[list_indonesia] Nasionalisme Sempit - Re: [ppiindia] Malaysia Menuju Neokolonialisme?

  • From: A Nizami <nizaminz@xxxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Tue, 22 Mar 2005 21:00:18 -0800 (PST)

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

Kalau mau perang, seharusnya Indonesia perang saja
sekalian dengan Singapura.
Kenapa?
Karena dengan uang, Singapura menguasai satelit
Indonesia berikut wilayah udara dan frekuensinya.

Dengan uang, Singapura menambah luas wilayahnya
sebesar 100 km2 dgn membeli pasir dari Indonesia,
sementara luas Indonesia berkurang. Kepikir nggak tuh?

Dengan uang, Singapura membuang limbah beracun yang
dapat mematikan rakyat Indonesia ke Indonesia.

Saya lihat sekarang timbul nasionalisme sempit atau
ashobiyyah.

Orang Sumatera dan Kalimantan sesuku dan satu bahasa
dengan Malaysia. Bentuk tubuh mereka sama. Tapi karena
beda negara, mereka beda bangsa.

Tapi orang Papua beda suku, beda bahasa, dan beda pula
rupanya dengan orang Sumatera dan Kalimantan. Tapi
karena satu negara, mereka satu bangsa.

Jadi nasionalisme adalah paham yang tidak jelas.
Terjadi hanya karena faktor penjajahan. Karena
Malaysia dijajah Inggris, mereka jadi bangsa Malaysia.
Karena Indonesia dijajah belanda, kita jadi bangsa
Indonesia.

Stop ashobiyyah atau nasionalisme sempit ala Hitler.
Jalin ukhuwah Islamiyyah.

Islam satu di seluruh dunia!

--- Mohammad Ali Edwin <mohammad.edwin@xxxxxxxxx>
wrote:

> > Malaysia Menuju Neokolonialisme?
> >
> > Anhar Gonggong: Sejarawan
> > SETELAH Sipadan-Ligitan 'diberikan' kepada
> Kerajaan Malaysia melalui
> Mahkamah Internasional, maka apakah nanti (beberapa
> tahun yang tidak lama)
> bangsa Indonesia akan kehilangan lagi wilayahnya
> yang terletak di Laut
> Sulawesi, yaitu Blok Ambalat? Karena tampaknya
> dengan hendak 'mencaplok'
> Blok Ambalat itu, 'Malaysia --meminjam editorial
> Media Indonesia (5/3)-- 
> akan menjadi negara yang ekspansionis'. Dugaan Media
> Indonesia itu dapat
> melahirkan persoalan besar di Asia Tenggara (Asteng)
> yang telah membangun
> 'hidup damai bersama' dengan organisasi ASEAN-nya,
> yang justru dengan
> sponsor utama Indonesia-Malaysia, setelah
> konfrontasi berakhir, 1968.
> >
> > Ketika sidang BPUPKI membicarakan wilayah negara
> Indonesia, kelak jika
> merdeka, maka terjadi pembicaraan tentang batas
> wilayah negara. Dengan
> berargumentasi berdasar latar sejarah, misalnya,
> anggota Kiai Abdul Kahar
> dan Muhammad Yamin 'menghendaki' agar Semenanjung
> Malaya menjadi bagian dari
> NKRI. Tentang ini anggota Kiai AK Moezakir
> menyatakan, "...untuk
> menyelamatkan sebidang tanah yang ditempati oleh
> bangsa kita, bangsa Melayu,
> yang tinggal di Semenanjung Melayu. Baiklah mereka
> kita masukkan dalam tanah
> air kita dengan kerelaan mereka, dengan sukarela
> mereka, yang telah lama
> mencita-citakan kesatuan dengan kita". Sedangkan
> Yamin menyatakan, "Dengan
> ringkas saya terangkan lagi, bahwa kita tetap
> berpendirian supaya daerah
> negara Indonesia meliputi daerah Melayu...".
> Pembicaraan itu dilakukan pada
> sidang BPUPKI, 10 Juli 1945.
> >
> > Tetapi tentu saja pembicaraan kedua tokoh itu
> tidak realistis. Karena
> bagaimanapun Semenanjung Malaya dan Borneo Utara
> yang dijajah Inggris, tidak
> mungkin, dapat dilepaskan dari pengaruh Inggris.
> Dengan latar penjajah yang
> berbeda, tentu saja kedua wilayah yang kini menjadi
> Kerajaan Malaysia itu,
> tidaklah mungkin menjadi wilayah Republik Indonesia.
> >
> > Fase historis selanjutnya dijalani oleh kedua
> negara yang sering
> menggunakan istilah simbolis 'serumpun', setelah
> merdeka ialah terjadinya
> interaksi sejarah 'yang negatif'. Yang saya maksud
> ialah terjadinya
> konfrontasi. Ketika Kerajaan Malaya 'dimerdekakan'
> oleh Inggris pada tahun
> 1957, maka kemudian timbul ide untuk memperkuat
> posisi negara di Semenanjung
> Malaya, Borneo, dan Singapura. Caranya ialah dengan
> menggabungkan
> negara-negara bekas jajahan Kerajaan Semenanjung
> Malaya, Borneo Utara dan
> Singapura (tetapi Singapura kemudian keluar) menjadi
> satu kerajaan berbentuk
> federasi. Kehendak ini kemudian terwujud pada 31
> Agustus 1963, dan nama
> negara itu ialah Kerajaan Malaysia dengan perdana
> menterinya yang pertama,
> Tengku Abdurrahman.
> >
> > Presiden NKRI (yang memang salah seorang tokoh
> yang "sangat anti
> imperialis-kolonialisme" memandang langkah membentuk
> Kerajaan Malaysia itu,
> sebagai sebuah proyek Inggris -- untuk membangun
> proyek neokolonialisme
> (nekolim)-nya di Asteng. Dengan pandangannya itu,
> Presiden Soekarno
> melakukan 'kampanye' anti proyek nekolim negara
> Malaysia, ia bahkan
> memobilisasi kekuatan di dalam negeri untuk
> melakukan konfrontasi terhadap
> proyek nekolim Inggris itu. Slogan 'Ganyang
> Malaysia' merupakan 'teriakan'
> politik keseharian sejak 1963-1965, saat kejatuhan
> Soekarno sebagai Presiden
> NKRI.
> >
> > Konfrontasi kemudian berakhir. Tun Abdul
> Razak-Adam Malik yang tentu saja
> didukung oleh Jenderal Soeharto, menandatangani
> pakta damai bersama
> Indonesia-Malaysia. Selama kekuasaan Jenderal
> Soeharto (Orde Baru) dan PM
> Mahathir Mohammad, tampak hubungan
> Indonesia-Malaysia berlangsung dengan
> tenang-damai. Masing-masing pemimpin tampak bekerja
> keras untuk meningkatkan
> pembangunan negara dan kesejahteraan rakyatnya.
> >
> > Tetapi di tengah-tengah situasi itu, tiba-tiba
> datang 'badai krisis'
> moneter (krismon) yang menghantam Asteng. Ekonomi
> Asteng tampak 'terkulai',
> tak berdaya. Datang uluran tangan IMF dan Bank Dunia
> untuk membantu.
> Indonesia menerima, tetapi tetap saja tak terlepas
> dari belitan krisis,
> bahkan sampai sekarang. Sebaliknya dengan Malaysia;
> Mahathir menolak uluran
> tangan IMF, tetapi bertahan melawan krismon. Bahkan
> berhasil keluar dari
> belitan krismon dan menjadi negara di Asteng yang
> paling 'stabil'
> perekonomiannya. Rakyat Malaysia menikmati
> 'kemakmuran hidup ekonominya'.
> >
> > Di tengah-tengah situasi itu, tampillah masalah
> perbatasan yang menyangkut
> letak Pulau Sipadan-Ligitan. Lama dirundingkan.
> Tetapi tidak berhasil. Di
> tengah-tengah situasi sengketa yang seharusnya kedua
> pihak tidak boleh
> mengambil tindakan yang bertujuan menguasai,
> pemerintah Malaysia malah
> menggiatkan langkah-langkahnya dengan membangun
> sejumlah proyek. Tampak
> langkah diplomasi kedua negara gagal dan mengalami
> jalan buntu. Akhirnya
> kedua belah pihak menyerahkan konfrontasinya kepada
> Mahkamah Internasional
> di Den Haag. Keputusannya, Pulau Sipadan-Ligitan
> 'diserahkan' kepada
> Malaysia.
> >
> > Tampaknya, Malaysia mengambil pelajaran dari
> kelemahan-kelemahan Indonesia
> berdasarkan pada penyelesaian masalah
> Sipadan-Ligitan yang membawa
> kemenangannya melalui hukum internasional itu. Di
> tengah kelemahan
> itu --dari diplomasi, ekonomi, sampai integrasi
> bangsa-- tampaknya PM
> Abdullah Badawai (Pak 'Lah) mencoba mengambil
> langkah untuk mendapatkan
> 'kemenangannya yang kedua'; yaitu dengan melangkah
> untuk 'mencaplok'
> pulau-pulau milik NKRI di Laut Sulawesi.
> >
> > Ada gejala-gejala menarik yang melatari tindakan
> Pak 'Lah tersebut. Gejala
> pertama, ia sedang membangun image dirinya sebagai
> pemimpin yang kuat dengan
> integritas diri yang kukuh. Hal ini sangat
> diperlukan untuk menghapus
> kelemahannya, yang selama ini tertutupi oleh
> 'kehebatan' Mahathir Mohammad
> yang digantikannya. Yang kedua, Malaysia sekarang
> adalah termasuk 'negara
> termakmur' di Asteng dengan kemampuan pertumbuhan
> ekonominya yang terus
> menaik. Dengan keadaannya yang demikian itu, maka
> daya tarik dari penganggur
> miskin di negara tetangganya, sangat besar. Ringgit
> 'seakan' mampu mengubah
> nasib mereka. Ketiga, berkaitan dengan gejala kedua
> itu, maka Indonesia
> merupakan 'penyumbang' imigran pencari kerja yang
> paling besar ke Malaysia.
> Dengan keadaan yang demikian ini, maka rakyat
> Malaysia memandang 'rendah'
> para pekerja Indonesia itu. Hal ini juga memberi
> dampak terhadap posisi NKRI
> di Asteng. Yang keempat, tampaknya pemerintah
> Malaysia di bawah PM Abdullah
> Badawi melihat kelemahan pemerintah dan rakyat
> Indonesia, termasuk kelemahan
> kekuatan angkatan perangnya (TNI) sebagai hal yang
> akan 'mempermudah'
> langkah-langkah pencaplokannya terhadap wilayah
> NKRI.
> >
> > Analisis terhadap kelemahan-kelemahan NKRI itu,
> memberi dorongan mereka
> terhadap semangat neokolonialisme, yaitu menyerang
> lawan--dan tentu saja
> kemudian menguasainya-- di saat berada pada keadaan
> posisi yang paling
> lemah. Inilah gejala yang menampakkan Malaysia
> sedang 'mempersiapkan' diri
> menuju ke neokolonialisme di Asteng.
> >
> > Secara historis, bagi sebuah negara yang bernafsu
> imperialis-kolonialis,
> 
=== message truncated ===


Bacalah artikel tentang Islam di:
http://www.nizami.org


                
__________________________________ 
Do you Yahoo!? 
Yahoo! Small Business - Try our new resources site!
http://smallbusiness.yahoo.com/resources/ 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] Nasionalisme Sempit - Re: [ppiindia] Malaysia Menuju Neokolonialisme?