[nasional_list] [ppiindia] Tekanan pada Industri Tekstil

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 1 Mar 2006 00:49:11 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=137003


 ANALISIS EKONOMI
Tekanan pada Industri Tekstil
Oleh Muhammad Chatib Basri
Direktur LPEM-FEUI 



Rabu, 1 Maret 2006
Dalam beberapa waktu terakhir ini kita mencatat berbagai keluhan tentang 
situasi di industri tekstil. Tekanan kompetisi dari China dan berbagai keluhan 
ekonomi biaya tinggi menambah daftar masalah di industri ini. Ada semacam 
keinginan implisit tentang perlunya memberikan proteksi bagi industri tekstil 
ini dari serbuan produk China. Jika pemerintah memberikan proteksi, bijakkah? 
Atau langkah apa yang perlu dilakukan untuk membantu industri ini. Saya kira 
inilah beberapa isu krusial yang muncul hari-hari ini. 

Saya ingin mengingatkan bahwa dalam menghadapi serbuan kompetisi asing (baca 
China), maka kita harus membedakan dua hal: isu produktivitas dan kebijakan 
perdagangan. Sering kali kita menganggap bahwa masalah produktivitas yang 
rendah dapat diatasi dengan melakukan kebijakan perdagangan seperti proteksi. 
Padahal kita sebenarnya harus mencatat bahwa ini adalah dua hal berbeda. 
Produktivitas tak akan meningkat hanya dengan menggunakan kebijakan perdagangan 
seperti proteksi. Isu produktivitas harus diatasi dengan memperbaiki mesin, 
kualitas tenaga kerja, dan juga efisiensi dengan cara mengurangi ekonomi biaya 
tinggi. 

Kita memang mencatat bahwa pertumbuhan ekspor tekstil, misalnya, sudah terlihat 
menurun sejak tahun 2001. Situasi ini berlangsung dalam beberapa tahun 
terakhir. Dengan kondisi ini tampaknya perlu sebuah upaya serius untuk 
menyelamatkan industri tekstil di Indonesia. 

Tidak kondusifnya iklim usaha industri tekstil di Indonesia mungkin juga 
menjadi penyebab hengkangnya beberapa perusahaan dari negeri ini. Secara 
konseptual, pertumbuhan atau kinerja ekspor tekstil Indonesia ditentukan oleh 
dua faktor: faktor permintaan dan faktor penawaran. Dari sisi permintaan, 
pertumbuhan ekspor dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia. Dari sisi 
penawaran, kinerja ekspor sangat dipengaruhi oleh daya kompetisi yang bisa 
dicerminkan dari nilai tukar riil dan juga berbagai hambatan domestik. 

Bila kita lihat dari sisi permintaan, sebenarnya, pasar tekstil dan produk dari 
tekstil memang terbuka luas. Simulasi yang dilakukan oleh Diao dan Somwaru 
(2001), misalnya, menunjukkan bahwa sekitar 20 tahun dari sekarang, sejalan 
dengan berakhirnya Multi Fibre Agreement (MFA), 65% pangsa pasar dunia akan 
didominasi oleh negara berkembang. Namun perlu dicatat, China akan menguasai 
22% pasar dunia. Sedangkan keseluruhan pangsa pasar untuk negara Asia lain 
hanya mencapai 16%. Implikasinya, pangsa pasar bagi Indonesia jelas akan lebih 
kecil lagi. Namun demikian, peluang dari sisi permintaan tetap ada. 

Studi kuantitatif yang dilakukan LPEM-FEUI menunjukkan adanya hubungan searah 
yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan volume 
ekspor Indonesia. Berarti, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi AS (sebagai proxy 
ekonomi dunia), maka semakin tinggi pertumbuhan volume ekspor. 

Selain itu, model juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang 
signifikan antara nilai tukar riil efektif dengan volume ekspor. Hasilnya 
konsisten: semakin tinggi depresiasi nilai tukar riil efektif - yang artinya 
semakin murah nilai ekspor manufaktur Indonesia -, semakin tinggi volume ekspor 
nonmigas manufaktur. 

Namun bila kita memasukkan siklus bisnis, tidak terlihat satu hubungan yang 
signifikan antara siklus bisnis di AS, misalnya resesi, dengan volume ekspor 
nonmigas. Artinya, dalam beberapa kasus, ketika resesi ekonomi terjadi di AS, 
ekspor kita tidak mengalami penurunan signifikan. Sebaliknya ketika boom 
ekonomi di AS, ekspor kita tidak meningkat tajam. Hasil ini secara implisit 
menujukkan bahwa perkembangan ekspor nonmigas manufaktur bukan hanya ditentukan 
oleh sisi permintaan (boom maupun resesi di AS), tetapi juga faktor lain. 

Karena itu, selain dari faktor-faktor permintaan, tampaknya juga perlu 
dipertimbangkan faktor-faktor dari sisi supply (penawaran) yang berpengaruh 
kepada masalah produktivitas. Pertama, masalah jangka pendek yang dihadapi 
adalah soal modal kerja. Krisis ekonomi yang menerpa dan masih sulitnya situasi 
perbankan untuk menyediakan modal kerja dan juga persoalan pembukaan letter of 
credit (L/C) untuk kegiatan ekspor dan impor, telah menghambat perkembangan 
ekspor tekstil Indonesia. 

Selain itu, banyak kasus di mana bank-bank asing tidak memperpanjang lagi 
pinjaman kepada debitor di Indonesia sejak krisis ekonomi terjadi. Akibatnya, 
debitor mengalami persoalan dalam masalah arus kas, yang pada gilirannya 
mengganggu pengembalian kredit terhadap bank-bank di Indonesia. Implikasi dari 
situasi ini adalah meningkatnya risiko dalam usaha. Karena peningkatan resiko 
ini, bank asing juga meragukan L/C yang dikeluarkan oleh bank domestik di 
Indonesia. 

Kedua, masih terkait dengan situasi perbankan, sulitnya aliran kredit telah 
membuat upaya ekspansi modal juga tersendat. Padahal satu karakteristik yang 
perlu diperhatikan dalam industri tekstil adalah eratnya keterkaitan 
produktivitas dengan penggunaan mesin yang ada. Siklus dari teknologi biasanya 
memakan rentang waktu 5-10 tahun. Artinya, bila tidak ada penggantian mesin dan 
teknologi dalam periode waktu tersebut, maka produktivitas mengalami penurunan. 
Implikasinya, biaya produksi semakin mahal. 

Di sisi lain, kita justru melihat bahwa China malah semakin mampu meningkatkan 
efisiensi dan produktivitas. Dalam kaitan ini, keterbatasan dana investasi 
akibat masih sulitnya kredit untuk perluasan investasi telah menekan industri 
tekstil ke titik yang semakin menguatirkan. 

Ketiga, masalah perburuhan. Studi LPEM-FEUI menunjukkan, terdapat hubungan 
negatif yang signifikan secara statistik antara pertumbuhan pemogokan dan 
pertumbuhan investasi asing dalam sektor tekstil. Kenaikan frekuensi pemogokan 
sebesar 1% akan menurunkan nilai investasi asing yang disetujui di sektor 
tekstil sebesar 0.3%. 

Keempat, salah satu faktor yang dikeluhkan oleh dunia usaha adalah masalah 
biaya ekstra yang harus dikeluarkan dalam menjalankan usaha. Saya telah 
berulang kali mengungkapkan bagaimana berbagai pungutan yang terjadi telah 
membuat usaha di Indonesia kehilangan daya kompetisi. Selain itu, juga masalah 
biaya logisitik yang tinggi. 

Kelima, meningkatnya biaya operating cost karena masalah keamanan. Peristiwa 
peledakan bom di Bali dan ancaman terorisme dunia telah meningkatkan premi 
asuransi dan juga waktu tunggu karena prosedur keamanan. 

Dari sisi itu, jelas bahwa beban yang harus ditanggung dunia usaha menjadi 
semakin tinggi karena semakin lamanya waktu pengiriman. Sebagai perbandingan, 
kita bisa melihat bahwa pengiriman dari China ke AS memakan waktu sekitar 16 
hari. Sedangkan dari Indonesia ke AS memakan waktu lebih lama, yaitu 30 hari. 
Dengan kondisi seperti ini, jelas daya kompetisi kita kalah dibanding China. 
Selain itu ada gejala bahwa pembeli di AS menerapkan just in time stock. Bagi 
Indonesia, ini jelas menyulitkan. Sejalan dengan meningkatnya biaya 
transportasi, metoda just in time akan membebani eksportir Indonesia. 

Dari sana kita melihat: soal pada industri tekstil Indonesia sebenarnya lebih 
terfokus pada sisi penawaran atau produktivitas. Saya melihat bahwa masalah 
dalam industri tekstil kita kembali lagi pada persoalan klasik tahun 1980-an: 
ekonomi biaya tinggi. Jika kita memang ingin mempertahankan industri dan tetap 
membuatnya eksis dalam pasar dunia, saya kira kita tak bisa menunda lagi untuk 
menghilangkan persoalan di sisi penawaran dengan mengurangi biaya tinggi. Bila 
tidak, saya sulit membayangkan bagaimana Indonesia harus berhadapan dengan 
China yang terus meningkatkan efisiensinya.*** 

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Tekanan pada Industri Tekstil