[list_indonesia] Re: [ppiindia] Re: .. Instansi Terkorup di Indonesia

  • From: "Listy" <listy@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Wed, 9 Mar 2005 12:11:34 +0700

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **


betul, pak..

anehnya lagi, yg seperti ini kok ya 'slamet' terus ya?

jika ada perubahan, sy belum yakin, waktunya deket2 sekarang ini, tapi masih 
ada harapan, generasi yg saat ini sedang menuntut ilmu, kelak di kemudian hari, 
yg akan melakukan perubahan2 ke arah yg lebih positif, mudah2an.. amiin.. 

GOD Bless Indonesia!

wassalam..

-----Original Message-----
From: RM Danardono HADINOTO [mailto:rm_danardono@xxxxxxxx]

Kasihan saudara saudara kita yang makan saja kesulitan ya mbak? 
Orang orang macam ini makin mempersulit saudara saudara kita cari makan.

Salam

danardono



--- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, "Listy" <listy@xxxx> wrote:
> 
> 
> dari milis yg satu ke milis yg lain.. untuk Anda..
> -----Original Message-----
> 
> 
> "Punya Rumah Senilai Rp 10 M di Kemang"
> JAKARTA, Investor Daily Online
> 
> Survei dari Transparency International Indonesia
> (TII) menempatkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan
> Cukai (BC) dan Ditjen Pajak sebagai instansi terkorup
> di Indonesia. Hasil survei itu tak begitu mengagetkan
> publik, sebab kedua instansi tersebut selama ini
> dikenal sebagai instansi yang 'basah', rawan praktik
> suap, korupsi, kolusi.
> 
> Hasil penelusuran Investor Daily terhadap beberapa
> pegawai pajak di Jakarta dan Tangerang makin
> mengukuhkan survei TII. Sebut saja MJH, kepala seksi
> Ditjen Pajak di Jakarta, golongan IVA. Sesuai standar
> PNS, glolongan IVA berarti mempunyai gaji pokok Rp
> 1,5 juta per bulan. Kalau ditambah dengan tunjangan
> lainnya, gaji bruto yang ia peroleh sekitar Rp 5 juta
> per bulan.
> 
> Namun kenyataannya, MJH menempati rumah seluas 400 M2
> di kawasan Rawamangun, senilai Rp 1,5 miliar. Tidak
> hanya itu, MJH juga mempunyai empat rumah lainnya yang 
> berlokasi tak jauh dari tempat tinggalnya. Keempat rumah 
> itu sekarang dikontrakkan. Selain itu, MJH punya dua 
> mobil Kijang. Awal tahun 2005, ia mendapat mobil dinas 
> baru, juga jenis Kijang. Karena garasi rumahnya tidak 
> muat menampung tiga mobil, ia menyewa garasi tetangga 
> dengan membayar Rp 450.000 per bulan.
> 
> Yang cukup mengejutkan, dengan gaji sekitar Rp 5 juta,
> pria kelahiran Medan ini sanggup menyekolahkan anak
> pertamanya ke Kanada sejak tahun 2005. Bisa
> dibayangkan, berapa puluh ribu dolar AS yang harus
> ditransfer setiap bulan ke Kanada. Belum lagi, ia
> wajib mendepositokan uangnya di bank sebagai jaminan
> biaya kuliah anaknya selama di Kanada. Luar bisa
> bukan?
> 
> Gaya hidup pegawai pajak ini sangat berbeda dengan
> tetangganya yang menjadi direktur sebuah perusahaan
> publik. Direktur yang bergaji sekitar Rp 20 juta per
> bulan itu mengaku tidak tidak sanggup membiayai putri
> tunggal untuk melanjutkan kuliah di luar negeri.
> 
> Kekayaan petugas pajak itu menimbulkan 'bisik-bisik'
> tetangga. Sejumlah warga Rawamangun mengaku malas
> membayar pajak karena dananya tidak masuk ke kas negara, 
> melainkan 'mampir' ke petugas Pajak. Sudah menjadi
> rahasia umum, petugas pajak juga sering 'kompromi'
> dengan wajib pajak untuk urusan membayar pajak.
> 'Kemewahan' gaya hidup MJH juga melanda SML, pensiunan
> kepala bagian Ditjen Pajak. Mantan pegawai pajak
> golongan IVC dengan gaji pokok Rp 1,7 juta per bulan
> itu mempunyai tiga rumah di kawasan Kemang, Jakarta
> Selatan.
> 
> Penelusuran Investor Daily ke rumah SML menunjukkan,
> rumah seluas 2.500 M2 di daerah Panglima Polim itu
> akan dijual seharga Rp 10 miliar. Menurut mantan sopir
> SML yang disuruh menjaga rumah itu, rumah tersebut
> dilengkapi dengan kolam renang dan lapangan tenins.
> "Ada beberapa pensiunan pejabat Pertamina yang mau
> beli. Tapi harganya terlalu mahal. Ada juga Bupati
> dari Sumatera yang sudah menawar," papar penjaga rumah
> yang namanya tak mau disebutkan. Rumah bertingkat dua
> itu lantainya dilapisi marmer impor dari Italia, mirip
> vila mewah di kawasan Puncak, Bogor.
> 
> Belanja ke Luar Negeri
> Menurut penjaga rumah tersebut, SML saat masih aktif
> bertugas sering mampir ke rumah itu. "Rumah ini sudah
> kosong lebih dari satu tahun. Sebelumnya, rumah ini
> pernah dikontrak duta besar," kata dia. Menurut dia,
> SML lebih banyak tinggal di Sumatera Utara mengurusi
> usahanya seperti hotel dan kebun. Sebagian uang hasil
> penjualan rumah itu, katanya, akan dipakai pemilik
> rumah untuk berobat ke Australia.
> 
> Sementara itu, kepala seksi Kantor Pelayanan Pajak
> (KPP) Karawaci, golongan IV A, mempunyai tiga rumah 
> di Tangerang. Ia juga memiliki beberapa rumah kost 
> di Tangerang.
> 
> Demikian juga dengan BKM, yang baru bekerja 5 tahun 
> di KPP Jakarta Timur. Ia mampu membeli tanah seluas 
> 800 M2 di daerah Kali Malang seharga Rp 900 juta.
> Selain tanah, BKM belum lama ini membangun rumah
> kontrakan yang terdiri 40 kamar di daerah Pramuka.
> Setiap kamar disewakan Rp 500.000 per bulan, sehingga
> tiap bulan istri BKM mengantongi Rp 20 juta. "Tiap
> akhir bulan, Ibu datang ke sini me nagih uang kost.
> Ibu juga sering belanja ke luar negeri," ujar Tony,
> satpam rumah kontrakan itu.
> 
> Melihat gaya hidup tiga petugas pajak itu, bisa
> dibayangkan berapa triliun rupiah penerimaan pajak itu 
> 'ditelep' petugas setiap tahunnya. Tidak mustahil, 
> petugas pajak seperti MJH, SML dan TNJ jumlahnya 
> ratusan orang di Ditjen Pajak. Namun, tidak semua pegawai
> Ditjen Pajak memperkaya diri. Masih banyak pegawai jujur 
> dan bersih yang mau mengabdi.
> 
> JKI, misalnya, hidupnya relatif sederhana, meskipun ia 
> golongannya IVB dengan jabatan kepala seksi. Luas rumah 
> yang dihuni JKI dengan empat anak di Cibubur, Jakarta 
> Timur, cuma 200 M2. Rumah itu pun tak tergolong
> mewah, hanya ada sedan Toyota dan satu sepeda motor.
> 
> Traktir Pengusaha
> Menurut pengalaman Ismet Hasan Putro, ketua Masyarakat 
> Profesional Madani (MPM) yang juga sebagai pengusaha, 
> petugas pajak umumnya lebih berani dan galak dari 
> pengusaha. Buktinya, petugas pajak tak segan merogoh 
> koceknya untuk mentraktir pe ngusaha makan di hotel 
> berbintang lima untuk melobi dan bernegosiasi. 
> "Saya pernah memberi uang Rp 1 juta kepada staf saya 
> di Surabaya untuk menjamu dua petugas pajak di Hotel
> Shangrila. Namun, staf saya mengembalikan uang itu 
> karena makanan sudah dibayar oleh petugas pajak," 
> ungkap Ismet pada acara diskusi "Qou Vadis Ditjen 
> Pajak" belum lama ini di Jakarta.
> 
> Menurut Ismet, semua pengusaha di Indonesia takut
> berhubungan dengan petugas pajak. Sebab, mereka
> seringkali mempersulit pengusaha yang akan membayar
> pajak. Ia melukiskan, berhubungan dengan petugas pajak
> sama rumitnya dengan polisi. Akibatnya, tidak ada
> pengusaha yang tidak berkolusi dengan petugas pajak.
> 
> "Kalau pengusaha membayar jumlah pajak sesuai dengan 
> perhitungan sendiri (self assestment) di Surat 
> Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), petugas pajak 
> pasti menolak. Perhitungan mereka selalu lebih besar 
> dari perhitungan pengusaha. Perbedaan inilah yang 
> sering dimanfaatkan petugas untuk berk olusi dengan 
> pengusaha," katanya.
> 
> Ismet mengaku, jika pengusaha menolak kemauan petugas
> pajak, tahun berikutnya mereka akan mempersulit dan
> 'ngerjain' pengusaha. Sebaliknya, kalau pengusaha
> menyewa konsultan pajak, tingkat suap dan kolusi bisa 
> berkurang. Tapi, indikasi suap dan kolusi antara 
> petugas pajak dan konsultan pajak tetap kental. 
> "Jadi, posisi pengusaha itu serba salah dan tidak tau 
> harus berbuat apa dengan urusan pajak," tegasnya.
> 
> Tentu banyak juga pengusaha nakal yang mengelak bayar
> pajak. Buktinya, belum lama ini Ditjen Pajak berhasil 
> mengungkapkan sindikasi pemalsuan faktur pajak di Pulo 
> Mas, Jakarta Timur. Dua orang pemilik usaha distribusi 
> itu kini ditahan polisi. Total kerugian negara ditaksir 
> mencapai Rp 55 miliar. Modus serupa juga berhasil 
> dibongkar di Surabaya.
> 
> Hal serupa dilontarkan Emmy Hafild, sekretaris
> jenderal TII. Menurut Emmy, hasil surveil TII
> menunjukkan bahwa petugas pajak seringkali mendikte
> pengusaha, khususnya pengusa ha kecil dan menengah
> (UKM), sebab administrasi pengusaha UKM tidak rapi.
> Emmy mengatakan, persentasi perusahaan yang mau
> membayar pajak sesuai dengan perhitungan petugas pajak
> cukup banyak. "Tapi petugas pajak tidak berani
> mendikte perusahaan multinasional. Karena mereka punya
> akses langsung ke Menteri Keuangan," ungkap Emmy.
> 
> Lain lagi pengalaman ekonom Universitas Indonesia
> Faisal Basri. Ia kesulitan memindahkan nomor pokok
> wajib pajak (NPWP) dari Jakarta Timur ke Jakarta
> Selatan. Saat terdaftar sebagai pemegang NPWP, Faisal 
> berdomisili di Jakarta Timur. Tapi beberapa tahun 
> kemudian, ia pindah ke Jakarta Selatan. Alasan KPP 
> Jakarta Timur menolak memindahkan NPWP itu, karena
> Faisal dianggap sebagai salah satu andalan pembayar 
> pajak. "Saya lebih suka pindah ke KPP Jakarta Selatan 
> sebab menurut teman-teman layanan petugas pajak di sana 
> lebih baik dibanding KPP lainnya. Saya sarankan,
> jangan mau pindah ke KPP Kuningan, petugas di sana 
> terkenal 'galak'," paparnya.
> 
> Faisal Basri meyakini, bila petugas semua pajak itu
> jujur dan bersih, Indonesia tak perlu 'meminta-minta'
> uang kepada negara donor dan multilateral lewat Group
> on Consultative Indonesia (CGI). Menurut dia, tidaklah
> sulit untuk mendapatkan tambahan pajak senilai Rp 30
> triliun untuk APBN, seandainya korupsi bisa
> diminimalisasi. Saat ini, rasio penerimaan pajak
> terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 13,1%.
> 
> Ismet, Faisal dan Emmy berpendapat, salah satu upaya
> mengurangi kebocoran penerimaan pajak adalah dengan
> membatasi wewenang Ditjen Pajak. Sebab Ditjen Pajak
> berfungsi ganda, sebagai pembuat hukum (policy maker), 
> pemeriksa dan pengumpul pajak. Menurut mereka, sebagian 
> wewenang itu harus dialihkan kepada lembaga lain di 
> Depkeu, sehingga ada lembaga yang mengontrol kinerja 
> Ditjen Pajak.
> 
> Begitu besarnya dugaan praktik suap, korupsi dan
> kolusi di lingkungan Ditjen Pajak, mengapa petugas
> pajak tidak diwajibkan melaporkan harta kekayaannya
> kepada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK)?. Apakah 
> kita membiarkan terus para koruptur hidup dalam 
> kemewahan? Sementara itu, lebih dari 110 juta
> penduduk hidup dengan pendapatan kurang dari US$ 2 
> (Rp 18.400) per hari.
> (karidun pardossi)
> 
> NB:
> Pak Presiden, berantas dulu yang seperti ini, 
> br bicara kenaikan BBM......
> Trus klo di Pertamina bgmn ya? ..... 
> kyknya setali tiga uang deh..........





 





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: