[list_indonesia] [ppiindia] Kampungan di DPR

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 18 Mar 2005 22:04:33 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/19/Bahasa/1628205.htm
Sabtu, 19 Maret 2005 

Kampungan di DPR 


DI tengah hiruk-pikuk dan ingar-bingar Sidang Paripurna DPR yang jauh dari 
sempurna pada 16 Maret lalu, terdengar celetukan, "Kayak orang kampung aja." 
Eh, apa salahnya orang kampung sehingga si penceletuk menyamakan tingkah laku 
ngotot yang dipertunjukkan para wakil rakyat itu dengan karakter orang kampung?

Yang dimaksud tentu makna yang terkandung dalam kata kampungan. Kita kenal kata 
kampungan dalam dua arti. Pertama, tidak mengenal tata krama perkotaan. 
Ibaratnya, seperti rusa masuk kampung, demikianlah orang kampung masuk kota. 
Namun, orang kota pun kalau masuk kampung tingkahnya sama saja dengan rusa itu. 
Dengan kata lain, kalau orang kampung perlu belajar pakai toilet versi kota, 
orang kota juga perlu belajar pakai WC versi kampung. Jadi, tidak ada yang 
perlu dibanggakan atau diremehkan oleh salah satu pihak.

Kedua, kampungan berarti tidak tahu sopan santun, kasar, atau kurang ajar. Dari 
mana datangnya makna yang sangat menghina orang kampung itu? Tepat sekali. Dari 
orang kota, tentu. Karena bahasa adalah kekuasaan, orang kota yang lebih dekat 
pusat kekuasaan mendapat hak istimewa mengembangkan makna kata dan menyusun 
kamus. Kalau saja orang kampung punya kesempatan sama, sudah pasti akan ada 
entri istilah kotaan dalam Kamus Besar Bahasa Kampung Edisi Kedua dengan tiga 
arti. Pertama, tidak mengenal alam dan tindak-tanduk yang selaras dengan irama 
alami. Kedua, sombong, tak tahu diri, sok tahu. Ketiga, loyo tak berotot, 
kecuali jempol yang jempolan terlatih mengirim SMS.

Jadi, istilah kampungan yang dipakai dengan nada merendahkan itu sungguh tidak 
adil buat orang kampung yang punya kebiasaan hidup berbeda dengan orang kota 
tapi yang tidak pernah kalah ramah, sabar, dan sopan itu. Orang kasar kurang 
ajar tentu bukan hanya ada di kampung. Di kota dan di mana-mana pun, baik di 
pusat maupun di ujung dunia, tentu ada. Namun, lihat saja di mana kata 
kampungan paling banyak dipakai. Aha. Di kota, kan? Jadi, ada kontradiksi di 
sini. Yang dimaki itu orang kurang ajar yang ada di kota, tapi makiannya pakai 
kata kampung. Seharusnya orang yang dimaki itu senyum (efeknya sama seperti 
kalau dimaki "Kau ini kok seperti melati putih polos saja!") dan orang kampung 
tersinggung.

Nah, dalam kehebohan di ruang rapat Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat itu 
(ehm), orang-orang yang terlibat tidak terlihat seperti orang kampung. 
Kejadiannya pun jauh dari kampung, bahkan ada di pusat permainan politik. Dan 
politik, ditilik dari sejarah dan makna katanya, adalah ajang pergumulan 
pengaturan kota oleh warga kota. Walaupun kemudian maknanya diperluas mencakup 
semua warga negara termasuk warga kampung, tetap saja yang pegang peran 
mengatur negara ialah orang kota yang berkedudukan di ibukota. Mana ada 
ibukampung, bapakkampung, atau pamankampung?

Mungkin saja di antara para pengotot di DPR itu ada yang lahir dan besar di 
kampung. Namun, lihat dong jas dan sepatu keren mereka. Belum lagi kerut-merut 
dalam di dahi mereka yang menandakan keseriusan mereka tanpa pamrih (ehm-ehm) 
menangani masalah-masalah bangsa yang jauh lebih rumit dan abstrak daripada 
persoalan sepele orang kampung. Jelas mereka bukan orang kampung. Kalaupun 
pernah, pasti mereka sudah "lupa" bagaimana bertingkah laku sebagai orang 
kampung.

Celetukan itu sendiri jelas menunjukkan bahwa mereka yang bertingkah tidak 
bertatakrama itu tidak dianggap orang kampung tapi kayak orang kampung. Namun, 
di kampung mana ada kericuhan serupa itu sehingga dapat dijadikan acuan? Justru 
jangan-jangan sebaliknya, nanti para peserta sidang-sidang DPRD dan seterusnya 
sampai rapat-rapat kampung akan belajar bagaimana cara menyerukan suara rakyat 
(ehm-ehm-ehm) dengan prinsip maju terus pantang malu.

Kiranya sudah waktunya orang kampung yang selama ini tertindas berdemonstrasi, 
dengan ngotot dan riuh rendah, di halaman DPR menuntut dihapuskannya pemakaian 
istilah kampungan yang sangat melecehkan dan diskriminatif itu. Kalau dicuekin, 
serbu ke dalam ruang sidang, rebut mikrofon, dan cuap-cuap di depan kamera. 
Pasti tidak ada yang berani nyeletuk, "Seperti rusa masuk DPR."

Samsudin Berlian Penikmat Bahasa, Tinggal di Tangerang

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: