Penjaga Mercusuar, Sumpah Mati Berani Sepi Kompas/try harijono SAYA bersyukur, tidak seorang pun anak saya meneruskan kerja bapaknya menjadi penjaga mercusuar," kata Badawi (54) bersungguh-sungguh. Bukan berarti penjaga mercusuar merupakan pekerjaan yang kurang terhormat, justru penjaga mercusuar sangat dihormati nelayan dan nakhoda kapal. Tidak terbayang berapa banyak kapal yang bakal karam jika penjaga mercusuar tidak menjalankan tugasnya, menyalakan lampu suar setiap malam. Untunglah ada penjaga mercusuar yang disiplin menjalankan tugasnya sehingga ribuan kapal selamat dari bahaya karam atau tersesat di tengah lautan. Meskipun tugasnya sangat berat, penghargaan terhadap penjaga mercusuar sangatlah minim. Bukan cuma dari segi finansial, tetapi aspek keselamatan, kesehatan, dan bahkan jenjang karier penjaga mercusuar juga terabaikan. Sekali diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, seumur hidup dia akan tetap tinggal di pulau-pulau terpencil di tengah lautan. Badawi, misalnya, yang saat ini bertugas menjaga menara mercusuar di Pulau Edam atau Pulau Damar di gugusan Kepulauan Seribu Jakarta, sudah tinggal di pulau terpencil selama 37 tahun sejak dilantik menjadi PNS golongan I/a pada usia 17 tahun di tahun 1964 hingga menjelang pensiun tahun 2003. Hanya empat bulan sekali dia dijemput kapal Departemen Perhubungan untuk ke darat selama sebulan sebelum dipindahkan ke pulau lain dengan tugas sama, menjaga menara dan menyalakan lampu mercusuar. "Sampai punya anak empat, tidak pernah sekali pun menunggui istri melahirkan," ujarnya dengan suara lirih. SEBAGIAN besar waktu penjaga mercusuar dihabiskan di pulau-pulau terpencil di tengah laut dengan hanya berteman ombak dan terpaan angin. Tidak gampang mendapatkan air tawar di pulau terpencil seperti itu sehingga untuk mandi dan kebutuhan minum sehari-hari, petugas mengandalkan tadahan air hujan. Kalaupun terjadi kemarau panjang, untuk minum terpaksa minum air kelapa. "Kalau terus-terusan minum air kelapa, bisa batuk dan perut kembung," kata Intan Suratna (45), yang sudah belasan tahun menjadi penjaga mercusuar. Tinggal di pulau terpencil risikonya tidaklah ringan, terutama terserang penyakit malaria tropika karena tinggal di tepi hutan di tengah pulau terpencil. Tidak ada obat yang disediakan pemerintah. "Biasanya petugas yang tinggal di pulau-pulau terpencil menanam sendiri tumbuhan obat tradisional," kata Intan Suratna. Jika terserang malaria, misalnya, penderita membuat air rebusan daun pepaya yang rasanya pahit lalu ditambah sedikit garam. Kalaupun belum sembuh dan kondisi penderita cukup parah, biasanya sesama penjaga mercusuar dengan menggunakan radio SSB meminta pertolongan kepada petugas di darat agar segera disediakan kapal untuk mengangkut pasien. Permintaan itu pun belum tentu bisa dilakukan jika laut sedang pasang atau tidak ada kapal yang berani melaut. Akhirnya, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, petugas mercusuar yang terserang malaria jiwanya tidak tertolong dan meninggal di tempat tugas di pulau terpencil. Jenazahnya baru bisa dibawa ke darat tiga hari kemudian karena kesulitan mendapatkan kapal. *** DI Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok, terdapat 27 menara mercusuar yang tersebar di tiga wilayah, Selat Bangka, Selat Belitung, dan Selat Sunda. Setiap menara mercusuar dijaga lima orang yang masing-masing bertugas selama empat bulan di satu lokasi, kemudian pada akhir masa tugas dijemput kapal Departemen Perhubungan untuk digilir ke lokasi lain selama empat bulan berikutnya. Lokasi paling favorit adalah Pulau Edam atau Pulau Damar di Kepulauan Seribu karena jaraknya cukup dekat dari Jakarta, cuma sekitar dua jam menggunakan kapal nelayan dari Muara Angke. Selain kondisi menara setinggi 52 meter dan berumur 123 tahun peninggalan Raja Willem III tahun 1879 ini masih sangat baik, kondisi pulaunya sangat asri, walaupun pulau seluas empat hektar ini hanya dihuni lima petugas mercusuar, ular, ribuan nyamuk, dan puluhan biawak. Adapun lokasi "neraka" bagi petugas mercusuar antara lain Pulau Srutu di Kalimantan Barat karena mercusuar setinggi 20 meter berada di puncak gunung. Butuh tenaga luar biasa untuk mengangkut perbekalan termasuk solar sebagai bahan bakar mesin diesel dari pantai menuju puncak gunung sejauh lima kilometer. Begitu pun di Pulau Serdang di Selat Sunda, sekelilingnya berupa jurang batu sehingga petugas mercusuar tak bisa ke mana-mana jika tak ingin tergelincir masuk jurang di tengah lautan. Di Pulau Tempurung di Merak, Banten, kondisinya lebih parah lagi. Menara mercusuar menjulang persis pada sebongkah karang sehingga petugas mercusuar "terkurung" pada menara di tengah lautan. Bagaimanapun beragamnya kondisi tempat tugas penjaga mercusuar, mereka mempunyai kesulitan yang sama, gajinya sangat minim karena hanya pegawai negeri rendahan. "Mungkin sudah suratan takdir kami. Puluhan tahun mengabdi, gaji tak sampai satu juta, sedangkan anggota DPR atau DPRD yang baru beberapa bulan bekerja sudah mendapat gaji puluhan juta ditambah fasilitas rumah dan kendaraan," kata seorang penjaga mercusuar yang sudah lebih dari 20 tahun bekerja dan gajinya sekitar Rp 950.000 sebulan, belum dihitung berbagai potongan. Jangankan ngobyek untuk cari penghasilan tambahan, justru penjaga mercusuar sering mendapat "tugas" tambahan yang bersifat pengabdian. Paling sering menolong kapal nelayan yang terdampar karena terempas badai atau terkatung-katung kehabisan bahan bakar. Bahkan, jika ada mayat yang terdampar di pulau, dengan penuh pengabdian petugas mercusuar menguburkannya. Tidak mungkin lapor polisi atau membawa jenazah ke darat karena jarang ada kapal nelayan yang mendekat sekitar mercusuar. Oleh karena itu, jika tak memiliki rasa pengabdian dan keinginan menolong sesama, tak mungkin bisa tahan menjadi petugas menara mercusuar. Tidak salah jika ada pandangan mereka siap mengabdi untuk negeri bahkan rela mati di tempat sepi. -- Binary/unsupported file stripped by Ecartis -- -- Type: image/jpeg -- File: 0905ha01.jpg =============================================================== (C)opyright 1999-2002 UntirtaNet Milis ini dikelola oleh alumni Universitas Tirtayasa Banten - Indonesia dan terbuka untuk semua Civitas Academica Universitas Tirtayasa Banten Untuk berlangganan, kirim email ke: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx, dengan Subject 'Subscribe' atau lansung ke //www.freelists.org/cgi-bin/list? list_id=untirtanet Untuk kirim pesan: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx Please visit our Homepage: http://www.untirtanet.org ---------------------------------------------------------------------------