[nasional_list] islam dan demokrasi di indonesia Re: [ppiindia] Kenapa menolak syariat Islam?(buat Mas Nugroho)

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Sun, 19 Feb 2006 18:02:24 -0000

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **--- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, 
"ahmad hanafi" <anafli@...> wrote:
>
> >
> >
> >
> > Sebaiknya jangan menghidupkan kembali semangat DI/TII karena SI 
yang
> > diusungnya dulu telah mengakibatkan pemberontakan yang tidak 
perlu.
> > Cukup GAM saja yang menjalani SI dan itupun tidak membuat rakyat 
lebih
> > senang, lebih sejahtera, lebih pintar seperti yang 
dipropagandakan.
> >
> > Noteo
> 
> 
> heheh, mau ketawa baca ulasan ini.
> --
---------------------

TERTAWA? Coba baca ulasan ini:


Kesia-siaan Mimpi Negara Teokrasi

Oleh Victor Silaen

Mimpi merupakan sesuatu yang teramat penting dimiliki oleh setiap 
orang, baik secara individual maupun kolektif, di dalam kehidupan 
ini. Dengan adanya mimpi,yang dalam konteks ini disamakan dengan 
cita-cita atau visi, niscaya seseorang atau sekelompok orang menjadi 
lebih terencana, terarah, dan bersemangat dalam menjalani 
kehidupannya. Sebab, ada sesuatu yang teramat penting yang hendak
dicapai atau diwujudkannya kelak. Tak heran, kalau bagi orang atau 
kelompok orang yang bermimpi itu, energi untuk berjuang seolah tak 
pernah habis meski telah kerap menghadapi rintangan.

Sekaitan itu, Amerika Serikat (AS) adalah contoh bangsa di dunia ini 
yang telah menyadari betul arti dan pentingnya sebuah mimpi. Sampai-
sampai, pada Olimpiade 1996 di Atlanta, AS menetapkan lagu "The 
Power of Dream" sebagai theme song pesta akbar olahraga sedunia itu. 
Padahal, untaian kata dalam lagu itu sebenarnya tak mengetengahkan 
hal-hal yang berkait langsung dengan olahraga. Cermati saja petikan
syairnya berikut ini: /The world unites in hope and peace/ Pray that 
it always will be/ It is the power the dream that bring us here/.
Bandingkan, misalnya, dengan Kejuaraan Sepakbola Dunia di Italia 
tahun 1990, yang menjadikan lagu "To Be Number One" sebagai theme 
song-nya.

Tapi, itulah uniknya AS sebagai bangsa pemimpi. Bahkan sejak dulu, 
sebelum terbentuk menjadi bangsa baru pada 1776, mimpi menjadi 
teladan bagi bangsa-bangsa di dunia telah tertanam di dalam diri the 
founding fathers mereka. Hal ini tercermin, misalnya, dalam sebuah 
keyakinan kukuh yang dibawa oleh kaum Puritan asal Inggris ke benua 
baru tersebut pada awal abad ke-17. Mereka merasa diri sebagai umat 
pilihan Tuhan (God's chosen people) yang dipanggil untuk mendiami
sebuah tanah impian yang telah dijanjikan Tuhan (God's promised 
land). Karena itulah, dengan semangat membara mereka datang ke 
Amerika membawa sebuah misi ilahi (divine mission) untuk 
mendirikan "sebuah kota di atas bukit" yang akan menerangi
kegelapan hidup bangsa-bangsa lain. "We shall be as a City Upon a 
Hill, the eyes of all people are upon us," demikian inti khotbah 
John Winthrop, salah seorang pemimpin kaum Puritan yang kemudian 
menjadi gubernur pertama di Massachusetts (Bercovitch, 1978).

Selanjutnya, wilayah Amerika pun dipandang sebagai negeri harapan 
oleh gelombang demi gelombang imigran baru (umumnya dari Eropa). 
Harapan mereka, antara lain, adalah mewujudkan kebebasan beragama 
dan mencari kehidupan yang lebih sejahtera.
Memang, pada mulanya Amerika tak mampu memuaskan harapan itu, karena 
kenyataannya wilayah baru ini masih merupakan hutan-rimba yang liar 
dan ganas. Namun, dalam jangka waktu yang relatif singkat, kaum 
pendatang itu berhasil mengubah wajah suram Amerika menjadi sebuah 
negeri yang indah dan subur. Etika kerja Puritan (the
Puritan Ethic atau kelak disebut the Protestant Ethic) yang mereka 
hayati dalam upaya menaklukkan dan menguasai the wilderness itu 
kelak memberikan dasar bagi tumbuhnya kemandirian dan optimisme yang 
besar di dalam kehidupan mereka (Ziff, 1974).

Tapi, di awal kehidupan mereka itu, sebenarnya ada sebuah mimpi yang 
gagal total untuk diwujudkan. Yakni, hasrat membangun negara 
teokrasi di tengah masyarakat yang kian lama kian majemuk. 
Kristokrasi versi Puritanisme yang hendak dipaksakan itu justru 
menjadi pangkal penyebab perpecahan di antara mereka sendiri. Hal itu
sebenarnya mudah dipahami. Sebab, kelompok demi kelompok imigran 
baru sesudah kaum Puritan asal Inggris itu justru datang ke Amerika 
untuk mencari kebebasan. Jadi, bagaimana mungkin keseragaman suatu 
agama (baik ajaran, syariat, dan lainnya) hendak dipaksakan kepada 
mereka?

Singkat kata, menyadari kemustahilan mimpi tersebut, kaum Puritan 
pun segera berubah pikiran dengan menerima keanekaragaman sebagai 
hal yang niscaya di dalam kehidupan mereka. Itulah yang menjadi 
dasar kuat bagi berkembangnya Amerika kelak sebagai negara-bangsa 
demokratis pertama di dunia. Ketika negara-negara lain saat
itu masih berbentuk kerajaan yang feodalistik, Amerika sudah 
berbentuk republik yang deklarasi kemerdekaannya menyebutkan dengan 
jelas perihal "kontrak sosial" antara rakyat dan pemerintahnya.

Ketika negara-negara lain saat itu masih menyatukan pengelolaan 
urusan gereja dan pemerintahan, Amerika sudah memisahkannya sebagai 
dua institusi yang masing-masing setara. Ditambah pencantuman ketiga 
hak asasi mendasar (hak atas kehidupan, hak untuk mengejar 
kebahagiaan, dan hak atas kebebasan beragama) dan pengakuan atas
kesetaraan semua orang di dalam deklarasi kemerdekaan mereka, maka 
jadilah Amerika sebagai kampiun demokrasi di dunia ini. Karena, 
merekalah yang pertama menjadi negara-bangsa yang demokratis. Itulah 
alasannya, dan bukan karena demokrasi mereka yang paling baik dan 
sempurna.

Meskipun sebuah mimpi penting telah gagal total, tapi bagi AS, hidup 
harus terus bermimpi. Dan dalam kenyataannya, mereka memang berhasil 
menjadi negara-bangsa yang besar dan makmur, yang seiring waktu 
makin luas wilayahnya dan makin banyak penduduknya. Hal inilah kelak 
yang menumbuhkan perasaan supremasi, sebagai bangsa unggul di antara 
bangsa-bangsa lainnya. Dikarenakan hal itulah, maka misi ilahi
yang sejak awal telah tertanam di dalam diri mereka terus bertahan 
dari waktu ke waktu, meski esensinya yang semula religius 
(Kristokrasi) telah berubah menjadi sekuler (demokrasi). Kelak, di 
bawah kepemimpinan Woodrow Wilson (1913-1921), AS mengungkapkan 
mimpi besarnya untuk menjadikan seluruh dunia ini "save for
democracy" (Green, 1970).

Lalu, apa yang dapat disimpulkan dari pengalaman AS itu? Mimpi 
mendirikan negara teokrasi di tengah masyarakat yang majemuk agaknya 
merupakan sesuatu yang teramat sulit diwujudkan. Mimpi itu sendiri 
sebenarnya sah-sah saja. Tapi, ia niscaya mengundang banyak 
penolakan disebabkan adanya kemajemukan itu. Jikapun dipaksakan,
maka sebagai konsekuensi logisnya, penolakan itu akan berkembang 
menjadi perlawanan.

Pengalaman yang hampir sama pernah terjadi di Indonesia, di masa 
revolusi melawan penjajah Belanda. Adalah Kartosuwirjo, yang selama 
13 tahun berjuang untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) demi 
terciptanya Darul Islam (DI)-sebuah dunia baru masyarakat Islam, di 
mana kaum muslimin dan muslimat dapat menjalankan hukum Islam secara 
menyeluruh.

Mulanya, Sekretaris Umum Partai Sarekat Islam Hindia Timoer di 
Batavia ini ingin mendirikan NII secara legal, baik dengan 
persetujuan pemerintah di Yogyakarta ataupun karena kejatuhan 
Pemerintah RI (Dengel, 1995). Karena itulah, pada 1948,
ia meminta agar Panglima Sudirman mengangkatnya menjadi "panglima" 
atas rakyat dan semua jajaran TNI di Jawa Barat. Selain itu, ia juga 
meminta sebuah daerah percobaan untuk Negara Islam yang akan 
didirikannya. Tapi, Sudirman menolaknya.


Pada 10 Februari 1948, 160 wakil organisasi Islam berkumpul di 
Cisayong, Jawa Barat, untuk mengadakan konferensi. Saat itu 
Kartosuwirjo hadir sebagai wakil Pengurus Besar Masjumi untuk Jawa 
Barat. Dalam konferensi tersebut, Masjumi dan semua cabang 
organisasinya diubah menjadi Madjlis Islam Pusat (MIP), yang dipimpin
Kartosuwirjo sebagai Imam, dan yang merupakan sebuah pemerintahan 
Islam di daerah tersebut.

Keputusan penting lainnya adalah pembentukan Tentara Islam Indonesia 
(TII) yang telah lama direncanakan, sebagai gabungan Sabilillah, 
Hizbullah, dan organisasi Islam lainnya.

Namun, Kartosuwirjo tak memberitahukan teman-temannya di Yogyakarta 
tentang perubahan MIP menjadi Dewan Imamah yang dipimpinnya itu. 
Bahkan, pada 6 Juli 1948, ia mengirim pesan rahasia kepada Kamran 
(komandan teritorial Sabilillah) atas nama Pemerintah Negara Islam 
Indonesia (PNII) yang ditandatanganinya sendiri sebagai
Imam.


Pada 25 Agustus 1948, keluarlah maklumat pertama PNII yang 
memerintahkan mobilisasi dan militerisasi total dari rakyat. Dua 
hari kemudian, selesailah penyusunan Kanun Azasi sebagai konstitusi 
NII. Dalam maklumat berikutnya, Kartosuwirjo menyatakan tak mungkin 
lagi dapat menyelesaikan masalah dengan Belanda secara damai. Karena 
itu, rakyat harus disiapkan untuk menghadapi perang total. Ketika 
pecah Agresi Militer yang menyebabkan tertangkapnya Presiden
Soekarno dan Wakil Presiden Hatta oleh Belanda, Kartosuwirjo segera
mempermaklumkan "perang suci semesta" demi dapat mendirikan NII. Ia 
menyerukan pentingnya satu kesatuan komando untuk menghindarkan 
politik devide et impera di masa mendatang. Ia juga menyatakan 
kesanggupannya memegang kesatuan komando itu sebagai pimpinan NII. 
Ia berharap NII akhirnya dapat dilegalisir tanpa perlu proklamasi. 

Itulah awal bagi terjadinya kerusuhan panjang yang melibatkan 
DI/TII, rakyat, dan TNI, yang kelak mengakibatkan kerugian besar dan 
kerusakan berat dalam pembangunan daerah Jawa Barat. Menurut laporan 
resmi, jumlah korban yang terbunuh, luka parah, dan terculik 
mencapai 22.895 jiwa. Sedangkan jumlah kerugian materiil saat itu
diperkirakan 650 juta rupiah.


Selanjutnya, pertengahan 1960, dimulailah penumpasan dan 
pengisolasian gerakan DI/TII di Kabupaten Lebak (termasuk Korem 
Banten) melalui pelaksanaan konsep Perang Wilayah yang dipimpin 
Pangdam Siliwangi Ibrahim Adjie. Dalam keadaan terdesak, pada 11 
Juni 1961, pihak DI mengeluarkan Perintah Perang Semesta. Banyak
yang menyerah, tak sedikit pula yang mati. Namun, Kartosuwirjo tetap 
bertahan.

Meski sakit parah, ia masih sempat memerintahkan membunuh Presiden 
Soekarno ketika sedang mengikuti salat Idul Adha di halaman Istana 
Negara, tahun 1962.

Akhirnya, Kartosuwirjo tertangkap. Di depan Sidang Mahkamah Angkatan 
Darat, 16 Agustus 1962, ia dituntut hukuman mati karena didakwa 
bersalah atas kegiatan makar untuk merobohkan Negara RI dan dan 
makar untuk membunuh Kepala Negara. Pada 5 September 1962, 
Kartosuwirjo menemui ajalnya di hadapan regu penembak dari
keempat angkatan.


Holk H. Dengel, penulis Darul Islam dan Kartosuwirjo, Angan-angan 
yang Gagal (1995), menyimpulkan bahwa di satu sisi sebenarnya Islam 
berhasil menjadi kekuatannasional.
Namun, di sisi lain, ia gagal menjadi simbol politik dan faktor 
pemersatu rakyat Indonesia. Kalaupun DI/TII mampu bertahan selama 13 
tahun, hal itu dikarenakan ketaatan dan kesetiaan (dengan sumpah) 
para anggota gerakan terhadap Kartosuwirjo sebagai Imam dan Panglima 
Tertinggi.

Uraian tentang kegagalan pengalaman dua kelompok religius untuk 
mendirikan negara teokrasi itu menjadi landasan penulis untuk 
menyimpulkan bahwa mimpi negara teokrasi di tengah masyarakat 
majemuk merupakan kesia-siaan belaka. Apalagi dewasa ini, di tengah 
kehidupan modern yang kian kompleks dan mengedepankan 
individualitas. Jadi, baik mimpi membangun Negara Islam Nusantara 
(yang mencakup sebagian besar wilayah Asia Tenggara bahkan sampai 
selatan Australia) maupun Negara Kristen Raya (kalau benar mimpi ini 
ada, seperti disebut Fauzan Al-Anshari, etua Departemen Data dan 
Informasi Majelis Mujahiddin, dalam artikelnya di Kompas
9-11-2002) yang meliputi Singapura, Taiwan, Hongkong, Macao,
Sabah-Serawak-Perlis-Penang-Selangor-Perak, Maluku, Timor Timur, dan 
Sulawesi uara, selayaknya dipikir ulang beribu kali oleh kedua 
kelompok yang bersangkutan.

Penulis adalah dosen Fisipol UKI, Jakarta.







***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts: