[list_indonesia] [ppiindia] Malaysia Menuju Neokolonialisme?

  • From: "Mohammad Ali Edwin" <mohammad.edwin@xxxxxxxxx>
  • To: "PPI-India" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Wed, 23 Mar 2005 11:46:48 +0700

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

> Malaysia Menuju Neokolonialisme?
>
> Anhar Gonggong: Sejarawan
> SETELAH Sipadan-Ligitan 'diberikan' kepada Kerajaan Malaysia melalui
Mahkamah Internasional, maka apakah nanti (beberapa tahun yang tidak lama)
bangsa Indonesia akan kehilangan lagi wilayahnya yang terletak di Laut
Sulawesi, yaitu Blok Ambalat? Karena tampaknya dengan hendak 'mencaplok'
Blok Ambalat itu, 'Malaysia --meminjam editorial Media Indonesia (5/3)-- 
akan menjadi negara yang ekspansionis'. Dugaan Media Indonesia itu dapat
melahirkan persoalan besar di Asia Tenggara (Asteng) yang telah membangun
'hidup damai bersama' dengan organisasi ASEAN-nya, yang justru dengan
sponsor utama Indonesia-Malaysia, setelah konfrontasi berakhir, 1968.
>
> Ketika sidang BPUPKI membicarakan wilayah negara Indonesia, kelak jika
merdeka, maka terjadi pembicaraan tentang batas wilayah negara. Dengan
berargumentasi berdasar latar sejarah, misalnya, anggota Kiai Abdul Kahar
dan Muhammad Yamin 'menghendaki' agar Semenanjung Malaya menjadi bagian dari
NKRI. Tentang ini anggota Kiai AK Moezakir menyatakan, "...untuk
menyelamatkan sebidang tanah yang ditempati oleh bangsa kita, bangsa Melayu,
yang tinggal di Semenanjung Melayu. Baiklah mereka kita masukkan dalam tanah
air kita dengan kerelaan mereka, dengan sukarela mereka, yang telah lama
mencita-citakan kesatuan dengan kita". Sedangkan Yamin menyatakan, "Dengan
ringkas saya terangkan lagi, bahwa kita tetap berpendirian supaya daerah
negara Indonesia meliputi daerah Melayu...". Pembicaraan itu dilakukan pada
sidang BPUPKI, 10 Juli 1945.
>
> Tetapi tentu saja pembicaraan kedua tokoh itu tidak realistis. Karena
bagaimanapun Semenanjung Malaya dan Borneo Utara yang dijajah Inggris, tidak
mungkin, dapat dilepaskan dari pengaruh Inggris. Dengan latar penjajah yang
berbeda, tentu saja kedua wilayah yang kini menjadi Kerajaan Malaysia itu,
tidaklah mungkin menjadi wilayah Republik Indonesia.
>
> Fase historis selanjutnya dijalani oleh kedua negara yang sering
menggunakan istilah simbolis 'serumpun', setelah merdeka ialah terjadinya
interaksi sejarah 'yang negatif'. Yang saya maksud ialah terjadinya
konfrontasi. Ketika Kerajaan Malaya 'dimerdekakan' oleh Inggris pada tahun
1957, maka kemudian timbul ide untuk memperkuat posisi negara di Semenanjung
Malaya, Borneo, dan Singapura. Caranya ialah dengan menggabungkan
negara-negara bekas jajahan Kerajaan Semenanjung Malaya, Borneo Utara dan
Singapura (tetapi Singapura kemudian keluar) menjadi satu kerajaan berbentuk
federasi. Kehendak ini kemudian terwujud pada 31 Agustus 1963, dan nama
negara itu ialah Kerajaan Malaysia dengan perdana menterinya yang pertama,
Tengku Abdurrahman.
>
> Presiden NKRI (yang memang salah seorang tokoh yang "sangat anti
imperialis-kolonialisme" memandang langkah membentuk Kerajaan Malaysia itu,
sebagai sebuah proyek Inggris -- untuk membangun proyek neokolonialisme
(nekolim)-nya di Asteng. Dengan pandangannya itu, Presiden Soekarno
melakukan 'kampanye' anti proyek nekolim negara Malaysia, ia bahkan
memobilisasi kekuatan di dalam negeri untuk melakukan konfrontasi terhadap
proyek nekolim Inggris itu. Slogan 'Ganyang Malaysia' merupakan 'teriakan'
politik keseharian sejak 1963-1965, saat kejatuhan Soekarno sebagai Presiden
NKRI.
>
> Konfrontasi kemudian berakhir. Tun Abdul Razak-Adam Malik yang tentu saja
didukung oleh Jenderal Soeharto, menandatangani pakta damai bersama
Indonesia-Malaysia. Selama kekuasaan Jenderal Soeharto (Orde Baru) dan PM
Mahathir Mohammad, tampak hubungan Indonesia-Malaysia berlangsung dengan
tenang-damai. Masing-masing pemimpin tampak bekerja keras untuk meningkatkan
pembangunan negara dan kesejahteraan rakyatnya.
>
> Tetapi di tengah-tengah situasi itu, tiba-tiba datang 'badai krisis'
moneter (krismon) yang menghantam Asteng. Ekonomi Asteng tampak 'terkulai',
tak berdaya. Datang uluran tangan IMF dan Bank Dunia untuk membantu.
Indonesia menerima, tetapi tetap saja tak terlepas dari belitan krisis,
bahkan sampai sekarang. Sebaliknya dengan Malaysia; Mahathir menolak uluran
tangan IMF, tetapi bertahan melawan krismon. Bahkan berhasil keluar dari
belitan krismon dan menjadi negara di Asteng yang paling 'stabil'
perekonomiannya. Rakyat Malaysia menikmati 'kemakmuran hidup ekonominya'.
>
> Di tengah-tengah situasi itu, tampillah masalah perbatasan yang menyangkut
letak Pulau Sipadan-Ligitan. Lama dirundingkan. Tetapi tidak berhasil. Di
tengah-tengah situasi sengketa yang seharusnya kedua pihak tidak boleh
mengambil tindakan yang bertujuan menguasai, pemerintah Malaysia malah
menggiatkan langkah-langkahnya dengan membangun sejumlah proyek. Tampak
langkah diplomasi kedua negara gagal dan mengalami jalan buntu. Akhirnya
kedua belah pihak menyerahkan konfrontasinya kepada Mahkamah Internasional
di Den Haag. Keputusannya, Pulau Sipadan-Ligitan 'diserahkan' kepada
Malaysia.
>
> Tampaknya, Malaysia mengambil pelajaran dari kelemahan-kelemahan Indonesia
berdasarkan pada penyelesaian masalah Sipadan-Ligitan yang membawa
kemenangannya melalui hukum internasional itu. Di tengah kelemahan
itu --dari diplomasi, ekonomi, sampai integrasi bangsa-- tampaknya PM
Abdullah Badawai (Pak 'Lah) mencoba mengambil langkah untuk mendapatkan
'kemenangannya yang kedua'; yaitu dengan melangkah untuk 'mencaplok'
pulau-pulau milik NKRI di Laut Sulawesi.
>
> Ada gejala-gejala menarik yang melatari tindakan Pak 'Lah tersebut. Gejala
pertama, ia sedang membangun image dirinya sebagai pemimpin yang kuat dengan
integritas diri yang kukuh. Hal ini sangat diperlukan untuk menghapus
kelemahannya, yang selama ini tertutupi oleh 'kehebatan' Mahathir Mohammad
yang digantikannya. Yang kedua, Malaysia sekarang adalah termasuk 'negara
termakmur' di Asteng dengan kemampuan pertumbuhan ekonominya yang terus
menaik. Dengan keadaannya yang demikian itu, maka daya tarik dari penganggur
miskin di negara tetangganya, sangat besar. Ringgit 'seakan' mampu mengubah
nasib mereka. Ketiga, berkaitan dengan gejala kedua itu, maka Indonesia
merupakan 'penyumbang' imigran pencari kerja yang paling besar ke Malaysia.
Dengan keadaan yang demikian ini, maka rakyat Malaysia memandang 'rendah'
para pekerja Indonesia itu. Hal ini juga memberi dampak terhadap posisi NKRI
di Asteng. Yang keempat, tampaknya pemerintah Malaysia di bawah PM Abdullah
Badawi melihat kelemahan pemerintah dan rakyat Indonesia, termasuk kelemahan
kekuatan angkatan perangnya (TNI) sebagai hal yang akan 'mempermudah'
langkah-langkah pencaplokannya terhadap wilayah NKRI.
>
> Analisis terhadap kelemahan-kelemahan NKRI itu, memberi dorongan mereka
terhadap semangat neokolonialisme, yaitu menyerang lawan--dan tentu saja
kemudian menguasainya-- di saat berada pada keadaan posisi yang paling
lemah. Inilah gejala yang menampakkan Malaysia sedang 'mempersiapkan' diri
menuju ke neokolonialisme di Asteng.
>
> Secara historis, bagi sebuah negara yang bernafsu imperialis-kolonialis,
solusi bagi permasalahan yang 'diciptakannya', ialah akan memenangkannya.
Jika jalan pikiran kolonialis ini yang dipegang oleh pemerintah Malaysia,
maka pasti tidak akan ada penyelesaian dalam jangka waktu singkat. Bahkan
mungkin tidak akan pernah ada solusi, dan sengketa sengaja akan digantung!
>
> Tetapi jika pemerintah Malaysia memang masih tetap menghendaki situasi
damai dan hidup bertetangga baik dengan Indonesia, maka sebaiknyalah mereka
membuang tujuan ekspansionisnya. Sebab, selemah apa pun bangsa-negara
Indonesia dewasa ini, mungkin masih ada yang akan dibangunnya dan
dimilikinya, yaitu harga diri. Sejarah menunjukkan, ketika sebuah
bangsa-negara berhasil membangun harga dirinya, maka ia mampu
'membolak-balik dunia'. Harga diri bangsa Indonesialah yang menjadi
kekuatannya untuk mengambil kemerdekaan dengan darah dan nyawanya! Akankah
ini berulang dengan rencana ekspansionis Malaysia? Hari depan sejarah yang
akan menjadi penyaksi!***
>
> fwd by Redaksi from Media Indonesia, Senin, 14 Maret 2005



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: