** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/092006/02/0901.htm Tanggung Jawab Sosial Lapindo Oleh Ir. WAHYUDIN MUNAWIR BENCANA semburan lumpur panas di Sidoarjo yang sudah berlangsung tiga bulan ternyata makin mencemaskan. Jangankan PT Lapindo - pemicu tragedi itu -- bisa mengatasinya, yang terjadi malah sebaliknya: semburan lumpur panas makin besar dan menakutkan. Jebolnya tanggul "kuala lumpur" di Desa Siring, Porong (dua kali dalam bulan Agustus ini) menimbulkan ketakutan yang luar biasa. Banyak ibu dan anak kecil yang menangis dan histeris, tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Akibat jebolnya tanggul kuala lumpur itu, sekira 6.000 warga diungsikan. Empat desa di Kecamatan Porong terendam lumpur dan ribuan rumah ditinggalkan penghuninya. Di samping itu, ratusan pabrik tutup dan jalan tol Surabaya-Gempol tak bisa dipakai lagi. Kerugian akibat semburan lumpur sejak 29 Mei 06 - saat bencana itu mulai - ditaksir sudah mencapai sekira Rp 300 triliun. Mirip Bhopal Meski tak sama persis, semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, mengingatkan kita akan tragedi Bhopal, 22 tahun lalu di India. Saat itu, sebuah pabrik pestisida milik Union Carbide (UC) - sebuah perusahaan kimia dari AS - bocor. Gas beracun yang merupakan material pestisida pun menyebar ke mana-mana. Akibatnya sungguh mengerikan, lebih dari 2.000 orang tewas. Ratusan ribu orang mengungsi. Kota Bhopal pun seperti kota mati! Apa yang terjadi di Bhopal memang tak sama persis dengan apa yang terjadi di Porong, Sidoarjo. Tapi pada dua kasus tersebut, ada persamaan dan perbedaan. Persamaannya, kedua "pabrik" itu berada di tengah permukiman penduduk. Sumur migas Lapindo Brantas berada tak jauh dari permukiman penduduk. Begitu pula pabrik pestisida Union Carbide. Di sini saja sudah ada persoalan. Kenapa sebuah "pabrik" yang mengandung potensi amat berbahaya berada di lingkungan tempat tinggal penduduk? Jelas, ada pelanggaran peruntukan tata ruang. Pihak pabrikan dan pemda tak berpikir jauh mengenai faktor risk keberadaan pabrik tersebut. Yang dilihat hanya faktor benefit-nya semata. Mestinya kedua faktor - benefit and risk - dalam membangun pabrik atau industri menjadi pertimbangan yang matang dan adil. Kasus semburan lumpur Lapindo Brantas (juga bocoran gas Bhopal) memperlihatkan kepada kita, betapa faktor risk kurang mendapat perhatian. Itulah gambaran persamaannya. Sedangkan perbedaannya terletak pada tanggung jawab sosial (social responsibility) dari perusahaan pembawa musibah itu. Pada kasus bocornya lumpur panas di Sidoarjo, pihak PT Lapindo hanya memberikan kompensasi sekira Rp 300 ribu perbulan kepada warga yang menjadi korban dan dirugikan (rumahnya terendam lumpur dan tidak bisa bekerja lagi). Itu pun tidak semua korban mendapat dana kompensasi. Terbukti, jumlah korban yang mendapat kompensasi tidak sampai separuhnya. PT Lapindo rencananya hanya mengeluarkan sekira 25 juta dolar AS (Rp 220 miliar) untuk kompensasi kepada semua korban. Hal ini berbeda jauh dengan kasus Bhopal. Pabrik pestisida itu mengeluarkan dana kompenasi untuk para korbannya sekira 350 juta dolar AS. Secara keseluruhan, dana kompensasi yang diberikan Union Carbide (untuk korban perorangan dan pemda) mencapai 470 juta dolar AS (Rp 4,2 triliun). Bahkan Union Carbide membangun rumah sakit di Bhopal untuk mengobati korban-korban bencana lanjutan. Pendek kata, tiap korban bencana Bhopal mendapat kompensasi ratusan juta rupiah per orang. Di pihak lain, pemerintah India tak sepeser pun mengeluarkan uang. Sekarang, bandingkan dengan PT Lapindo Brantas. Belum apa-apa, ada suara dari kalangan pejabat, agar pemerintah mengeluarkan kompensasi untuk korban Lapindo. Alasannya, musibah semburan gas adalah sebuah kecelakaan, bukan kesengajaan. Gagasan aneh ini tampaknya akan makin kuat. Ada indikasi pemerintah mau melaksanakan gagasan tersebut. Jika itu yang terjadi, berarti PT Lapindo tidak melaksanakan tanggung jawabnya. Dan negara yang akan dirugikan. Kita berharap hal itu jangan sampai terjadi. Pemerintah yang notabene sudah miskin jangan dimiskinkan lagi karena musibah Lapindo tersebut. Benarkah kecelakaan? Isu bahwa bencana semburan tersebut adalah kecelakaan tampaknya sengaja diembuskan oleh orang-orang tertentu yang menghendaki Lapindo tidak menanggung kompensasi atas bencana lumpur panas tadi. Padahal, kalau kita runut masalahnya, jelas PT Lapindo bersalah dalam melakukan prosedur kerja pengeboran sehingga muncul bencana semburan gas tersebut. Kalau kita runut, masalah itu bermula dari awal Maret 1996 ketika PT Lapindo Brantas - anak perusahaan Bakrie Group - melakukan pengeboran sumur migas. Pelaksana pengeboran adalah PT Medici Citra Nusantara (MCN), yang juga merupakan perusahaan afiliasi Bakrie Group. Kontrak ini nilainya 24 juta dolar AS. Dari tahap ini saja, kita sudah melihat "KKN" karena Lapindo dan MCN ternyata masih "saudara kandung". Seperti biasa, projek KKN biasanya akan bermasalah. Dan benar, masalah itu muncul, ketika MCN melakukan pengeboran di luar prosedur baku. PT Medco Energi (ME), milik pengusaha Arifin Panigoro - salah satu perusahaan yang bukan saudara kandung PT Lapindo Brantas - sudah mengingatkan agar MCN memasang selubung bor (casing) untuk mengantisipasi semburan lumpur panas dari perut bumi sebelum mencapai formasi Kujung yang diduga mengandung migas. Ternyata peringatan Medco Energi itu diabaikan MCN. Akibatnya, ketika terjadi masalah dalam pengeboran, muncullah semburan tersebut. Dari fakta itu jelas sekali bahwa Lapindo dan MCN telah melakukan kesalahan karena prosedur kerjanya tidak sesuai dengan dokumen perjanjian operasi bersama (joint operation agreement). Berdasarkan alasan-alasan di atas, PT Lapindo Brantas sebagai operator harus bertanggungjawab terhadap kasus semburan gas tersebut. Karena itu, PT Lapindo harus menanggung seluruh biaya yang timbul akibat semburan lumpur panas itu. Mungkin ada orang bertanya, kenapa MCN (yang tentu saja atas persetujuan Lapindo) senekat itu - tidak memasang casing untuk mengantisipasi bahaya semburan lumpur tersebut? Lagi-lagi, di situ terlihat lagi "niat korupsi" Lapindo. Bayangkan, seandainya Lapindo berhasil menemukan migas di sumur Banjar Panji itu, Lapindo akan mendapat keuntungan yang berkali-kali lipat, salah satunya adalah pembayaran casing tadi! Kenapa? Pemasangan casing dalam pengeboran migas adalah prosedur baku dan wajib tertulis dalam laporan pembiayaan. Sementara dalam kontrak pertambangan migas, sebelum pembagian hasil migas antara Lapindo Brantas, pemda, pusat, dan Pertamina, pihak operator pengeboran akan minta ganti pembayaran (recovery cost). Dalam laporan pembiayaan recovery cost PT Lapindo Brantas bisa dipastikan pemasangan casing akan dicantumkan di sana dan pemerintah akan menggantinya. Padahal dalam pelaksanaannya, tidak ada pemasangan casing. Akibatnya, keuntungan PT Lapindo Brantas berlipat-lipat. Itu kalau pengeboran tersebut sukses. Tapi apa yang terjadi? Ternyata, pengeboran tanpa casing itu gagal total. Bahkan pengeboran itu menuai bencana besar. Dari gambaran itu, kita bisa meihat bahwa kasus semburan lumpur tersebut bukan sekadar murni kesalahan prosedural, tapi juga dampak KKN. Yang terakhir ini tampaknya masih jadi "prosedur penyelewengan baku" di birokrasi pemerintah dan Pertamina sendiri. Untuk itulah, kasus semburan lumpur itu harus diselidiki secara total, bukan sekadar mengakui kesalahan prosedur pada pengeboran yang dilakukan MCN, tapi juga keterlibatan pihak-pihak yang melakukan konspirasi KKN sehingga memunculkan berbagai wacana yang simpang siur di atas, di antaranya, pemerintah perlu memberikan kompensasi pada korban bencana lumpur! Masya Allah! Kita berharap, Lapindo akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kasus lumpur panas itu. Baik Presiden SBY maupun Aburizal Bakrie (sebagai pemilik saham terbesar Lapindo) sudah menyatakan bahwa Lapindo akan bertanggung jawab penuh terhadap semua dampak yang timbul akibat semburan lumpur panas tersebut. Semoga janjinya ditepati - tidak sekadar janji dan wacana.*** Penulis, alumni Geofisika Institut Teknologi Bandung, anggota Komisi VII DPR RI [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **