[nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: sambal solidaritas

  • From: "Kusni jean" <katingan@xxxxxxxxxxxxxxxx>
  • To: "kmnu2000" <kmnu2000@xxxxxxxxxxxxxxx>, <wanita-muslimah@xxxxxxxxxxxxxxx>, "ppiindia" <ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx>
  • Date: Mon, 27 Feb 2006 15:49:22 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **  Mawar Merah Café Bandar:

  SAMBAL SOLIDARITAS


  Christian Pelras, pakar Perancis dengan spesialisasi Bugis, ketika datang ke 
Koperasi Restoran Indonesia, 12 rue de Vaugirard , 75006 Paris, untuk 
mengapresiasi kehadiran Koperasi Restoran Indonesia ini menulis di buku tamu: 
"Makanan adalah bagian dari kebudayaan. Dan di sini masakan Indonesia menjadi 
duta persahabatan antara kedua bangsa dan negeri". Sekarang Koperasi Restoran 
Indonesia yang sekaligus berfungsi sebagai Pusat Kebudayaan Indonesia, ini 
sudah mencapai usia seperempat abad.Ia diperkenalkan oleh berbagai buku panduan 
wisata terkemuka di dunia dalam berbagai bahasa yang ada di dunia, seperti 
Lonely Planet, Guide de Routard, dsb... 

  Sebagai lembaga kebudayaan, Koperasi Restoran Indonesia, selain melakukan 
kegiatan secara mandiri seperti pameran lukisan, foto, pertunjukan tari 
berbagai daerah, terutama Bali, ia juga melakukan kerjasama dengan berbagai 
organisasi Perancis seperti Biro Perjalanan, hotel-hotel, LSM-LSM Perancis, 
dll... dan sekarang mitra kerja yang paling intensif adalah Lembaga 
Persahabatan Perancis-Indonesia "Pasar Malam", yang dipimpin oleh Johanna 
Lederrer, seorang sarjana sastra dengan spesialisasi sastra Amerika, lulusan 
Sorbonne, penari dan kelahiran Malang. 

  Untuk menggalang hubungan persahabatan Perancis-Indonesia, "Pasar Malam" 
menggunakan pendekatan kebudayaan sebagaimana juga yang dilakukan oleh Koperasi 
Restoran Indonesia.  Sesuai dengan pendekatan ini, "Pasar Malam" telah 
menyelenggarakan pameran lukisan pelukis Salim, Hari Sastra Indonesia di Paris, 
seminar tentang André Malraux dan Eduard du Perron dalam hubungannya dengan 
Indonesia, pertunjukan pencak-silat Indonesia, dan lain-lain. Direncanakan 
bulan Oktober 2006 nanti bertempat di Palais du Luxembourg, di mana Senat 
Perancis  berkantor, Pasar Malam akan mengangkat masalah sastra eksil Indonesia 
, kemudian merencanakan juga terselenggaranya "Pekan Filem Indonesia". Kegiatan 
"Pasar Malam" ini mendapat penghargaan dari Menteri Kebudayaan Perancis dan 
juga dari Renaud VIGNAL, Dubes Perancis di Indonesia [Lihat: Lampiran].

  Prakarsa-prakasa demi prakarsa "Pasar Malam" untuk menggalang persahabatan 
kedua negeri dan bangsa, Perancis-Indonesia, seperti tak kunjung kering. 
Kegiatan-kegiatan ini diselenggarakan sekaligus sebagai usaha mengumpulkan dana 
yang antara lain disumbangkan ke korban Tsunami di Aceh dalam bidang 
pendidikan.Pengawan terhadap pengumulan dana atas nama korban Tsunami di 
Perancis sangat ketat, demikian juga penggunaan dana yang terkumpul. Para 
penyumbang dana, karena pernah merasa kecewa atas penggunaan dana itu di Aceh 
pernah mendesak pemerintah Perancis untuk menarik kembali dana yang sudah 
mereka sumbangkan. Dari segi solidaritas kemanusiaan, boleh dibilang, semangat 
dan kesadaran orang Perancis sebenarnya patut diacungkan jempol walau pun 
mereka sendiri sebenarnya tidak tergolong negeri sangat kaya di Eropa. 
Barangkali hal ini selain dilahirkan oleh pengalaman sejarah mereka sendiri, 
juga ditopang oleh pendidikan sejak play group. Mereka berpandangan bahwa 
membantu orang lain sama dengan membantu diri mereka sendiri, pandangan yang 
tertuang dalam slogan "Agir ici et là" [Bertindak di sini sekaligus juga untuk 
di sana!]. Perwujudan slogan ini sangat banyak dan akan merupakan deretan 
panjang jika dibeberkan sehingga tidak bisa dikatakan ia adalah slogan kosong 
dan propaganda. Cara pengumpulan dana dari tingkat satu eruo sampai ratusan 
euros pun bermacam-macam, mulai dari lapisan masyarakat terbawah hingga ke 
tingkat tertinggi. Saya sering merasa malu sendiri, apabila menyaksikan bahwa 
penerima sumbangan kemanusiaan yang dikumpulkan dengan susah payah di sini, 
dari sen demi sen, kemudian digunakan secara tidak semestinya di tempat tujuan. 
Penyalahgunaan membuat kita tak lagi bisa bicara dan membelenggu prakarsa 
bertindak.Penyalahgunaan dana,  membuat kita yang di luar menjadi hilang 
kredibilitas.Hilang muka. Kata-kata kehilangan daya. Oleh penyalahgunaan di 
tempat tujuan, kata-kata kita tidak lebih dari kata-kata seorang pembohong, 
walau pun kita tidak ingin berbohong, tapi oleh pihak lain ditempatkan pada 
posisi pembohong.  Padahal yang bekerja demi solidaritas kemanusiaan dengan 
menggunakan waktu sepenuh hati di luar jam kerja untuk kehidupan sendiri, tidak 
mendapatkan apa-apa dari kegiatan solidaritas begini. Ini pun masih sering 
dihujat sebagai "hidup enak-enak dengan minum susu dan keju" keperluan minimal 
yang harganya dikontrol oleh pemerintah, tanpa mengetahui bagaimana orang-orang 
membanting tulang untuk hidup minimal dengan standar di sini.

  Merenungi keadaan begini, saya sampai pada hipotesis, bahwa ia terjadi karena 
bayangan yang keliru, dan jauh dari pengenalan nyata, tidak mencari kebenaran 
dari kenyataan, tapi menjadikan bayangan palsu itu sebagai kenyataan dan dasar 
penyimpulan. Dengan kata lain,terjangkit subyektivisme murni, tanpa sadar 
sebenarnya langsung atau tidak langsung, telah menohok kawan sendiri.

  Sedangkan dari yang melakukan kegiatan solidaritas tanpa pamrih, tapi sering 
ditohok subyektivisme, saya melihat adanya semangat kecintaan pada kemanusiaan, 
tanahair dan bangsa. Apa makna lainnya jika seorang perempuan yang sanggup 
bekerja membersihkan sebuah restoran besar pada saat restoran itu sudah tutup, 
dan bekerja sampai pagi, tapi begitu mendengar ada kegiatan untuk Indonesia, ia 
tak segan menyumbangkan apa yang ia bisa sumbangkan tanpa hitungan, karena ia 
pun paham akan arti derita dan kemiskinan. 

  Yang juga cukup mengharukan bagi saya adalah kegiatan "Pasar Malam" pada 
tanggal 21 Februari 2006 yang lalu. 

  Hari itu "Pasar Malam" menyelenggarakan sebuah seminar bertemakan "Histoire 
d'un métissage culinaire aux Indes néerlandaises : le rijsttafel ou du riz à 
toutes les sauces ..." [Sejarah Pembauran Masak-memasak di Hindia Belanda: 
rijstafel atau nasi dengan dengan segala rupa kuah...", berlangsung di Balai 
Kota Paris Ve, disamping Pantheon, makam putera-puteri terbaik Perancis.

  Yang menjadi pembicara utamanya adalah Jean Rocher mantan Atase Pertahanan 
Perancis, dan tinggal di Jakarta selama lima tahun. Melalui masa tinggal di 
Indonesia itulah Jean Rocher mulai tertarik akan sejarah Indonesia, 
mengumpulkan cerita-cerita, kajian-kajian, biografi, dokumen-dokumen tentang 
Indonesia pada periode transisi, seperti runtuhnya VOC [Kompeni] dan awal 
kolonialisasi serta kehadiran Belanda, kebangkitan nasional  sampai pada 
periode runtuhnya Orde Baru. Menggunakan bahan-bahan yang ia himpun dengan 
tekun ini, kemudian ketika kembali ke Perancis ia menerbitkan rupa-rupa artikel 
dan roman-roman, antara lain  Une Saison Indonésienne [Edition Kailash, Paris]. 
Sedangkan "« Métissage  culinaire » aux Indes néerlandaises, adalah karya 
Rocher yang segera akan terbit.  Oleh cintanya pada Indonesia, sekarang ia 
menggabungkan diri dengan Lembaga Persahabatan Peranccis-Indonesia "Pasar 
Malam". Seperti diketahui banyak Indonesianis dan orang-orang yang tertarik 
atau mempunyai hubungan dengan Indonesia dari berbagai kalangan, menjadi 
anggota "Pasar Malam" sehingga menambah bobot bagi organisasi ini melakukan 
lobbie ke berbagai penjuru. Prakarsa dan lobbie merupakan kekuatan penting dari 
Lembaga Persahabatan ini. 

  Hal lain menarik yang dikemukakan oleh Jean Rocher pada seminar "Pasar Malam" 
21 Februari 2006 yaitu adanya Komunitas Perancis di Jakarta yang berhimpun di 
sekitar Hotel Des Indes. Sayangnya, hotel ini sudah tidak ada. Lenyapnya Hotel 
Des Indes dari tamasya Jakarta, mengingatkan saya akan keadaan terlalu mudahnya 
kita menghancurkan monumen-monumen bersejarah tanpa berpikir lanjut lebih jauh. 
Aapakah ini petunjuk bahwa kita tidak paham arti sejarah dan ketiadaan 
pandangan sejarah?  

  Johanna Lederrer dalam mengantar seminar ini antara lain menulis bahwa 
kolonialisasi, terutama dalam bidang kebudayaan, menjadi asal-muasal dari 
osmose dan pembauran antara yang menjajah dan yang dijajah. Sebagai contoh, 
Johanna menunjuk kepada masalah seni masak-memasak [gastronomi] -- yang di 
Perancis mendapat penghargaan tinggi setara dengan bentuk kesenian lainnya. 
Seni masak-masak, seperti juga yang dikatakan oleh Christian Pelras, dilihat 
oleh Johanna sebagai pernyataan representatif jenialitas rakyat. Hubungan antar 
rakyat melalui bidang kesenian ini menjadi kekal dan nyata. Untuk menopang 
dalilnya, Johanna mengambil contoh lain yaitu dari Afrika Utara dengan 
terciptanya masakan yang bernama kuskus [couscous] dan kambing panggang 
[mechoui], masakan yang muncul pada masa kolonialisme lama masih perkasa. 
Berdasarkan hal ini maka ketika menjelaskan apa itu bergedel kepada para tamu 
Koperasi Restoran Indonesia, saya selalu katakan bahwa masakan ini adalah 
lambang dari hubungan langgeng antara rakyat Indonesia dan rakyat Belanda. 
Lambang netral yang lepas dari masalah kolonialisme, ujud nyata bahwa 
kebudayaan suatu negeri atau bangsa  merupakan campuran padu, tanggap dan 
aspiratif  dari berbagai kebudayaan di dunia, yang di Perancis disebut "culture 
de métissage". Kebudayaan nasional adalah hasil serapan dari berbagai budaya di 
dunia berdasarkan keadaan lokal. Mendengar penjelasan saya yang demikian, 
beberapa pengajar univeristas di Perancis, asal Belanda, tertawa dengan 
geleng-geleng kepala. "Apakah saya salah?" tanyaku. Mereka menjawab sambil 
tertawa lebar dan berkata: "Kau zenial".Tawa yang kujawab dengan tawa.

  Sedangkan Johanna untuk menjelaskan tentang konsep "culture de métissage" 
ini,  pada pihaknya mengambil contoh rijstafel -- kosakata baru dalam bahasa 
Perancis yang muncul seiring dengan kehadiran Koperasi Restoran Indonesia.

  Masalah akulturasi inilah yang dibahas oleh Jean Rocher dalam seminar "Pasar 
Malam" pada 21 Februari 2006 lalu. 

  Seperti biasa dilakukan, pada kesempatan begini, "Pasar Malam" menjual 
makanan Indonesia kepada hadirin -- cara untuk mendapatkan sumber dana secara 
mandiri. Dari cara kerja "Pasar Malam" selama ini, saya menarik kesimpulan 
bahwa ia memadukan kerja otak dan  "bisnis kecil-kecilan" demi pengumpulan dana 
untuk kegiatan-kegiatannya dan juga demi solidaritas kemanusiaan. Saya tidak 
tahu, apakah pengalaman "Pasar Malam" ini bisa atau tidak dijadikan acuan oleh 
Manik Sinaga dkk dengan Komunitas Matabambu-nya di Indonesia yang bertujuan 
memberdayakan seniman dari segi ekonomi agar bisa melakukan pekerjaan kreatif 
dengan tak diganggu oleh kesulitan finansil.

  Pada kesempatan berlangsungnya seminar ini, berbeda dari kebiasaan, Ibaruri , 
juga anggota penting "Pasar Malam", untuk mengumpulkan dana membantu 
teman-teman di tanahair, menjual sambal. Berbagai jenis sambal yang didapat 
dari sumbangan orang-orang Indonesia di Paris dijual oleh Ibaruri pada 
kesempatan ini. "Hasil penjualan sambal ini akan saya sumbangkan kepada 
orang-orang di Indonesia", ujar Ibaruri sambil menjelaskan bahwa dengan membeli 
sambal seharga E.10, atau E.5,--- pembeli sudah membantu penerima sumbangan 
untuk membeli beras selama sebulan. Penjelasan ini sangat menyentuh hadirin 
sehingga Ibaruri berhasil mendapatkan dana sebesar Rp.2.000.000 dari penjualan 
sambal hasil sumbangan teman-teman.

  Yang kutangkap dari kejadian ini adalah pentingnya kreativitas, prakarsa dan 
kemudian arti penting manusia yang kreatif dan berpikir serta keberpihakan pada 
kemanusiaan.Faktor inilah yang kukira menjadi dasar bagaimana masyarakat bisa 
menjadi aktor pemberdayaan diri sendiri sehingga mampu menjadi tuan atas nasib 
diri sendiri.Barangkali ia pun merupakan jalan nyata dari bawah untuk 
pembebasan tenaga produktif oleh tenaga produksi itu sendirin, tanpa menunggu 
uluran tangan dari "bangunan atas" bernama pemerintah yang di Indonesia nampak 
kurang peduli pada rakyatnya sampai anak 8 tahun pun di penjara.

  Pengalaman-pengalaman inilah, untuk tidak mengatakannya kesimpulan, yang 
kudapatkan dari kegiatan "Pasar Malam" dan jualan sambal solidaritasnya pada 21 
Februari 2006 lalu.***

  Paris, Februari 2006.
  --------------------
  JJ. Kusni


  Lampiran:





  association franco-indonésienne Pasar Malam
  association Loi 1901 pour l'amitié entre les peuples français et indonésien
  14 rue du Cardinal Lemoine 75005 - Paris
  téléphone : 01 56 24 94 53
  afi.pasar-malam@xxxxxxxxxx
  http://pasarmalam.free



[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] mawar merah café bandar: sambal solidaritas