** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Mawar Merah Café Bandar: "TOTALISME DAN KONSISTENSI" SASTRAWAN. Istilah di atas, saya ambil dari artikel Rini Nurul Badariah [selanjutnya saya sebut dengan Rini] dalam artikelnya "PAT SANG INSPIRATOR", tulisan yang menurut keterangan Rini dibuatnya "sebagai jawaban atas pertanyaan redaksi Kompal Kampil dalam Lembar Baca Pramoedya edisi V, perihal hubungan karya-karya Pram dengan keprofesian" dan 'kemudian terbit di buku 'PAT dan Manifestasi Sastra (Malka, Bandung). ya Daniel Mahendra itu punggawanya'. [Lihat:Lampiran]. "Totalisme dan konsistensi" Pram sebagai sastrawan untuk hidup sebagai sastrawan dilihat oleh Rini sebagai 'inspirator' bagi dirinya yang mungkin memilih dunia sastra sebagai wilayah pilihan hidup. Saya kira Rini Dalam hal berbicara tentang 'totalitas dan konsistensi' Pram dalam memilih sastra sebagai dunia yang ia geluti , sekaligus sebagai sarana pengungkap diri, dengan segala konsekwensinya, sudah dibuktikan oleh apa yang sudah dilakukan oleh Pram dari masa ke masa. Baik ketika ia bebas mau pun pada saat ia berada di penjara atau pulau pembuangan Buru. 'Totalisme dan konsistensi' terhadap pilihan ini sebenarnya bukan monopoli Pram. Pram hanyalah salah satu dari sekian nama. Ia juga dilakukan oleh Rendra, Kus Hendratmo, Arifin C. Noer, Teguh Karya, oleh pelukis/pematung Amrus Natalsya, penyair AgamWispi alm., pemain-pemain ketoprak Krido Mardi Yogya, para pelukis dari berbagai sanggar di berbagai daerah, pemain-pemain Ludruk Marhaen, dan seniman-seniman lain yang akan menjadi deretan panjang, jika semua nama disebut, baik dari dalam negeri atau pun luar negeri. Dengan 'totalitas' ini bahkan tidak sedikit seniman yang membayar pilihan dan totalitas ini dengan nyawa seperti Cak Durasim atau Victor Jara dari Chile, Amerika Selatan, Julius Fucik dari Ceko, Ni Ehr dari Tiongkok, untuk menyebut beberapa nama saja. 'Totalitas' adalah sekaligus kesanggupan menanggung segala resiko atas pilihannya seperti yang dikatakan oleh Rini:" totalisme dan konsistensi adalah kunci sukses dalam segala profesi', walau pun agaknya Rini lebih menggarisbawahi pada segi materi [Lihat:Lampiran]. Barangkali bagi Teguh Karya, Arifin C. Noer, atau yang lain, 'totalisme' ini adalah 'totalisme' untuk memilih sebagai seniman, tapi bagi Pram, Victor Jara, Pablo Neruda, Pablo Picasso, Cak Durasim, pemain-pemain Ketoprak Krido Mardi, barangkali 'totalisme dan konsistensi' ini bukan hanya sebagai seniman, tapi juga 'totalisme' keberpihakan mereka kepada usaha memanusiawikan manusia , kehidupan dan masyarakat yang dalam istilah Lekra disebut sebagai 'seni untuk rakyat'. Artinya 'totalisme dan konsistensi' merekan berada setingkat lebih jauh, bukan hanya terletak pada pilihan memilih hidup sebagai seniman dengan segala konsekwensinya. Seniman bagi orang-orang seperti Pramoedya A.Toer, Pablo Neruda, Victor Jara, Cak Durasim, dan lain-lain sekaligus 'totalisme dan konsistensi' ide, hal yang agaknya dipungut dan dipegang teguh oleh cerpenis Surabaya, Mei Rosa ketika ia mengatakan bahwa dalam karya-karyanya ia selalu mencoba menyampaikan 'pesan kemanusiaan', 'pesan yang memanusiawikan manusia'. [Dokumen JJK]. 'Totalitas dan konsistensi' ide beginilah , saya kira, yang menjadikan Pram dan lain-menjadi Pram yang kita saksikan sekarang, sehingga mampu mengobah penjara dan pulau pembuangan sebagai ruang mencipta serta sanggup tak berkerdip menatap ajal pada matanya langsung. Saya tidak yakin, bahwa Pram dan orang semacam Pram berkarya hanya untuk berkarya tanpa membawa mimpi. Memilih hidup sebagai seniman bagi mereka bukan hanya kesanggupan menderita secara material. Kesanggupan ini lebih diperkentalkan oleh keberpihakan mereka pada usaha memanusiawikan manusia, misi sebagai mereka warga republik sastra-seni yang berdaulat. Tidak melihat masalah ini, saya kira, orang tidak utuh memahami Pram. Profesionalisme adalah soal tekhnis, ide dan mimpi adalah masalah keberpihakan, bagian tak terpisahkan dari 'totalisme dan konsistensi' seniman. Adakah seniman tanpa mimpi dan ide sebatas seni dalam pengertian tekhnis? Tentu saja ada, tapi saya mengkhawatirkan seniman tanpa mimpi tidak lain dari seorang tukang dan pedagang kelontong sekali pun diperlukan tapi tingkatnya sebatas pedagang kelontong yang banyak menggiurkan bocah-bocah.kanak-kanak. Saya sepakat bahwa menjadi seniman memerlukan 'totalisme dan konsistensi', tapi pendekatan saya bukan hanya dari segi material dan tekhnis, melainkan lebih menggarisbawahi pendekatan 'totalitas dan konsistensi' seniman sebagai warga republik berdaulat sastra-seni, pendekatan ide atau mimpi. Seniman tanpa ide dan mimpi saya katakan sebagai seniman kosong kepala dan kering hati. Seniman sebagai warga republik berdaulat sastra-seni, bagi saya adalah satu keutuhan dari seorang pemimpi, pengamat, pemikir dan berkemampuan tekhnis tinggi. Pada keutuhan inilah terletak kekuatan seorang seniman dan ia diperhitungkan dan mampu membuat perhitungan . *** Paris, Februari 2005. -------------------- JJ. Kusni Lampiran: PAT[i] SANG INSPIRATOR Tulisan ini saya buat sebagai jawaban atas pertanyaan redaksi Kompal Kampil dalam Lembar Baca Pramoedya edisi V, perihal hubungan karya-karya Pram dengan keprofesian. Saya menebalkan muka menyebut diri penulis, yang walaupun sudah berkecimpung selama hampir sepuluh tahun, masih jauh dari kaliber PAT. Sampai hari ini saya belum pernah membaca karyanya satu pun, namun setidaknya dapat menanggapi perkataan kakak saya yang bilang, "Kayaknya buku-buku Pramoedya Ananta Toer itu cukup ringan ya?" Saya juga bisa tertawa ketika seorang sahabat baik menyatakan minatnya untuk menikmati tulisan-tulisan PAT tetapi secara menggelikan keliru menyebut nama beliau dengan Ananta Pramoedya Toer. Banyak sudah ulasan, komentar, opini, dan sejenisnya yang saya baca di berbagai media mengenai PAT. Dari sekelumit cuplikan di masing-masing artikel tersebut, saya berkesimpulan bahwa kendati karya beliau berbau politik tapi bahasa dan kosakatanya cukup mudah dicerna. Dari hasil baca sana-sini itu, saya tahu bahwa PAT termasuk golongan sastra eksil seperti Utuy Tatang Sontani (bahkan beliau lebih beruntung, dapat menikmati booming karya-karya dan apresiasi masyarakat dunia sementara Utuy keburu menghembuskan nafas terakhir), saya paham mengapa Oliver Stone kabarnya pernah menawar langsung novel Bumi Manusia seperti dikatakan sutradara muda Aria Kusumadewa[ii], yang kemudian menggiring saya pada kunjungan cyber ke bumimanusia.or.id (yang ternyata tidak terlalu menghembuskan nuansa PAT). Apresiasi mengenai buah pena PAT masih berhamburan hingga saya berdecak, "Wow, bahkan orang-orang asing pun berlomba mengomentarinya." Suatu kebanggaan yang tak dapat dipungkiri perihal seorang putra bangsa yang mencetak nama mengkilap setelah bertahun-tahun tersingkir dari buminya sendiri. Sungguhpun kekaguman ini menggunung, saya tak dapat menyamai PAT. Paling tidak, dalam hal prestasinya yang kontroversial dan sensasional (dua kata yang menurut saya senantiasa berdampingan). Saya percaya beliau sendiri pun tak pernah menargetkan popularitas seperti yang direguknya kini. Tetapi ada satu hal yang bisa saya petik, yaitu sebuah idealisme. Harta para seniman, harta para penulis, harta tak ternilai yang menjadikan hidup ini lebih berharga lagi untuk dijalani dan membuat saya meyakini bahwa pilihan menjadi penulis bukanlah sesuatu yang keliru bahkan layak dihormati. Lucunya, inspirasi perihal "kekeraskepalaan" itu juga saya pungut dari bagian sebuah tulisan yang tidak menyangkut PAT secara langsung, bunyinya sebagai berikut: Tentang 'menulis untuk hidup dan hidup untuk menulis', saya teringat dengan sosok Pramoedya Ananta Toer. Tidak banyak yang sekeras kepala dan senekad Pramoedya. Umumnya penulis banyak yang nyambi kerja sebagai pegawai negeri, dosen, polisi, konsultan, artis, dan sebagainya, karena tidak ada jaminan masa depan akan lebih baik jika menjadikan menulis sebagai satu-satunya kerja menghidupi diri, anak-bini, adik-kakak dan keponakan yang kebetulan minta numpang tinggal bersama. Sejarah menulis Pramoedya Ananta Toer adalah sejarah mencicipi derita dan nestapa (Muhidin M.Dahlan, 2003:06)[iii]. Uraian di atas menggambarkan bagaimana seharusnya seorang penulis yang sejati (meskipun saya sangsi, memangnya ada polisi yang juga penulis?). Bukan berarti seorang penulis tidak berhak mengenyam hidup berlebih (baca: mewah), akan tetapi totalisme dan konsistensi adalah kunci sukses dalam segala profesi. Toh dalam setiap perjalanan ada proses dan kalaupun kita harus jatuh-bangun di dalamnya, tetap terasa nikmat karena profesi itu adalah pilihan kita sendiri. Pendek kata, saya tak terpengaruh tudingan kenalan dan kerabat yang mengatakan penulis itu kere sebab tidak semua orang berani mengambil resiko untuk hidup semacam itu. Merci beaucoup, Monsieur Pram! ---------------------------------------------------------------------------- [i] PAT dikutip dari artikel T. Jakob Koekerits, Hasta Mitra dan "Edisi Pembebasan", majalah Matabaca Vol.1/No.2/September 2002 [ii] Aria Kusumadewa: Kejar Tayang Bukan Industri, dalam rubrik film: Tantangan dan Dilema Sutradara Muda. Majalah Popular Agustus 2000:36 [iii] Muhidin M.Dahlan, Kupinang Engkau dengan Buku, Bukan dengan Hamdalah, On/Off 13/II/2003. [Sumber:Rini Nurul Badariah, " PAT SANG INSPIRATOR", Meldiwa, 16 Feb 2006.Dokumentasi pribadi JJK ]. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **