[UntirtaNet] Penjaga Mercusuar, Sumpah Mati Berani Sepi

  • From: "Irianto, Yayan" <yayantea@xxxxxxxxxxxxx>
  • To: <untirtanet@xxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Thu, 9 May 2002 17:46:38 -0400

Penjaga Mercusuar, Sumpah Mati Berani Sepi


      Kompas/try harijono

SAYA bersyukur, tidak seorang pun anak saya meneruskan kerja bapaknya
menjadi penjaga mercusuar," kata Badawi (54) bersungguh-sungguh. Bukan
berarti penjaga mercusuar merupakan pekerjaan yang kurang terhormat, justru
penjaga mercusuar sangat dihormati nelayan dan nakhoda kapal.

Tidak terbayang berapa banyak kapal yang bakal karam jika penjaga mercusuar
tidak menjalankan tugasnya, menyalakan lampu suar setiap malam. Untunglah
ada penjaga mercusuar yang disiplin menjalankan tugasnya sehingga ribuan
kapal selamat dari bahaya karam atau tersesat di tengah lautan.

Meskipun tugasnya sangat berat, penghargaan terhadap penjaga mercusuar
sangatlah minim. Bukan cuma dari segi finansial, tetapi aspek keselamatan,
kesehatan, dan bahkan jenjang karier penjaga mercusuar juga terabaikan.
Sekali diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di bawah Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, seumur hidup dia akan
tetap tinggal di pulau-pulau terpencil di tengah lautan.

Badawi, misalnya, yang saat ini bertugas menjaga menara mercusuar di Pulau
Edam atau Pulau Damar di gugusan Kepulauan Seribu Jakarta, sudah tinggal di
pulau terpencil selama 37 tahun sejak dilantik menjadi PNS golongan I/a pada
usia 17 tahun di tahun 1964 hingga menjelang pensiun tahun 2003.

Hanya empat bulan sekali dia dijemput kapal Departemen Perhubungan untuk ke
darat selama sebulan sebelum dipindahkan ke pulau lain dengan tugas sama,
menjaga menara dan menyalakan lampu mercusuar. "Sampai punya anak empat,
tidak pernah sekali pun menunggui istri melahirkan," ujarnya dengan suara
lirih.

SEBAGIAN besar waktu penjaga mercusuar dihabiskan di pulau-pulau terpencil
di tengah laut dengan hanya berteman ombak dan terpaan angin. Tidak gampang
mendapatkan air tawar di pulau terpencil seperti itu sehingga untuk mandi
dan kebutuhan minum sehari-hari, petugas mengandalkan tadahan air hujan.
Kalaupun terjadi kemarau panjang, untuk minum terpaksa minum air kelapa.

"Kalau terus-terusan minum air kelapa, bisa batuk dan perut kembung," kata
Intan Suratna (45), yang sudah belasan tahun menjadi penjaga mercusuar.

Tinggal di pulau terpencil risikonya tidaklah ringan, terutama terserang
penyakit malaria tropika karena tinggal di tepi hutan di tengah pulau
terpencil. Tidak ada obat yang disediakan pemerintah. "Biasanya petugas yang
tinggal di pulau-pulau terpencil menanam sendiri tumbuhan obat tradisional,"
kata Intan Suratna.

Jika terserang malaria, misalnya, penderita membuat air rebusan daun pepaya
yang rasanya pahit lalu ditambah sedikit garam. Kalaupun belum sembuh dan
kondisi penderita cukup parah, biasanya sesama penjaga mercusuar dengan
menggunakan radio SSB meminta pertolongan kepada petugas di darat agar
segera disediakan kapal untuk mengangkut pasien.

Permintaan itu pun belum tentu bisa dilakukan jika laut sedang pasang atau
tidak ada kapal yang berani melaut. Akhirnya, seperti yang terjadi beberapa
waktu lalu, petugas mercusuar yang terserang malaria jiwanya tidak tertolong
dan meninggal di tempat tugas di pulau terpencil. Jenazahnya baru bisa
dibawa ke darat tiga hari kemudian karena kesulitan mendapatkan kapal.


***
DI Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok, terdapat 27 menara mercusuar yang
tersebar di tiga wilayah, Selat Bangka, Selat Belitung, dan Selat Sunda.
Setiap menara mercusuar dijaga lima orang yang masing-masing bertugas selama
empat bulan di satu lokasi, kemudian pada akhir masa tugas dijemput kapal
Departemen Perhubungan untuk digilir ke lokasi lain selama empat bulan
berikutnya.

Lokasi paling favorit adalah Pulau Edam atau Pulau Damar di Kepulauan Seribu
karena jaraknya cukup dekat dari Jakarta, cuma sekitar dua jam menggunakan
kapal nelayan dari Muara Angke. Selain kondisi menara setinggi 52 meter dan
berumur 123 tahun peninggalan Raja Willem III tahun 1879 ini masih sangat
baik, kondisi pulaunya sangat asri, walaupun pulau seluas empat hektar ini
hanya dihuni lima petugas mercusuar, ular, ribuan nyamuk, dan puluhan
biawak.

Adapun lokasi "neraka" bagi petugas mercusuar antara lain Pulau Srutu di
Kalimantan Barat karena mercusuar setinggi 20 meter berada di puncak gunung.
Butuh tenaga luar biasa untuk mengangkut perbekalan termasuk solar sebagai
bahan bakar mesin diesel dari pantai menuju puncak gunung sejauh lima
kilometer.

Begitu pun di Pulau Serdang di Selat Sunda, sekelilingnya berupa jurang batu
sehingga petugas mercusuar tak bisa ke mana-mana jika tak ingin tergelincir
masuk jurang di tengah lautan. Di Pulau Tempurung di Merak, Banten,
kondisinya lebih parah lagi. Menara mercusuar menjulang persis pada
sebongkah karang sehingga petugas mercusuar "terkurung" pada menara di
tengah lautan.

Bagaimanapun beragamnya kondisi tempat tugas penjaga mercusuar, mereka
mempunyai kesulitan yang sama, gajinya sangat minim karena hanya pegawai
negeri rendahan. "Mungkin sudah suratan takdir kami. Puluhan tahun mengabdi,
gaji tak sampai satu juta, sedangkan anggota DPR atau DPRD yang baru
beberapa bulan bekerja sudah mendapat gaji puluhan juta ditambah fasilitas
rumah dan kendaraan," kata seorang penjaga mercusuar yang sudah lebih dari
20 tahun bekerja dan gajinya sekitar Rp 950.000 sebulan, belum dihitung
berbagai potongan.

Jangankan ngobyek untuk cari penghasilan tambahan, justru penjaga mercusuar
sering mendapat "tugas" tambahan yang bersifat pengabdian. Paling sering
menolong kapal nelayan yang terdampar karena terempas badai atau
terkatung-katung kehabisan bahan bakar.

Bahkan, jika ada mayat yang terdampar di pulau, dengan penuh pengabdian
petugas mercusuar menguburkannya. Tidak mungkin lapor polisi atau membawa
jenazah ke darat karena jarang ada kapal nelayan yang mendekat sekitar
mercusuar.

Oleh karena itu, jika tak memiliki rasa pengabdian dan keinginan menolong
sesama, tak mungkin bisa tahan menjadi petugas menara mercusuar. Tidak salah
jika ada pandangan mereka siap mengabdi untuk negeri bahkan rela mati di
tempat sepi.



-- Binary/unsupported file stripped by Ecartis --
-- Type: image/jpeg
-- File: 0905ha01.jpg


===============================================================
(C)opyright 1999-2002 UntirtaNet
Milis ini dikelola oleh alumni Universitas Tirtayasa Banten - Indonesia 
dan terbuka untuk semua Civitas Academica Universitas Tirtayasa Banten 
Untuk berlangganan, kirim email ke: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx, dengan  
Subject 'Subscribe' atau lansung ke  //www.freelists.org/cgi-bin/list?
list_id=untirtanet Untuk kirim pesan: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx
Please visit our Homepage: http://www.untirtanet.org
---------------------------------------------------------------------------

Other related posts:

  • » [UntirtaNet] Penjaga Mercusuar, Sumpah Mati Berani Sepi