[nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar:"TOTALISME DAN KONSISTENSI" SASTRAWAN.

  • From: "Kusni jean" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Fri, 17 Feb 2006 05:58:35 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Mawar Merah Café Bandar:

"TOTALISME DAN KONSISTENSI" SASTRAWAN.

Istilah di atas, saya ambil dari artikel Rini Nurul Badariah [selanjutnya saya 
sebut dengan Rini] dalam artikelnya "PAT SANG INSPIRATOR", tulisan yang menurut 
keterangan Rini dibuatnya "sebagai  jawaban atas pertanyaan redaksi Kompal 
Kampil dalam Lembar Baca Pramoedya edisi V, perihal hubungan karya-karya Pram 
dengan keprofesian" dan 'kemudian terbit di buku 'PAT dan Manifestasi Sastra 
(Malka, Bandung). ya Daniel Mahendra itu punggawanya'. [Lihat:Lampiran].

"Totalisme dan konsistensi"  Pram sebagai sastrawan untuk hidup sebagai 
sastrawan dilihat oleh Rini  sebagai 'inspirator' bagi dirinya yang mungkin 
memilih dunia sastra sebagai wilayah pilihan hidup.  Saya kira Rini Dalam hal 
berbicara tentang 'totalitas dan konsistensi' Pram dalam memilih sastra sebagai 
dunia yang ia geluti , sekaligus sebagai sarana pengungkap diri, dengan segala 
konsekwensinya, sudah dibuktikan oleh apa yang sudah dilakukan oleh Pram dari 
masa ke masa. Baik ketika ia bebas mau pun pada saat ia berada di penjara atau 
pulau pembuangan Buru.

'Totalisme dan konsistensi'  terhadap pilihan ini  sebenarnya bukan monopoli 
Pram.  Pram hanyalah salah satu dari sekian nama.  Ia juga dilakukan oleh 
Rendra, Kus Hendratmo, Arifin C. Noer, Teguh Karya, oleh pelukis/pematung Amrus 
Natalsya, penyair AgamWispi alm., pemain-pemain ketoprak Krido Mardi Yogya, 
para pelukis dari berbagai sanggar di berbagai daerah, pemain-pemain Ludruk 
Marhaen, dan seniman-seniman lain yang akan menjadi deretan panjang, jika  
semua nama disebut, baik dari dalam negeri atau pun luar negeri.  Dengan 
'totalitas' ini bahkan tidak sedikit seniman yang membayar pilihan dan 
totalitas ini dengan nyawa seperti Cak Durasim atau Victor Jara dari Chile, 
Amerika Selatan, Julius Fucik dari Ceko, Ni Ehr dari Tiongkok, untuk menyebut 
beberapa nama saja. 'Totalitas' adalah sekaligus kesanggupan menanggung segala 
resiko atas pilihannya seperti yang dikatakan oleh Rini:" totalisme dan 
konsistensi adalah kunci sukses dalam segala profesi', walau pun agaknya Rini 
lebih menggarisbawahi pada segi materi  [Lihat:Lampiran].

Barangkali bagi Teguh Karya, Arifin C. Noer, atau yang lain, 'totalisme' ini 
adalah 'totalisme' untuk memilih sebagai seniman,  tapi bagi Pram, Victor Jara, 
Pablo Neruda, Pablo Picasso,  Cak Durasim,  pemain-pemain Ketoprak  Krido 
Mardi, barangkali 'totalisme dan konsistensi' ini bukan hanya sebagai seniman, 
tapi juga 'totalisme' keberpihakan mereka kepada usaha memanusiawikan manusia , 
kehidupan dan masyarakat yang dalam istilah Lekra disebut sebagai 'seni untuk 
rakyat'. Artinya 'totalisme dan konsistensi' merekan berada setingkat lebih 
jauh,  bukan hanya terletak pada pilihan memilih hidup sebagai seniman dengan 
segala konsekwensinya. Seniman bagi orang-orang seperti Pramoedya A.Toer, Pablo 
Neruda, Victor Jara, Cak Durasim, dan lain-lain sekaligus 'totalisme dan 
konsistensi' ide, hal yang agaknya dipungut dan dipegang teguh oleh cerpenis 
Surabaya, Mei Rosa ketika ia mengatakan bahwa dalam karya-karyanya ia selalu 
mencoba menyampaikan 'pesan kemanusiaan', 'pesan yang memanusiawikan manusia'.  
[Dokumen JJK]. 'Totalitas dan konsistensi' ide beginilah , saya kira, yang 
menjadikan Pram dan lain-menjadi Pram yang kita saksikan sekarang, sehingga 
mampu mengobah penjara dan pulau pembuangan sebagai ruang mencipta serta 
sanggup tak berkerdip menatap  ajal pada matanya langsung.  Saya tidak yakin, 
bahwa Pram dan orang semacam Pram berkarya hanya untuk berkarya tanpa membawa 
mimpi.  Memilih hidup sebagai seniman bagi mereka bukan hanya kesanggupan 
menderita secara material. Kesanggupan ini lebih diperkentalkan oleh  
keberpihakan mereka pada usaha memanusiawikan manusia,  misi sebagai mereka  
warga republik sastra-seni yang berdaulat. Tidak melihat masalah ini, saya 
kira, orang tidak utuh memahami Pram. Profesionalisme adalah soal tekhnis, ide 
dan mimpi adalah masalah keberpihakan, bagian tak terpisahkan dari 'totalisme 
dan konsistensi' seniman. Adakah seniman tanpa mimpi dan ide sebatas seni dalam 
pengertian tekhnis? Tentu saja ada, tapi saya mengkhawatirkan seniman tanpa 
mimpi tidak lain dari seorang tukang dan pedagang kelontong sekali pun 
diperlukan tapi tingkatnya sebatas pedagang kelontong yang banyak menggiurkan 
bocah-bocah.kanak-kanak.

Saya sepakat bahwa menjadi seniman memerlukan 'totalisme dan konsistensi',  
tapi pendekatan saya bukan hanya dari segi material dan tekhnis, melainkan 
lebih menggarisbawahi pendekatan 'totalitas dan konsistensi' seniman sebagai 
warga republik berdaulat sastra-seni, pendekatan ide atau mimpi. Seniman tanpa 
ide dan mimpi saya katakan sebagai seniman kosong kepala dan kering hati. 
Seniman  sebagai warga republik berdaulat sastra-seni, bagi saya adalah satu 
keutuhan  dari seorang pemimpi, pengamat, pemikir dan berkemampuan tekhnis 
tinggi.  Pada keutuhan inilah terletak kekuatan seorang seniman dan ia 
diperhitungkan dan mampu membuat perhitungan . ***


Paris, Februari 2005.
--------------------
JJ. Kusni 


Lampiran:

PAT[i] SANG INSPIRATOR

Tulisan ini saya buat sebagai jawaban atas pertanyaan redaksi Kompal Kampil 
dalam Lembar Baca Pramoedya edisi V, perihal hubungan karya-karya Pram dengan 
keprofesian. Saya menebalkan muka menyebut diri penulis, yang walaupun sudah 
berkecimpung selama hampir sepuluh tahun, masih jauh dari kaliber PAT.

Sampai hari ini saya belum pernah membaca karyanya satu pun, namun setidaknya 
dapat menanggapi perkataan kakak saya yang bilang, "Kayaknya buku-buku 
Pramoedya Ananta Toer itu cukup ringan ya?" Saya juga bisa tertawa ketika 
seorang sahabat baik menyatakan minatnya untuk menikmati tulisan-tulisan PAT 
tetapi secara menggelikan keliru menyebut nama beliau dengan Ananta Pramoedya 
Toer. Banyak sudah ulasan, komentar, opini, dan sejenisnya yang saya baca di 
berbagai media mengenai PAT. Dari sekelumit cuplikan di masing-masing artikel 
tersebut, saya berkesimpulan bahwa kendati karya beliau berbau politik tapi 
bahasa dan kosakatanya cukup mudah dicerna.

Dari hasil baca sana-sini itu, saya tahu bahwa PAT termasuk golongan sastra 
eksil seperti Utuy Tatang Sontani (bahkan beliau lebih beruntung, dapat 
menikmati booming karya-karya dan apresiasi masyarakat dunia sementara Utuy 
keburu menghembuskan nafas terakhir), saya paham mengapa Oliver Stone kabarnya 
pernah menawar langsung novel Bumi Manusia seperti dikatakan sutradara muda 
Aria Kusumadewa[ii], yang kemudian menggiring saya pada kunjungan cyber ke 
bumimanusia.or.id (yang ternyata tidak terlalu menghembuskan nuansa PAT). 
Apresiasi mengenai buah pena PAT masih berhamburan hingga saya berdecak, "Wow, 
bahkan orang-orang asing pun berlomba mengomentarinya." Suatu kebanggaan yang 
tak dapat dipungkiri perihal seorang putra bangsa yang mencetak nama mengkilap 
setelah bertahun-tahun tersingkir dari buminya sendiri. 

Sungguhpun kekaguman ini menggunung, saya tak dapat menyamai PAT. Paling tidak, 
dalam hal prestasinya yang kontroversial dan sensasional (dua kata yang menurut 
saya senantiasa berdampingan). Saya percaya beliau sendiri pun tak pernah 
menargetkan popularitas seperti yang direguknya kini. Tetapi ada satu hal yang 
bisa saya petik, yaitu sebuah idealisme. Harta para seniman, harta para 
penulis, harta tak ternilai yang menjadikan hidup ini lebih berharga lagi untuk 
dijalani dan membuat saya meyakini bahwa pilihan menjadi penulis bukanlah 
sesuatu yang keliru bahkan layak dihormati. Lucunya, inspirasi perihal 
"kekeraskepalaan" itu juga saya pungut dari bagian sebuah  tulisan yang tidak 
menyangkut PAT secara langsung, bunyinya sebagai berikut:

Tentang 'menulis untuk hidup dan hidup untuk menulis', saya teringat dengan 
sosok Pramoedya Ananta Toer. Tidak banyak yang sekeras kepala dan senekad 
Pramoedya. Umumnya penulis banyak yang nyambi kerja sebagai pegawai negeri, 
dosen, polisi, konsultan, artis, dan sebagainya, karena tidak ada jaminan masa 
depan akan lebih baik jika menjadikan menulis sebagai satu-satunya kerja 
menghidupi diri, anak-bini, adik-kakak dan  keponakan yang kebetulan minta 
numpang tinggal bersama. Sejarah menulis Pramoedya Ananta Toer adalah sejarah 
mencicipi derita dan nestapa (Muhidin M.Dahlan, 2003:06)[iii].

Uraian di atas menggambarkan bagaimana seharusnya seorang penulis yang sejati 
(meskipun saya sangsi, memangnya ada polisi yang juga penulis?). Bukan berarti 
seorang penulis tidak berhak mengenyam hidup berlebih (baca: mewah), akan 
tetapi totalisme dan konsistensi adalah kunci sukses dalam segala profesi. Toh 
dalam setiap perjalanan ada proses dan kalaupun kita harus jatuh-bangun di 
dalamnya, tetap terasa nikmat karena profesi itu adalah pilihan kita sendiri.

Pendek kata, saya tak terpengaruh tudingan kenalan dan kerabat yang mengatakan 
penulis itu kere sebab tidak semua orang berani mengambil resiko untuk hidup 
semacam itu. Merci beaucoup, Monsieur Pram!

----------------------------------------------------------------------------

[i] PAT dikutip dari artikel T. Jakob Koekerits, Hasta Mitra dan "Edisi 
Pembebasan", majalah Matabaca Vol.1/No.2/September 2002 

[ii] Aria Kusumadewa: Kejar Tayang Bukan Industri, dalam rubrik film: Tantangan 
dan Dilema Sutradara Muda. Majalah Popular Agustus 2000:36 

[iii] Muhidin M.Dahlan, Kupinang Engkau dengan Buku, Bukan dengan Hamdalah, 
On/Off 13/II/2003.

[Sumber:Rini Nurul Badariah, " PAT SANG INSPIRATOR",  Meldiwa, 16 Feb 
2006.Dokumentasi pribadi JJK ].

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar:"TOTALISME DAN KONSISTENSI" SASTRAWAN.