[nasional_list] [ppiindia] Tanggung Jawab Sosial Lapindo

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sat, 2 Sep 2006 12:23:24 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/092006/02/0901.htm



Tanggung Jawab Sosial Lapindo
Oleh Ir. WAHYUDIN MUNAWIR  


BENCANA semburan lumpur panas di Sidoarjo yang sudah berlangsung tiga bulan 
ternyata makin mencemaskan. Jangankan PT Lapindo - pemicu tragedi itu -- bisa 
mengatasinya, yang terjadi malah sebaliknya: semburan lumpur panas makin besar 
dan menakutkan. Jebolnya tanggul "kuala lumpur" di Desa Siring, Porong (dua 
kali dalam bulan Agustus ini) menimbulkan ketakutan yang luar biasa. Banyak ibu 
dan anak kecil yang menangis dan histeris, tak tahu apa yang harus mereka 
lakukan. Akibat jebolnya tanggul kuala lumpur itu, sekira 6.000 warga 
diungsikan. 

Empat desa di Kecamatan Porong terendam lumpur dan ribuan rumah ditinggalkan 
penghuninya. Di samping itu, ratusan pabrik tutup dan jalan tol Surabaya-Gempol 
tak bisa dipakai lagi. Kerugian akibat semburan lumpur sejak 29 Mei 06 - saat 
bencana itu mulai - ditaksir sudah mencapai sekira Rp 300 triliun. 

Mirip Bhopal

Meski tak sama persis, semburan lumpur panas di Porong, Sidoarjo, mengingatkan 
kita akan tragedi Bhopal, 22 tahun lalu di India. Saat itu, sebuah pabrik 
pestisida milik Union Carbide (UC) - sebuah perusahaan kimia dari AS - bocor. 
Gas beracun yang merupakan material pestisida pun menyebar ke mana-mana. 
Akibatnya sungguh mengerikan, lebih dari 2.000 orang tewas. Ratusan ribu orang 
mengungsi. Kota Bhopal pun seperti kota mati!

Apa yang terjadi di Bhopal memang tak sama persis dengan apa yang terjadi di 
Porong, Sidoarjo. Tapi pada dua kasus tersebut, ada persamaan dan perbedaan. 
Persamaannya, kedua "pabrik" itu berada di tengah permukiman penduduk. Sumur 
migas Lapindo Brantas berada tak jauh dari permukiman penduduk. Begitu pula 
pabrik pestisida Union Carbide. Di sini saja sudah ada persoalan. Kenapa sebuah 
"pabrik" yang mengandung potensi amat berbahaya berada di lingkungan tempat 
tinggal penduduk? Jelas, ada pelanggaran peruntukan tata ruang. Pihak pabrikan 
dan pemda tak berpikir jauh mengenai faktor risk keberadaan pabrik tersebut. 

Yang dilihat hanya faktor benefit-nya semata. Mestinya kedua faktor - benefit 
and risk - dalam membangun pabrik atau industri menjadi pertimbangan yang 
matang dan adil. Kasus semburan lumpur Lapindo Brantas (juga bocoran gas 
Bhopal) memperlihatkan kepada kita, betapa faktor risk kurang mendapat 
perhatian.

Itulah gambaran persamaannya. Sedangkan perbedaannya terletak pada tanggung 
jawab sosial (social responsibility) dari perusahaan pembawa musibah itu. Pada 
kasus bocornya lumpur panas di Sidoarjo, pihak PT Lapindo hanya memberikan 
kompensasi sekira Rp 300 ribu perbulan kepada warga yang menjadi korban dan 
dirugikan (rumahnya terendam lumpur dan tidak bisa bekerja lagi). Itu pun tidak 
semua korban mendapat dana kompensasi. Terbukti, jumlah korban yang mendapat 
kompensasi tidak sampai separuhnya. PT Lapindo rencananya hanya mengeluarkan 
sekira 25 juta dolar AS (Rp 220 miliar) untuk kompensasi kepada semua korban. 

Hal ini berbeda jauh dengan kasus Bhopal. Pabrik pestisida itu mengeluarkan 
dana kompenasi untuk para korbannya sekira 350 juta dolar AS. Secara 
keseluruhan, dana kompensasi yang diberikan Union Carbide (untuk korban 
perorangan dan pemda) mencapai 470 juta dolar AS (Rp 4,2 triliun). Bahkan Union 
Carbide membangun rumah sakit di Bhopal untuk mengobati korban-korban bencana 
lanjutan. Pendek kata, tiap korban bencana Bhopal mendapat kompensasi ratusan 
juta rupiah per orang. Di pihak lain, pemerintah India tak sepeser pun 
mengeluarkan uang. 

Sekarang, bandingkan dengan PT Lapindo Brantas. Belum apa-apa, ada suara dari 
kalangan pejabat, agar pemerintah mengeluarkan kompensasi untuk korban Lapindo. 
Alasannya, musibah semburan gas adalah sebuah kecelakaan, bukan kesengajaan. 
Gagasan aneh ini tampaknya akan makin kuat. Ada indikasi pemerintah mau 
melaksanakan gagasan tersebut. Jika itu yang terjadi, berarti PT Lapindo tidak 
melaksanakan tanggung jawabnya. Dan negara yang akan dirugikan. Kita berharap 
hal itu jangan sampai terjadi. Pemerintah yang notabene sudah miskin jangan 
dimiskinkan lagi karena musibah Lapindo tersebut.

Benarkah kecelakaan?

Isu bahwa bencana semburan tersebut adalah kecelakaan tampaknya sengaja 
diembuskan oleh orang-orang tertentu yang menghendaki Lapindo tidak menanggung 
kompensasi atas bencana lumpur panas tadi. Padahal, kalau kita runut 
masalahnya, jelas PT Lapindo bersalah dalam melakukan prosedur kerja pengeboran 
sehingga muncul bencana semburan gas tersebut.

Kalau kita runut, masalah itu bermula dari awal Maret 1996 ketika PT Lapindo 
Brantas - anak perusahaan Bakrie Group - melakukan pengeboran sumur migas. 
Pelaksana pengeboran adalah PT Medici Citra Nusantara (MCN), yang juga 
merupakan perusahaan afiliasi Bakrie Group. Kontrak ini nilainya 24 juta dolar 
AS. Dari tahap ini saja, kita sudah melihat "KKN" karena Lapindo dan MCN 
ternyata masih "saudara kandung". Seperti biasa, projek KKN biasanya akan 
bermasalah. Dan benar, masalah itu muncul, ketika MCN melakukan pengeboran di 
luar prosedur baku. PT Medco Energi (ME), milik pengusaha Arifin Panigoro - 
salah satu perusahaan yang bukan saudara kandung PT Lapindo Brantas - sudah 
mengingatkan agar MCN memasang selubung bor (casing) untuk mengantisipasi 
semburan lumpur panas dari perut bumi sebelum mencapai formasi Kujung yang 
diduga mengandung migas. 

Ternyata peringatan Medco Energi itu diabaikan MCN. Akibatnya, ketika terjadi 
masalah dalam pengeboran, muncullah semburan tersebut. Dari fakta itu jelas 
sekali bahwa Lapindo dan MCN telah melakukan kesalahan karena prosedur kerjanya 
tidak sesuai dengan dokumen perjanjian operasi bersama (joint operation 
agreement). Berdasarkan alasan-alasan di atas, PT Lapindo Brantas sebagai 
operator harus bertanggungjawab terhadap kasus semburan gas tersebut. Karena 
itu, PT Lapindo harus menanggung seluruh biaya yang timbul akibat semburan 
lumpur panas itu. 

Mungkin ada orang bertanya, kenapa MCN (yang tentu saja atas persetujuan 
Lapindo) senekat itu - tidak memasang casing untuk mengantisipasi bahaya 
semburan lumpur tersebut? Lagi-lagi, di situ terlihat lagi "niat korupsi" 
Lapindo. Bayangkan, seandainya Lapindo berhasil menemukan migas di sumur Banjar 
Panji itu, Lapindo akan mendapat keuntungan yang berkali-kali lipat, salah 
satunya adalah pembayaran casing tadi! Kenapa? Pemasangan casing dalam 
pengeboran migas adalah prosedur baku dan wajib tertulis dalam laporan 
pembiayaan. 

Sementara dalam kontrak pertambangan migas, sebelum pembagian hasil migas 
antara Lapindo Brantas, pemda, pusat, dan Pertamina, pihak operator pengeboran 
akan minta ganti pembayaran (recovery cost). Dalam laporan pembiayaan recovery 
cost PT Lapindo Brantas bisa dipastikan pemasangan casing akan dicantumkan di 
sana dan pemerintah akan menggantinya. Padahal dalam pelaksanaannya, tidak ada 
pemasangan casing. Akibatnya, keuntungan PT Lapindo Brantas berlipat-lipat. Itu 
kalau pengeboran tersebut sukses.

Tapi apa yang terjadi? Ternyata, pengeboran tanpa casing itu gagal total. 
Bahkan pengeboran itu menuai bencana besar. Dari gambaran itu, kita bisa meihat 
bahwa kasus semburan lumpur tersebut bukan sekadar murni kesalahan prosedural, 
tapi juga dampak KKN. Yang terakhir ini tampaknya masih jadi "prosedur 
penyelewengan baku" di birokrasi pemerintah dan Pertamina sendiri. Untuk 
itulah, kasus semburan lumpur itu harus diselidiki secara total, bukan sekadar 
mengakui kesalahan prosedur pada pengeboran yang dilakukan MCN, tapi juga 
keterlibatan pihak-pihak yang melakukan konspirasi KKN sehingga memunculkan 
berbagai wacana yang simpang siur di atas, di antaranya, pemerintah perlu 
memberikan kompensasi pada korban bencana lumpur! Masya Allah! 

Kita berharap, Lapindo akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kasus lumpur 
panas itu. Baik Presiden SBY maupun Aburizal Bakrie (sebagai pemilik saham 
terbesar Lapindo) sudah menyatakan bahwa Lapindo akan bertanggung jawab penuh 
terhadap semua dampak yang timbul akibat semburan lumpur panas tersebut. Semoga 
janjinya ditepati - tidak sekadar janji dan wacana.*** 

Penulis, alumni Geofisika Institut Teknologi Bandung, anggota Komisi VII DPR RI


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Tanggung Jawab Sosial Lapindo