[list_indonesia] [ppiindia] Re: .. Instansi Terkorup di Indonesia

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Wed, 09 Mar 2005 04:59:07 -0000

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **


Kasihan saudara saudara kita yang makan saja kesulitan ya mbak? 
Orang orang macam ini makin mempersulit saudara saudara kita cari 
makan.

Salam

danardono



--- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, "Listy" <listy@xxxx> wrote:
> 
> 
> dari milis yg satu ke milis yg lain.. untuk Anda..
> -----Original Message-----
> 
> 
> "Punya Rumah Senilai Rp 10 M di Kemang"
> JAKARTA, Investor Daily Online
> 
> Survei dari Transparency International Indonesia
> (TII) menempatkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan
> Cukai (BC) dan Ditjen Pajak sebagai instansi terkorup
> di Indonesia. Hasil survei itu tak begitu mengagetkan
> publik, sebab kedua instansi tersebut selama ini
> dikenal sebagai instansi yang 'basah', rawan praktik
> suap, korupsi, kolusi.
> 
> Hasil penelusuran Investor Daily terhadap beberapa
> pegawai pajak di Jakarta dan Tangerang makin
> mengukuhkan survei TII. Sebut saja MJH, kepala seksi
> Ditjen Pajak di Jakarta, golongan IVA. Sesuai standar
> PNS, glolongan IVA berarti mempunyai gaji pokok Rp
> 1,5 juta per bulan. Kalau ditambah dengan tunjangan
> lainnya, gaji bruto yang ia peroleh sekitar Rp 5 juta
> per bulan.
> 
> Namun kenyataannya, MJH menempati rumah seluas 400 M2
> di kawasan Rawamangun, senilai Rp 1,5 miliar. Tidak
> hanya itu, MJH juga mempunyai empat rumah lainnya yang 
> berlokasi tak jauh dari tempat tinggalnya. Keempat rumah 
> itu sekarang dikontrakkan. Selain itu, MJH punya dua 
> mobil Kijang. Awal tahun 2005, ia mendapat mobil dinas 
> baru, juga jenis Kijang. Karena garasi rumahnya tidak 
> muat menampung tiga mobil, ia menyewa garasi tetangga 
> dengan membayar Rp 450.000 per bulan.
> 
> Yang cukup mengejutkan, dengan gaji sekitar Rp 5 juta,
> pria kelahiran Medan ini sanggup menyekolahkan anak
> pertamanya ke Kanada sejak tahun 2005. Bisa
> dibayangkan, berapa puluh ribu dolar AS yang harus
> ditransfer setiap bulan ke Kanada. Belum lagi, ia
> wajib mendepositokan uangnya di bank sebagai jaminan
> biaya kuliah anaknya selama di Kanada. Luar bisa
> bukan?
> 
> Gaya hidup pegawai pajak ini sangat berbeda dengan
> tetangganya yang menjadi direktur sebuah perusahaan
> publik. Direktur yang bergaji sekitar Rp 20 juta per
> bulan itu mengaku tidak tidak sanggup membiayai putri
> tunggal untuk melanjutkan kuliah di luar negeri.
> 
> Kekayaan petugas pajak itu menimbulkan 'bisik-bisik'
> tetangga. Sejumlah warga Rawamangun mengaku malas
> membayar pajak karena dananya tidak masuk ke kas negara, 
> melainkan 'mampir' ke petugas Pajak. Sudah menjadi
> rahasia umum, petugas pajak juga sering 'kompromi'
> dengan wajib pajak untuk urusan membayar pajak.
> 'Kemewahan' gaya hidup MJH juga melanda SML, pensiunan
> kepala bagian Ditjen Pajak. Mantan pegawai pajak
> golongan IVC dengan gaji pokok Rp 1,7 juta per bulan
> itu mempunyai tiga rumah di kawasan Kemang, Jakarta
> Selatan.
> 
> Penelusuran Investor Daily ke rumah SML menunjukkan,
> rumah seluas 2.500 M2 di daerah Panglima Polim itu
> akan dijual seharga Rp 10 miliar. Menurut mantan sopir
> SML yang disuruh menjaga rumah itu, rumah tersebut
> dilengkapi dengan kolam renang dan lapangan tenins.
> "Ada beberapa pensiunan pejabat Pertamina yang mau
> beli. Tapi harganya terlalu mahal. Ada juga Bupati
> dari Sumatera yang sudah menawar," papar penjaga rumah
> yang namanya tak mau disebutkan. Rumah bertingkat dua
> itu lantainya dilapisi marmer impor dari Italia, mirip
> vila mewah di kawasan Puncak, Bogor.
> 
> Belanja ke Luar Negeri
> Menurut penjaga rumah tersebut, SML saat masih aktif
> bertugas sering mampir ke rumah itu. "Rumah ini sudah
> kosong lebih dari satu tahun. Sebelumnya, rumah ini
> pernah dikontrak duta besar," kata dia. Menurut dia,
> SML lebih banyak tinggal di Sumatera Utara mengurusi
> usahanya seperti hotel dan kebun. Sebagian uang hasil
> penjualan rumah itu, katanya, akan dipakai pemilik
> rumah untuk berobat ke Australia.
> 
> Sementara itu, kepala seksi Kantor Pelayanan Pajak
> (KPP) Karawaci, golongan IV A, mempunyai tiga rumah 
> di Tangerang. Ia juga memiliki beberapa rumah kost 
> di Tangerang.
> 
> Demikian juga dengan BKM, yang baru bekerja 5 tahun 
> di KPP Jakarta Timur. Ia mampu membeli tanah seluas 
> 800 M2 di daerah Kali Malang seharga Rp 900 juta.
> Selain tanah, BKM belum lama ini membangun rumah
> kontrakan yang terdiri 40 kamar di daerah Pramuka.
> Setiap kamar disewakan Rp 500.000 per bulan, sehingga
> tiap bulan istri BKM mengantongi Rp 20 juta. "Tiap
> akhir bulan, Ibu datang ke sini me nagih uang kost.
> Ibu juga sering belanja ke luar negeri," ujar Tony,
> satpam rumah kontrakan itu.
> 
> Melihat gaya hidup tiga petugas pajak itu, bisa
> dibayangkan berapa triliun rupiah penerimaan pajak itu 
> 'ditelep' petugas setiap tahunnya. Tidak mustahil, 
> petugas pajak seperti MJH, SML dan TNJ jumlahnya 
> ratusan orang di Ditjen Pajak. Namun, tidak semua pegawai
> Ditjen Pajak memperkaya diri. Masih banyak pegawai jujur 
> dan bersih yang mau mengabdi.
> 
> JKI, misalnya, hidupnya relatif sederhana, meskipun ia 
> golongannya IVB dengan jabatan kepala seksi. Luas rumah 
> yang dihuni JKI dengan empat anak di Cibubur, Jakarta 
> Timur, cuma 200 M2. Rumah itu pun tak tergolong
> mewah, hanya ada sedan Toyota dan satu sepeda motor.
> 
> Traktir Pengusaha
> Menurut pengalaman Ismet Hasan Putro, ketua Masyarakat 
> Profesional Madani (MPM) yang juga sebagai pengusaha, 
> petugas pajak umumnya lebih berani dan galak dari 
> pengusaha. Buktinya, petugas pajak tak segan merogoh 
> koceknya untuk mentraktir pe ngusaha makan di hotel 
> berbintang lima untuk melobi dan bernegosiasi. 
> "Saya pernah memberi uang Rp 1 juta kepada staf saya 
> di Surabaya untuk menjamu dua petugas pajak di Hotel
> Shangrila. Namun, staf saya mengembalikan uang itu 
> karena makanan sudah dibayar oleh petugas pajak," 
> ungkap Ismet pada acara diskusi "Qou Vadis Ditjen 
> Pajak" belum lama ini di Jakarta.
> 
> Menurut Ismet, semua pengusaha di Indonesia takut
> berhubungan dengan petugas pajak. Sebab, mereka
> seringkali mempersulit pengusaha yang akan membayar
> pajak. Ia melukiskan, berhubungan dengan petugas pajak
> sama rumitnya dengan polisi. Akibatnya, tidak ada
> pengusaha yang tidak berkolusi dengan petugas pajak.
> 
> "Kalau pengusaha membayar jumlah pajak sesuai dengan 
> perhitungan sendiri (self assestment) di Surat 
> Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), petugas pajak 
> pasti menolak. Perhitungan mereka selalu lebih besar 
> dari perhitungan pengusaha. Perbedaan inilah yang 
> sering dimanfaatkan petugas untuk berk olusi dengan 
> pengusaha," katanya.
> 
> Ismet mengaku, jika pengusaha menolak kemauan petugas
> pajak, tahun berikutnya mereka akan mempersulit dan
> 'ngerjain' pengusaha. Sebaliknya, kalau pengusaha
> menyewa konsultan pajak, tingkat suap dan kolusi bisa 
> berkurang. Tapi, indikasi suap dan kolusi antara 
> petugas pajak dan konsultan pajak tetap kental. 
> "Jadi, posisi pengusaha itu serba salah dan tidak tau 
> harus berbuat apa dengan urusan pajak," tegasnya.
> 
> Tentu banyak juga pengusaha nakal yang mengelak bayar
> pajak. Buktinya, belum lama ini Ditjen Pajak berhasil 
> mengungkapkan sindikasi pemalsuan faktur pajak di Pulo 
> Mas, Jakarta Timur. Dua orang pemilik usaha distribusi 
> itu kini ditahan polisi. Total kerugian negara ditaksir 
> mencapai Rp 55 miliar. Modus serupa juga berhasil 
> dibongkar di Surabaya.
> 
> Hal serupa dilontarkan Emmy Hafild, sekretaris
> jenderal TII. Menurut Emmy, hasil surveil TII
> menunjukkan bahwa petugas pajak seringkali mendikte
> pengusaha, khususnya pengusa ha kecil dan menengah
> (UKM), sebab administrasi pengusaha UKM tidak rapi.
> Emmy mengatakan, persentasi perusahaan yang mau
> membayar pajak sesuai dengan perhitungan petugas pajak
> cukup banyak. "Tapi petugas pajak tidak berani
> mendikte perusahaan multinasional. Karena mereka punya
> akses langsung ke Menteri Keuangan," ungkap Emmy.
> 
> Lain lagi pengalaman ekonom Universitas Indonesia
> Faisal Basri. Ia kesulitan memindahkan nomor pokok
> wajib pajak (NPWP) dari Jakarta Timur ke Jakarta
> Selatan. Saat terdaftar sebagai pemegang NPWP, Faisal 
> berdomisili di Jakarta Timur. Tapi beberapa tahun 
> kemudian, ia pindah ke Jakarta Selatan. Alasan KPP 
> Jakarta Timur menolak memindahkan NPWP itu, karena
> Faisal dianggap sebagai salah satu andalan pembayar 
> pajak. "Saya lebih suka pindah ke KPP Jakarta Selatan 
> sebab menurut teman-teman layanan petugas pajak di sana 
> lebih baik dibanding KPP lainnya. Saya sarankan,
> jangan mau pindah ke KPP Kuningan, petugas di sana 
> terkenal 'galak'," paparnya.
> 
> Faisal Basri meyakini, bila petugas semua pajak itu
> jujur dan bersih, Indonesia tak perlu 'meminta-minta'
> uang kepada negara donor dan multilateral lewat Group
> on Consultative Indonesia (CGI). Menurut dia, tidaklah
> sulit untuk mendapatkan tambahan pajak senilai Rp 30
> triliun untuk APBN, seandainya korupsi bisa
> diminimalisasi. Saat ini, rasio penerimaan pajak
> terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 13,1%.
> 
> Ismet, Faisal dan Emmy berpendapat, salah satu upaya
> mengurangi kebocoran penerimaan pajak adalah dengan
> membatasi wewenang Ditjen Pajak. Sebab Ditjen Pajak
> berfungsi ganda, sebagai pembuat hukum (policy maker), 
> pemeriksa dan pengumpul pajak. Menurut mereka, sebagian 
> wewenang itu harus dialihkan kepada lembaga lain di 
> Depkeu, sehingga ada lembaga yang mengontrol kinerja 
> Ditjen Pajak.
> 
> Begitu besarnya dugaan praktik suap, korupsi dan
> kolusi di lingkungan Ditjen Pajak, mengapa petugas
> pajak tidak diwajibkan melaporkan harta kekayaannya
> kepada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK)?. Apakah 
> kita membiarkan terus para koruptur hidup dalam 
> kemewahan? Sementara itu, lebih dari 110 juta
> penduduk hidup dengan pendapatan kurang dari US$ 2 
> (Rp 18.400) per hari.
> (karidun pardossi)
> 
> NB:
> Pak Presiden, berantas dulu yang seperti ini, 
> br bicara kenaikan BBM......
> Trus klo di Pertamina bgmn ya? ..... 
> kyknya setali tiga uang deh..........





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: