** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** MEDIA INDONESIA Senin, 14 Maret 2005 OPINI Malaysia Menuju Neokolonialisme? Anhar Gonggong, Sejarawan SETELAH Sipadan-Ligitan 'diberikan' kepada Kerajaan Malaysia melalui Mahkamah Internasional, maka apakah nanti (beberapa tahun yang tidak lama) bangsa Indonesia akan kehilangan lagi wilayahnya yang terletak di Laut Sulawesi, yaitu Blok Ambalat? Karena tampaknya dengan hendak 'mencaplok' Blok Ambalat itu, 'Malaysia --meminjam editorial Media Indonesia (5/3)-- akan menjadi negara yang ekspansionis'. Dugaan Media Indonesia itu dapat melahirkan persoalan besar di Asia Tenggara (Asteng) yang telah membangun 'hidup damai bersama' dengan organisasi ASEAN-nya, yang justru dengan sponsor utama Indonesia-Malaysia, setelah konfrontasi berakhir, 1968. Ketika sidang BPUPKI membicarakan wilayah negara Indonesia, kelak jika merdeka, maka terjadi pembicaraan tentang batas wilayah negara. Dengan berargumentasi berdasar latar sejarah, misalnya, anggota Kiai Abdul Kahar dan Muhammad Yamin 'menghendaki' agar Semenanjung Malaya menjadi bagian dari NKRI. Tentang ini anggota Kiai AK Moezakir menyatakan, "...untuk menyelamatkan sebidang tanah yang ditempati oleh bangsa kita, bangsa Melayu, yang tinggal di Semenanjung Melayu. Baiklah mereka kita masukkan dalam tanah air kita dengan kerelaan mereka, dengan sukarela mereka, yang telah lama mencita-citakan kesatuan dengan kita". Sedangkan Yamin menyatakan, "Dengan ringkas saya terangkan lagi, bahwa kita tetap berpendirian supaya daerah negara Indonesia meliputi daerah Melayu...". Pembicaraan itu dilakukan pada sidang BPUPKI, 10 Juli 1945. Tetapi tentu saja pembicaraan kedua tokoh itu tidak realistis. Karena bagaimanapun Semenanjung Malaya dan Borneo Utara yang dijajah Inggris, tidak mungkin, dapat dilepaskan dari pengaruh Inggris. Dengan latar penjajah yang berbeda, tentu saja kedua wilayah yang kini menjadi Kerajaan Malaysia itu, tidaklah mungkin menjadi wilayah Republik Indonesia. Fase historis selanjutnya dijalani oleh kedua negara yang sering menggunakan istilah simbolis 'serumpun', setelah merdeka ialah terjadinya interaksi sejarah 'yang negatif'. Yang saya maksud ialah terjadinya konfrontasi. Ketika Kerajaan Malaya 'dimerdekakan' oleh Inggris pada tahun 1957, maka kemudian timbul ide untuk memperkuat posisi negara di Semenanjung Malaya, Borneo, dan Singapura. Caranya ialah dengan menggabungkan negara-negara bekas jajahan Kerajaan Semenanjung Malaya, Borneo Utara dan Singapura (tetapi Singapura kemudian keluar) menjadi satu kerajaan berbentuk federasi. Kehendak ini kemudian terwujud pada 31 Agustus 1963, dan nama negara itu ialah Kerajaan Malaysia dengan perdana menterinya yang pertama, Tengku Abdurrahman. Presiden NKRI (yang memang salah seorang tokoh yang "sangat anti imperialis-kolonialisme" memandang langkah membentuk Kerajaan Malaysia itu, sebagai sebuah proyek Inggris -- untuk membangun proyek neokolonialisme (nekolim)-nya di Asteng. Dengan pandangannya itu, Presiden Soekarno melakukan 'kampanye' anti proyek nekolim negara Malaysia, ia bahkan memobilisasi kekuatan di dalam negeri untuk melakukan konfrontasi terhadap proyek nekolim Inggris itu. Slogan 'Ganyang Malaysia' merupakan 'teriakan' politik keseharian sejak 1963-1965, saat kejatuhan Soekarno sebagai Presiden NKRI. Konfrontasi kemudian berakhir. Tun Abdul Razak-Adam Malik yang tentu saja didukung oleh Jenderal Soeharto, menandatangani pakta damai bersama Indonesia-Malaysia. Selama kekuasaan Jenderal Soeharto (Orde Baru) dan PM Mahathir Mohammad, tampak hubungan Indonesia-Malaysia berlangsung dengan tenang-damai. Masing-masing pemimpin tampak bekerja keras untuk meningkatkan pembangunan negara dan kesejahteraan rakyatnya. Tetapi di tengah-tengah situasi itu, tiba-tiba datang 'badai krisis' moneter (krismon) yang menghantam Asteng. Ekonomi Asteng tampak 'terkulai', tak berdaya. Datang uluran tangan IMF dan Bank Dunia untuk membantu. Indonesia menerima, tetapi tetap saja tak terlepas dari belitan krisis, bahkan sampai sekarang. Sebaliknya dengan Malaysia; Mahathir menolak uluran tangan IMF, tetapi bertahan melawan krismon. Bahkan berhasil keluar dari belitan krismon dan menjadi negara di Asteng yang paling 'stabil' perekonomiannya. Rakyat Malaysia menikmati 'kemakmuran hidup ekonominya'. Di tengah-tengah situasi itu, tampillah masalah perbatasan yang menyangkut letak Pulau Sipadan-Ligitan. Lama dirundingkan. Tetapi tidak berhasil. Di tengah-tengah situasi sengketa yang seharusnya kedua pihak tidak boleh mengambil tindakan yang bertujuan menguasai, pemerintah Malaysia malah menggiatkan langkah-langkahnya dengan membangun sejumlah proyek. Tampak langkah diplomasi kedua negara gagal dan mengalami jalan buntu. Akhirnya kedua belah pihak menyerahkan konfrontasinya kepada Mahkamah Internasional di Den Haag. Keputusannya, Pulau Sipadan-Ligitan 'diserahkan' kepada Malaysia. Tampaknya, Malaysia mengambil pelajaran dari kelemahan-kelemahan Indonesia berdasarkan pada penyelesaian masalah Sipadan-Ligitan yang membawa kemenangannya melalui hukum internasional itu. Di tengah kelemahan itu --dari diplomasi, ekonomi, sampai integrasi bangsa-- tampaknya PM Abdullah Badawai (Pak 'Lah) mencoba mengambil langkah untuk mendapatkan 'kemenangannya yang kedua'; yaitu dengan melangkah untuk 'mencaplok' pulau-pulau milik NKRI di Laut Sulawesi. Ada gejala-gejala menarik yang melatari tindakan Pak 'Lah tersebut. Gejala pertama, ia sedang membangun image dirinya sebagai pemimpin yang kuat dengan integritas diri yang kukuh. Hal ini sangat diperlukan untuk menghapus kelemahannya, yang selama ini tertutupi oleh 'kehebatan' Mahathir Mohammad yang digantikannya. Yang kedua, Malaysia sekarang adalah termasuk 'negara termakmur' di Asteng dengan kemampuan pertumbuhan ekonominya yang terus menaik. Dengan keadaannya yang demikian itu, maka daya tarik dari penganggur miskin di negara tetangganya, sangat besar. Ringgit 'seakan' mampu mengubah nasib mereka. Ketiga, berkaitan dengan gejala kedua itu, maka Indonesia merupakan 'penyumbang' imigran pencari kerja yang paling besar ke Malaysia. Dengan keadaan yang demikian ini, maka rakyat Malaysia memandang 'rendah' para pekerja Indonesia itu. Hal ini juga memberi dampak terhadap posisi NKRI di Asteng. Yang keempat, tampaknya pemerintah Malaysia di bawah PM Abdullah Badawi meliha t kelemahan pemerintah dan rakyat Indonesia, termasuk kelemahan kekuatan angkatan perangnya (TNI) sebagai hal yang akan 'mempermudah' langkah-langkah pencaplokannya terhadap wilayah NKRI. Analisis terhadap kelemahan-kelemahan NKRI itu, memberi dorongan mereka terhadap semangat neokolonialisme, yaitu menyerang lawan--dan tentu saja kemudian menguasainya-- di saat berada pada keadaan posisi yang paling lemah. Inilah gejala yang menampakkan Malaysia sedang 'mempersiapkan' diri menuju ke neokolonialisme di Asteng. Secara historis, bagi sebuah negara yang bernafsu imperialis-kolonialis, solusi bagi permasalahan yang 'diciptakannya', ialah akan memenangkannya. Jika jalan pikiran kolonialis ini yang dipegang oleh pemerintah Malaysia, maka pasti tidak akan ada penyelesaian dalam jangka waktu singkat. Bahkan mungkin tidak akan pernah ada solusi, dan sengketa sengaja akan digantung! Tetapi jika pemerintah Malaysia memang masih tetap menghendaki situasi damai dan hidup bertetangga baik dengan Indonesia, maka sebaiknyalah mereka membuang tujuan ekspansionisnya. Sebab, selemah apa pun bangsa-negara Indonesia dewasa ini, mungkin masih ada yang akan dibangunnya dan dimilikinya, yaitu harga diri. Sejarah menunjukkan, ketika sebuah bangsa-negara berhasil membangun harga dirinya, maka ia mampu 'membolak-balik dunia'. Harga diri bangsa Indonesialah yang menjadi kekuatannya untuk mengambil kemerdekaan dengan darah dan nyawanya! Akankah ini berulang dengan rencana ekspansionis Malaysia? Hari depan sejarah yang akan menjadi penyaksi!*** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **