[list_indonesia] [ppiindia] Panglima Ambil Alih Komando

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Thu, 03 Mar 2005 14:13:53 -0000

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **


Kamis, 03 Mar 2005,
Panglima Ambil Alih Komando 


DPR Mendukung, TNI Tempatkan 5 KRI di Laut yang Diklaim Malaysia 
JAKARTA - TNI semakin memperkuat armadanya di Laut Sulawesi, wilayah 
kaya cadangan minyak yang diklaim Malaysia itu. Dua kapal menyusul ke 
zona perbatasan lintang utara tersebut, yakni KRI Karel S. Tubun dan 
KRI Tongkol. Hal itu menambah kekuatan tiga KRI yang sejak awal pekan 
ini mondar-mandir menjaga kedaulatan Merah Putih. 

Bahkan, seorang perwira TNI-AL menjelaskan, komando gerak kapal TNI-
AL di perbatasan yang berpotensi konflik tersebut diambil alih 
langsung Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto. "Masalah ini 
sangat serius. Para pemimpin TNI terus melakukan rapat untuk membahas 
berbagai kemungkinan," ujar perwira yang tak mau disebutkan namanya 
itu. 

Endriartono yang ditemui tak mau berkomentar banyak tentang 
ketegangan di laut yang kaya minyak tersebut. Panglima tampak enggan 
berkomentar seputar kasus ini. "Tanyakan ke Menhan saja," ujarnya.

Saat ditanya soal unjuk kekuatan TNI, dia juga tak mau 
berkomentar. "Nggak ada unjuk kekuatan. Ngapain unjuk kekuatan? Dia 
(Malaysia, Red) udah tahu kok," tegasnya sambil mempercepat langkah 
menuju mobilnya setelah menghadiri pertemuan tertutup dengan Pansus 
Poso DPR tadi malam. 

Namun, dalam raker dengan komisi I pada Senin lalu, Endriartono 
sempat mengeluarkan sinyal bahwa pihaknya siap konflik terbuka dengan 
Malaysia supaya beberapa wilayah perbatasan seperti Laut Sulawesi 
tidak terus-menerus menjadi ajang eksplorasi serta eksploitasi. 
Statemen tersebut dia lontarkan menanggapi pertanyaan anggota Komisi 
I dari FPAN, Djoko Susilo. Djoko menanyakan soal langkah-langkah yang 
dilakukan TNI atas beberapa insiden yang terjadi di sekitar Laut 
Sulawesi.

Saat itu, panglima TNI juga meminta komitmen penuh dari DPR. Jangan 
sampai saat ini didorong-dorong untuk tegas mengerahkan armada, namun 
nanti disalahkan dan disudutkan bila sudah terjadi konflik. "Tolong, 
dukung kami. Jangan nanti dituduh main embat kapal negara lain 
sembarangan," ungkapnya

DPR Beri Dukungan
Sementara di gedung DPR, para politisi bereaksi keras setelah 
mendapat kabar Malaysia mengklaim batas wilayah laut RI. Sejumlah 
anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan kemarin meminta 
menanyakan hal itu kepada Menhan Juwono Sudarsono. 

Sebagian besar anggota Komisi I mendukung langkah TNI-AL supaya 
Malaysia tidak seenaknya main klaim wilayah. 

Anggota Komisi I dari FPG Afifuddin Thaib malah menyarankan Menhan 
Juwono menambah kekuatan TNI-AL di laut. Menurut dia, unjuk kekuatan 
armada militer RI di Laut Sulawesi diharapkan membuat Malaysia 
menyadari bahwa klaim mereka sangat menyinggung rasa kedaulatan RI. 

"Malaysia seolah tidak menghargai kita. Kalau dibiarkan terus, bisa-
bisa Blok Ambalat benar-benar mereka kuasai. Kalau perlu, jangan 
hanya tiga atau lima kapal. Sepuluh kapal sekalian," ujarnya. 

Anggota FPG lainnya, Slamet Effendy Yusuf, mengingatkan perlunya 
pemerintah Indonesia melakukan langkah diplomatik lebih konkret 
dengan pemerintah Malaysia, dibanding hanya menyampaikan protes keras 
atau unjuk kekuatan atas pemberian hak konsesi eksplorasi minyak di 
Blok Ambalat oleh Petronas kepada Shell. 

"Malaysia pernah menyatakan bahwa pemberian konsesi itu merupakan 
kelanjutan dari kemenangan mereka atas Indonesia dalam sengketa Pulau 
Sipadan dan Ligitan. Nah, masak hal ini akan dibiarkan begitu saja? 
Di mana kehormatan kita?" tanyanya.

Anggota FPDS Jeffrey Johannes Massie mengatakan, Indonesia harus 
menunjukkan kemampuannya menjaga wilayah kepulauan dari upaya 
pencaplokan oleh negara tetangga. Dia bahkan meminta pemerintah 
menyiagakan kapal-kapal tangguh di berbagai pangkalan di sekitar Laut 
Sulawesi. Ketua FPKS Untung Wahono mendukung saran Jeffrey. Namun, 
menurut dia, semua insiden yang terjadi di Laut Sulawesi juga harus 
segera diklirkan oleh kedua negara. 

Beberapa insiden yang terjadi baru-baru ini, antara lain, kasus 
pengejaran dan penembakan sebuah kapal nelayan Indonesia jenis trawl 
oleh kapal perang TLDM (Tentara Laut Diraja Malaysia) Sri Melaka 
3147. Peristiwa itu terjadi pada 7 Januari lalu. Kemudian, Marin Laut 
(sebutan AL Malaysia) menangkap dan menyiksa karyawan PT Asiha 
Samudera yang sedang memperbaiki lampu suar sebagai rambu laut di 
Karang Unarang. Padahal, daerah di sebelah timur Pulau Sebatik itu 
berada di luar batas klaim Malaysia. 

Pulau Sebatik sendiri terletak di sebelah utara Kalimantan Timur. 
Pulau ini diduga mempunyai kandungan minyak yang cukup besar. 
Indonesia telah membuka sejumlah blok migas di wilayah itu. Di 
antaranya Blok Simenggaris, Blok Bengara I dan II, Blok Bangkudulis, 
Blok Tarakan, Blok Sembakung, dan Blok Bukat. 

Insiden paling baru terjadi Sabtu pekan lalu. Ketika itu, sebuah 
pesawat militer Malaysia Lnad Based Maritime Aircraft jenis 4 
Beechcraft B 200 T Super King berani memasuki wilayah perairan 
Indonesia sejauh tiga mil dan mendekati KRI Wiratno yang sedang 
berpatroli di sana. 

Di Laut Sulawesi, tepatnya di perairan sebelah timur Pulau 
Kalimantan, yang diklaim Malaysia itu, terdapat lokasi kegiatan 
eksplorasi minyak dan gas yang selama ini diperebutkan pemerintah 
Indonesia dan pemerintah Malaysia. Lokasi migas itu terbagi dalam dua 
blok, yakni Blok East Ambalat dan Blok Ambalat. 

Pengelolaan kedua blok tersebut diserahkan Indonesia kepada investor 
asing melalui sistem kontrak bagi hasil, 75 persen untuk pemerintah 
dan 25 persen untuk kontraktor. 

Blok East Ambalat dengan luas 4.175 kilometer persegi itu dikelola 
Unocal Indonesia Ventures Ltd sejak Desember 2004, sedangkan Blok 
Ambalat dikelola kontraktor migas asal Italia sejak 1999. Pemerintah 
RI sendiri telah memberikan konsesi blok minyak di kawasan timur 
Kalimantan tersebut kepada berbagai perusahaan minyak sejak 1967 
dengan dibukanya wilayah kerja yang dikelola Total Indonesia untuk 
Blok Bunyu. 

Wakil Ketua Komisi I dari FPDIP Sidarto Danusubroto mengungkapkan, 
meski kemampuan armada perang kita sangat memprihatinkan karena 
keterbatasan anggaran, pelanggaran wilayah perbatasan oleh negara 
tetangga -yang sudah sering terjadi- jangan dibiarkan terus. 
Pelanggaran tersebut, kata dia, tidak hanya terjadi di perairan, tapi 
juga di wilayah udara. Menurut dia, perlu ada suatu terobosan untuk 
menyikapi pelanggaran seperti itu. Misalnya, birokrasi komando.

"Bayangkan saja, untuk mengidentifikasi objek, seperti menanyakan 
siapa dan dari mana, patroli kita sering dicuekin. Mungkin, untuk 
tindakan tegas, seperti menembak, tidak perlu minta sampai izin lagi 
ke Jakarta," jelasnya.

Anggota lain dari Komisi I yang juga melontarkan dukungan atas gelar 
kekuatan militer Indonesia di Laut Sulawesi itu adalah Yudi 
Chrisnandy dan Happy Bone Zulkarnain. Keduanya dari FPG. Namun, 
mereka menyayangkan lemahnya kemampuan armada TNI-AL sehingga hanya 
dipandang sebelah mata oleh negara luar. 

Seperti diberitakan, TNI-AL sejak Senin lalu memulai operasi gelar 
kekuatan di Laut Sulawesi dengan mengerahkan tiga armada kapal 
perangnya, yaitu KRI Rencong, KRI Nuku, dan KRI Wiratno. Kemarin, 
Komando RI Kawasan Timur (Koarmatim) baru saja memberangkatkan KRI 
Tongkol dan KRI Karel Satsuit Tubun dari pangkalannya di Dermaga 
Ujung, Surabaya, ke Laut Sulawesi untuk memperkuat tiga KRI lain, 
yang telah lebih dulu berpatroli di sana. Satsuit Tubun merupakan KRI 
berukuran besar dengan peralatan relatif lebih canggih dibandingkan 
dengan empat KRI lain.

Dalam tanggapannya, Menhan Juwono Sudarsono tidak secara terang-
terangan menyatakan persetujuannya atas berbagai desakan anggota 
komisi I tersebut. Tapi, dia menekankan bahwa salah satu tugas 
pertahanan negara adalah melindungi daerah perbatasan dan mengamankan 
sumber daya alam (SDA), termasuk di bidang energy security. Mantan 
Wagub Lemhanas itu malah mengungkapkan kesepakatannya dengan anggota 
Komisi I DPR bahwa TNI- AL harus lebih didongkrak lagi kualitas 
teknologi, kemampuan prajurit, dan armadanya. 

"Ada 4.500 kilometer laut dari Sabang sampai Merauke dan 80 ribu 
kilometer panjang garis pantai yang harus dipantau dan diamankan oleh 
TNI. Sementara armada dan kemampuan persenjataannya terbatas. 
Singapura saja yang luasnya hanya 45 kilometer punya anggaran sampai 
USD 4 miliar," ujarnya pendek. 

Namun, dalam dua kali kesempatan wawancara dengan wartawan, yaitu di 
sela rehat dan di akhir raker, Juwono akhirnya memberikan keterangan 
gamblang seputar keberadaan sejumlah armada kapal perang di perairan 
perbatasan Laut Sulawesi. Dia mengakui, pengerahan beberapa KRI ke 
Laut Sulawesi sejak awal pekan ini bukan lagi sekadar patroli rutin 
pengamanan laut biasa. Tapi, sudah berstatus unjuk kekuatan akibat 
keadaan mendesak. 

Keadaan mendesak yang dimaksud Juwono adalah mencuatnya kasus 
pemberian konsesi minyak (production sharing contracts) di Laut 
Sulawesi -perairan sebelah timur Pulau Kalimantan- oleh Petronas 
kepada perusahaan minyak Shell yang dilakukan 16 Februari lalu. 
Terlebih, praktik itu diprotes keras secara resmi oleh Indonesia 
melalui Departemen Luar Negeri. 

Menurut Juwono, yang dilakukan TNI-AL saat ini adalah suatu bentuk 
naval diplomacy. Unjuk kekuatan maritim dan gelar pasukan di Laut 
Sulawesi itu diharapkan bisa membuat segan Malaysia. Pada akhirnya, 
upaya diplomatik yang sedang dan akan dilakukan pemerintah RI 
terhadap pemerintah Malaysia bisa semakin mulus. 

"Tuntutan diplomatik berupa kekuatan kata-kata baru berbobot kalau 
didukung juga dengan gelar kekuatan nyata. Tentu secara 
proporsional," bebernya. Mantan Dubes RI di Inggris itu mengatakan, 
upaya diplomatik untuk menghentikan manuver Malaysia di perairan 
Indonesia akan langsung dipimpin Menteri Luar Negeri Nur Hasan 
Wirajuda begitu menuntaskan kunjungan kerjanya dari India. 

Juwono sendiri mengaku, untuk sementara, belum bisa mengambil 
inisiatif apa pun dalam persoalan itu karena semua hal yang berkaitan 
dengan hubungan luar negeri penjurunya adalah Deplu. "Jadi, kita 
tunggu saja Pak Menlu kembali. Deplu ujung tombak penyelesaian hal 
ini." (arm)







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: