih di dalam taksi. Nanti saya carikan informasinya ke kantor," kata pria yang biasanya mengurusi wartawan Jakarta ini. Komisi I Setujui Hibah Meriam untuk Timor Leste <http://beritahankam.blogspot.com/2012/05/komisi-i-setujui-hibah-meriam- untuk.html> <http://3.bp.blogspot.com/-CpWBIURvr9M/T7LfcU4ZZqI/AAAAAAAAaC8/GRT5UVdJA Xg/s1600/Cannon+Salute.JPG> 16 Mei 2012, Senayan - Komisi I DPR RI menyetujui hibah 6 Meriam Salute Gun untuk Pemerintah Republik Demokratik Timor Leste. Persetujuan hibah ini tercapai dalam rapat kerja Komisi I dengan pemerintah di Ruang Komisi I, Selasa (15/5). Dalam raker yang dihadiri Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan wakilnya, Panglima TNI, dan pejabat Kementerian Luar Negeri itu, Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan, terkait rencana hibah 6 Meriam Salute Gun ke Timur Leste, semua fraksi setuju. "Dengan demikian, atas suara bulat, semua fraksi tidak ada yang keberatan atas hibah meriam ini ke Timor Leste, Komisi selanjutnya akan menyampaikan ke Pimpinan Dewan," ujar Mahfudz Siddiq. Sementara itu, Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, Presiden SBY pada 19-20 Mei mendatang akan memenuhi undangan dari Pemerintah Timor Leste untuk menghadiri peringatan 10 tahun kemerdekaan negara tersebut dan pelantikan Presiden baru. "Sehingga hibah Meriam Salute Gun itu di antaranya akan dipergunakan Pemerintah Timor Leste untuk menyambut tamu negara untuk acara tersebut," ujarnya. Sebelumnya, pada Maret lalu, DPR juga telah menyetujui hibah aset negara berupa Meriam Salute Gun milik Kementerian Pertahanan kepada Papua New Guinea. Membaca Pergerakan Militer di LCS Kondisi di Laut Cina Selatan (LCS) setahun belakangan ini menjadi catatan stabilo merah bagi hampir semua negara ASEAN. Hal itu disebabkan oleh makin benderangnya kehadiran kapal-kapal angkatan laut Cina baik yang memakai kamuflase kapal niaga atau kapal nelayan maupun jelas-jelas postur kapal perang. Sangat diyakini jua bahwa beberapa kapal selam Cina dan AS melakukan patroli bawah laut dan melakukan operasi intelijen di perairan strategis dan kaya itu. Cina sudah lebih dari duapuluh tahun lalu mengumumkan peta lidah naga, bahwa kawasan LCS merupakan wilayah teritorinya sejak jaman sebelum masehi. Namun selama waktu itu tidak ada gesekan militer karena wajah Cina masih imut-imut alias malu-malu kucing alias tahu diri karena kemampuan militernya belum setaraf ofensif. Kekuatan militer Cina yang mulai tumbuh taring dan semburan naganya beberapa tahun terakhir ini merupakan cikal bakal terjadinya ketidaknyamanan memandang peta LCS dengan banyaknya pergerakan militer berbagai negara. Itu sebabnya mengapa AS tidak membolehkan situasi ini menjadi tanpa payung sehingga diperlukan pergeseran kekuatan militer ke kawasan Asia Tenggara. Memang jika dikumpulkan seluruh kekuatan militer ASEAN belum mampu mengimbangi kekuatan milter Cina yang tahun 2020 nanti menjelma menjadi sosok naga yang siap menghamburkan api dan panas konflik, setidak-tidaknya untuk menakut-nakuti. Padahal diantara 10 negara ASEAN ada juga yang pro Cina seperti Myanmar, Laos dan Kamboja yang juga tak punya konflik teritori di LCS. Kawasan LCS yang menjadi pusat pergerakan militer Sejatinya kepentingan AS terhadap LCS bukanlah sekedar membendung laju militer Cina yang mengancam hegemoninya. Tetapi karena keinginan yang kuat untuk menjaga potensi sumber daya fosil yang terkandung didalam LCS tetap dalam kontrol dan kondisi status quo. Situasi ini dalam jangka panjang merupakan peluang bagi AS untuk bisa mengeksplorasi dan mengekspolitasi sesuai pengaruh kekuatan politiknya, setidaknya oleh perusahaan minyaknya. Tidak dapat dibantah masa depan sumber daya energi fosil akan menjadi pusat perebutan kekuasaan negara-negara besar. Indonesia sebagai pemilik teritori terbesar di kawasan Asia Tenggara dan berkepentingan di LCS tentu tidak ingin kawasan LCS menjadi pusat konflik. Indonesia bersahabat baik dengan AS juga dengan Cina. Posisi ini mestinya dipandang menjadi sebuah keunggulan posisi jika RI mampu menjalankan diplomasi optimal untuk meyakinkan kedua seteru AS dan Cina untuk bersepaham tidak menggunakan kacamata militer dalam menyelesaikan klaim teritori LCS. AS tak punya klaim teritori di LCS, hanya saja ada negara-negara ASEAN yang butuh pertolongan negara adidaya itu misalnya Filipina. Dan inilah pintu masuk menjaga status quo itu. Kemampuan diplomasi RI di era Ali Alatas sebagai Menlu, yang mampu mendamaikan pertikaian perang saudara di Kamboja, awalnya dianggap sebuah kerja sia-sia oleh banyak pengamat dan negara Barat. Namun dengan beberapa tahapan informal meeting, situasi keras yang ditampilkan kedua seteru di Kamboja bisa mencair dan bahkan berdamai abadi sebagaimana yang dapat kita saksikan sekarang. Ini adalah sebuah prestasi yang membanggakan dan diakui dunia manakala RI berhasil menjalankan misi diplomatik mendamaikan pertikaian di Kamboja. Begitu hormatnya Kamboja kepada RI salah satunya dengan mengirimkan pasukan khususnya untuk dilatih dan dididik oleh Kopassus. Padahal mestinya dia berkiblat ke Cina untuk urusan militernya. Mencermati dinamika LCS, yang terjadi sekarang adalah saling berebut pengaruh untuk membawa RI masuk ke dalam blok AC ( Amerika atau Cina). Misalnya tiba-tiba saja ada rencana latihan militer bersama angkatan laut segitiga RI-AS-Australia di pantai barat Sumatera tahun depan. Sementara Singapura langsung oke saja ketika 4 kapal perang AS ditempatkan disana secara permanen. Filipina berteriak lantang minta bantuan militer kepada induk semangnya AS karena Paman Panda mulai pamer kekuatan di posisi klaim tumpang tindih itu. Persoalannya adalah bagaimana cara membujuk Cina yang kaku itu atau mungkinkah arogansi sosok Paman Sam bisa diajak untuk mendinginkan suhu lalu duduk sama rendah berdiri sama tinggi di ruang dialog. Jalan dialog adalah harapan paling asa yang disandangkan jika tidak ingin halaman depan rumah kita di LCS menjadi ajang adu kuat berbaju militer. Langkah ini diyakini pada awalnya akan sangat sulit, berliku dan hampir mustahil membuahkan hasil. Tetapi dengan keyakinan kuat sebagai negara yang bersahabat baik dengan AS dan Cina langkah-langkah panjang dan melelahkan tadi diniscayakan akan membawa hasil. Peran Indonesia sangat menentukan karena posisi gaulnya yang lebih dinamis dan merdeka. Untuk urusan diplomasi ini memang diperlukan figur setara Ali Alatas yang mampu melewati berbagai rintangan dan selalu memberikan inspirasi bagi pola diplomasi RI. Disamping upaya diplomasi tentu perkuatan militer kita tidak boleh diabaikan. Itu sebabnya program Minimum Essential Force (MEF) tahap I harus disambung dengan MEF tahap II meski terjadi pergantian pucuk pimpinan negara tahun 2014. Kita tidak boleh lagi setengah hati membangun kekuatan militer karena ini akan menjadi kekuatan pendamping upaya diplomasi. Kesinambungan perkuatan militer merupakan satu kebutuhan karena di sekeliling kita perkuatan yang sama juga dilakukan. Pergerakan militer di LCS merupakan upaya unjuk kekuatan. Upaya ini akan terus menjadi gerakan berbalas pantun. Cina kerahkan armada pasti akan dibalas oleh Vietnam, Malaysia dan Filipina. Demikian juga dengan AS tentu tak mau kehilangan kuku militernya dengan menggerakkan kapal induknya. Kondisi ini akan terus menerus terjadi dan bukan tidak mungkin akan terjadi insiden yang menyulut pertempuran laut. Inisiatif yang diambil Indonesia untuk melakukan jalan dialog dengan tahapan awal berupa dialog informal merupakan langkah tepat. Upaya ini tentu tidak langsung membuahkan hasil. Masih diperlukan langkah bertahun-tahun dan melelahkan untuk menemukan solusi paling tepat bagi semua negara yang bersengketa. Kekakuan Cina dan arogansi AS bisa saja luruh dan mencair manakala upaya tanpa mengenal lelah itu telah menembus matahati mereka. Danguskamlatim Hadiri Pembukaan Latma Cassowarry Exercise 12 <http://beritahankam.blogspot.com/2012/05/danguskamlatim-hadiri-pembukaa n-latma.html> <http://2.bp.blogspot.com/-rUOq8MFVUtA/T7H2j5RjrZI/AAAAAAAAaCs/h-pCx_jSU BQ/s1600/15+pembukaan+latma+cassowarry+exercise.jpg> 15 Mei 2012, Darwin: Komandan Gugus Keamanan Laut Wilayah Timur (Danguskamlatim) Laksamana Pertama TNI Siwi Sukma Aji, menghadiri upacara pembukaan (opening Ceremony), Latihan Bersama (Latma) Cassowarry Exercise (Cassoex) tahun 2012 di Darwin Naval Base, Jum'at (11/05). Kehadiran Danguskamlatim di komplek militer gabungan komando utara Larrakeyah Barrack itu bersama dengan pejabat tinggi Angkatan Laut (AL) Australia, Commodore Braddon Wheeler, Director General Maritime Operation, Royal Australian Navy (RAN). Turut hadir mendampingi pejabat tinggi AL kedua negara, Atase Laut Indonesia untuk Australia Kolonel Laut (P) Bambang Pramushinto dan Atase Laut Australia Untuk Indonesia Captain Katja Bizilj serta para pejabat latihan dan Perwira kapal perang yang terlibat dalam Latma tersebut. Bertindak sebagai Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) adalah Commander Task Group (CTG) Cassoex 12 adalah, Commander Alex Hawes yang menjabat sebagai (Commander Sea Training Group, Minor War Vessels). Sedangkan komandan kontingen dari Indonesia Deputy Commander Task Group (DCTG) dijabat oleh Komandan KRI Kakap Mayor Laut (P) Himawan. Pejabat Latma Cassoex 12, Commander Alek Haws dan Mayor Laut (P) Himawan membacakan laporan kesiapan dan rencana kegiatan latihan yang akan dilaksanakan selanjutnya. Pada kesempatan itu Director General Maritime Operation, Commodore Braddon Wheeler menyampaikan sambutan dan ucapan selamat datang di Darwin Naval Base kepada unsur Kapal Perang Republik Indonesi (KRI) yaitu KRI Kakap-811dan KRI Tongkol-813 beserta awak kapal dan tim pendukung lainnya. Diakhir acara pembukaan Latma Cassoex 12, Danguskamlatim menyampaikan amanatnya mengenai kegiatan latihan tersebut diantaranya, latihan bersama Cassowary 12 merupakan bentuk kerjasama antara TNI Angkatan Laut dan Royal Australian Navy yang dilaksanakan secara rutin setiap dua tahun sekali. Latihan ini untuk meningkatkan hubungan bilateral dan kerjasama yang baik antara Indonesia dan Australia khususnya Angakatan Laut kedua negara. Menurut Danguskamlatim, Indonesia dan Australia merupakan negara tetangga yang dipisahkan oleh lautan. Membutuhkan kerjasama dan komunikasi yang baik antara Angkatan Laut kedua negara untuk menjaga perairan laut masing-masing dari tindakan pelanggaran dilaut berupa penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing), pencurian kayu (illegal logging), penyelundupan manusia (illegal entry) dan penanggulangan aksi terorisme dilaut (maritime terrorism). "Latma Cassoex 12, bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme prajurit KRI dan RAN serta menyamakan persepsi dan menjalin kordinasi ketika menangani korban bencana dan kecelakaan di laut", kata Danguskamlatim. Sebelum acara pembukaan dimulai, prajurit KRI Kakap dan KRI Tongkol mendapat undangan dari pihak RAN untuk melaksanakan jamuan minum kopi (coffee morning ) di markas HMAS Coonawarra, Darwin Naval Base. Kemudian pejabat latihan dan Perwira yang terlibat Satgas Latma Cassoex melaksanakan rapat koordinasi di Ruang Briefing Room HMAS Coonawarra. Rapat tersebut membahas tentang rencana operasi dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh unsur kapal perang kedua negara selama latihan berlangsung.