Final Piala Thomas 1976, Permainan Penuh Inovasi FINAL Piala Thomas 1976 di Bangkok, Thailand, sebenarnya bukanlah final yang istimewa. Mengapa? Indonesia yang merupakan juara bertahan telah lima kali memenangi kejuaraan beregu putra itu sejak tahun 1958. Kesuksesan Indonesia hanya diselingi keberhasilan Malaysia merebut piala yang disumbangkan Sir George Thomas Bart tersebut pada tahun 1967. Itu pun bukan lewat pertarungan hingga pertandingan terakhir yang mendebarkan jantung dan mendirikan bulu roma. Piala Thomas ketika itu lepas karena referee menghentikan pertandingan dalam kedudukan 4-3 untuk Malaysia. Penyebabnya, wasit kehormatan Herbert Scheele menilai polah penonton Istora Senayan tidak dapat ditolerir dan sangat merugikan tim tamu. IBF kemudian memutuskan pertandingan sisa harus dilanjutkan di Selandia Baru. Indonesia menolak, dan terbanglah sang piala ke Kuala Lumpur. Kembali ke final atau saat itu dikenal sebagai Challenge Round 1976, apa yang dapat dilihat di sana? Yang jelas itulah pertama kali Indonesia mampu meraih kemenangan terbesar atas lawan di final untuk pertama kalinya. Malaysia digulung 9-0 tanpa mampu meraih kemenangan satu partai pun. Indonesia saat itu memang memiliki dream team. Kubu Indonesia diperkuat para juara-juara All England yang kala itu menjadi barometer tertinggi turnamen perseorangan dunia. Indonesia memiliki Rudy Hartono juara delapan kali, para pemain ganda Tjun Tjun, Johan Wahyudi, Christian Hadinata, dan Ade Chandra yang dalam empat tahun terakhir menjadi juara di Wembley. Indonesia juga membawa pemain muda dengan smes tercepat di dunia, Liem Swie King. Mereka adalah para pemain yang mampu mengubah permainan bulu tangkis dengan segala inovasi-inovasinya. Catat saja Rudy sebagai pemain yang pertama kali memperkenalkan pukulan over head smash. Bila shuttle cock melaju ke sisi kirinya, Rudy tidak mengambil lewat pukulan back hand sebagaimana lazimnya. Menghadapi itu Rudy malah menyondongkan tubuh lebih ke kiri dan memukul dengan cara fore hand. Bukan pukulan biasa, tetapi sebuah smes keras. Cara seperti itu kini dapat terlihat antara lain pada pemain muda berusia 17 tahun, Sony Dwi Kuncoro. King lebih gila lagi. Dia tidak mau menunggu pasif bola lambung meluncur jatuh untuk dismes. King memilih untuk jemput bola, meloncat dan memukul keras shuttle cock ketika tubuhnya masih melayang. King sendiri mengaku lupa-lupa ingat bagaimana awalnya dia bisa melakukan gaya yang dulu dijuluki sebagai King's smes dan kini dikenal dengan loncatan smes. "Mungkin cara seperti itu dulu kurang lazim ya," tuturnya. King memaparkan, pada dasarnya dia adalah pemain menyerang yang tidak menyukai bola-bola reli yang lamban. Agar permainan bisa berlangsung lebih cepat, King berusaha agar secepat mungkin menghampiri bola begitu masuk wilayah permainannya. Itu termasuk kalau bola masih melambung tinggi. "Saya maunya main cepat kalau bola dekat net saya serobot. Kalau bola di atas ya saya harus loncat agar tidak menunggu terlalu lama. Kalau bola sampai dekat permukaan kan nunggunya lebih lama," kata King. Tren permainan cepat dan penuh tenaga atau mengandalkan speed dan power juga dipopulerkan para pemain ganda. Ade Chandra mengisahkan, permainan seperti itu merupakan hasil rembukan dirinya dengan Christian, Tjun Tjun, dan Johan dan pelatih fisik Budiman WK. Kala itu, para pemain Eropa yang masih dominan masih gemar bermain cantik dengan reli-reli panjang dan penempatan-penempatan bola akurat. Ade dan teman-teman tidak suka yang seperti itu. Bagi mereka dalam olahraga tujuannya adalah kemenangan. Jadi itu harus dilakukan meski harus merusak "pakem" yang sudah digemari penonton. "Akhirnya kami putuskan kalau mau menang, harus main cepat tidak peduli dibilang bagus atau tidak. Bola dipukul keras terus dan menyerobotnya secepat mungkin saat datang. Itu hasil pemikiran kami para pemain saat itu," kenang Ade. Permainan seperti itu ternyata menuntut kemampuan refleks. Inilah yang menjadi perpaduan kemampuan Johan Wahyudi/Tjun Tjun dan Christian/Ade Chandra. "Ketika menemukan inspirasi untuk melatih refleks dalam bulu tangkis ganda yaitu pada saat melihat permainan tenis meja. Bola tenis meja yang bergerak lebih cepat daripada shuttle cock itu ternyata selalu dapat dikejar. Dari sini akhirnya diperoleh inspirasi refleks yang harus dilatih," kata Johan. Dibanding Tjun Tjun, Johan yang harus lebih melatih kemampuan itu, terutama untuk memperkuat kemampuan memukul bola kiri. Ia berlatih dengan memukul bola tersebut ke dinding. Di dinding diberi garis dengan ketinggian tertentu sebagai patokan titik pukulan bola. Tjun Tjun pada waktu itu lebih banyak bertugas untuk mencatat pukulan-pukulan Johan dengan waktu tertentu. Pada setiap menit ia berhasil memukul bola kiri ke tembok sebanyak sekitar 20 kali. Kemampuan refleks yang dilatih dengan cara seperti itu, karena bola kembali dari tembok selalu tidak beraturan. Kemampuan refleks ini sangat menunjang untuk mengembalikan pukulan bola keras, sehingga tidak terlambat dalam memukul balik. "Keberhasilan menjadi juara itu tidak hanya ditunjang dengan latihan di lapangan saja. Latihan pukulan ke dinding ini tidak pernah dilihat dan sangat menunjang peningkatan kemampuan di lapangan," kata Johan. Namun, untuk menang, terlebih dahulu harus mampu menganalisis kelemahan dan kelebihan lawan. Ia bersama Tjun Tjun selalu mencatat kelemahan dan kelebihan pemain-pemain yang akan menjadi lawan tanding mereka. Pada kesempatan meraih juara All England pada masa itu, Johan dan Tjun Tjun lebih sering memperoleh lawan dari negara-negara Eropa. Di antaranya Denmark, Swedia, dan Inggris. Kelemahan menonjol dari lawan-lawan tersebut, ketika harus mengembalikan smash body atau pukulan keras mengarah badan. Pukulan tersebut sulit dikembalikan oleh lawan, karena postur tubuh orang Eropa memang sulit untuk bergerak liat dan cepat ketika menerima smash body. Untuk menciptakan peluang smash body itu, menurut Johan, diawali dengan pukulan-pukulan cop (menukik tajam) dan drop shot (pukulan pendek mendekat jaring net). Biasanya, bola-bola pengembalian lawan menjadi peluang untuk mematikan dengan smash body tersebut. Ini kunci keberhasilan Johan dan Tjun Tjun pada masanya. =============================================================== (C)opyright 1999-2002 UntirtaNet Milis ini dikelola oleh alumni Universitas Tirtayasa Banten - Indonesia dan terbuka untuk semua Civitas Academica Universitas Tirtayasa Banten Untuk berlangganan, kirim email ke: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx, dengan Subject 'Subscribe' atau lansung ke //www.freelists.org/cgi-bin/list? list_id=untirtanet Untuk kirim pesan: untirtanet@xxxxxxxxxxxxx Please visit our Homepage: http://www.untirtanet.org ---------------------------------------------------------------------------