[nasional_list] [ppiindia] Bambu, Tanaman Tradisional yang Terlupakan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sat, 2 Sep 2006 12:20:00 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/092006/02/10wacana.htm


Bambu, Tanaman Tradisional yang Terlupakan
Oleh OTJO DANAATMADJA 


I. Pendahuluan

KITA mengetahui bersama bahwa kerusakan sumber daya alam di Indonesia telah 
melampaui ambang batas kerusakan dan cenderung untuk menuju kepada kemusnahan 
fatal apabila tidak ada usaha penanggulangannya yang berarti.

Kawasan hutan seluas 122 juta ha tinggal separuhnya akibat pembalakan 
liar/illegal logging, yang sampai kini belum ada penanganannya secara tuntas.

Di Jawa Barat sendiri terdapat lahan kritis sekira 600.000 ha, sebagian besar 
merupakan lahan kritis masyarakat (70%). Akibatnya kita merasakan sendiri 
terjadinya malapetaka bagi seluruh lapisan masyarakat seperti terjadinya 
banjir, longsor, sendimentasi, pendangkalan sungai serta muaranya, dll. pada 
musim hujan serta kekurangan air, pencemaran air dll. pada musim kemarau yang 
menyebabkan banyak kehilangan harta benda bahkan nyawa dll. yang tak ternilai 
harganya sedang keadaan ekonomi masyarakat berada dalam keadaan terpuruk.

Usaha rehabilitasi memang telah dimulai baik melalui GERHAN, GRLK provinsi, 
kabupaten, kota tetapi hasilnya belum mencapai sasaran yang diinginkan, padahal 
Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis ini telah berlangsung lebih dari 40 tahun 
yang lalu termasuk Gerakan Gandung Tatangkalan (Rakgantang) tahun 1970, Task 
Force tahun 1971 oleh Bapak Solihin GP, sewaktu beliau menjabat Gubernur Jawa 
Barat termasuk Banten.

Secara rutin bertahun-tahun tanaman penghijauan pada lahan kritis tersebut 
didominasi oleh komoditas jenis tanaman kayu-kayuan sebagai tanaman konservasi 
dan buah-buahan sebagai tanaman produktif. Sedangkan tanaman bambu sebagai 
jenis tanaman tradisional dengan sifatnya multiguna, belum tersentuh padahal 
sepantasnya jenis tanaman ini diikutsertakan dalam rangka rehabilitasi lahan 
kritis ini seperti disarankan oleh almarhum Bapak Mashudi dan Bapak Solihin GP 
beberapa tahun yang lalu.

II. Bambu sebagai bahan baku

Bambu, merupakan hasil hutan non kayu yang potensial untuk dikembangkan menjadi 
sumber bahan baku industri. Di bidang kehutanan tanaman bambu dapat 
meningkatkan kualitas hutan yang selama ini menjadi bahan baku industri 
perkayuan nasional melalui substitusi atau keanekaragaman bahan baku, mengingat 
potensi hutan kayu semakin langka sedangkan industri sudah telanjur ada dengan 
kapasitas besar, maka tuntutan pemenuhan bahan baku industri kehutanan menjadi 
agenda prioritas penyelamat aset kehutanan nasional.

Sebetulnya perhatian pemerintah terhadap tanaman bambu muncul setelah kebakaran 
hutan besar tahun 1997 di Kalimantan yang meluluh lantakkan lebih dari 1 juta 
ha. 

Di masa yang akan datang tanaman bambu dapat mendukung selain sebagai bahan 
baku sarana tradisional (bangunan, alat rumah tangga, kerajinan, kesenian dll.) 
dapat pula mendukung kapasitas dan kualitas hutan alam/hutan tanaman yang 
selama ini menjadi sumber bahan baku industri perkayuan nasional. Bentuk 
dukungan tersebut melalui substitusi produk atau keseragaman sumber bahan baku 
industri, mengingat potensi kayu semakin langka, memerlukan waktu yang relatif 
panjang rehabilitasinya, sedangkan bambu pada umur 4-5 tahun sudah memenuhi 
persyaratan yang layak.

Besarnya kebutuhan bahan baku bambu tidak mampu lagi dipenuhi oleh hutan alam 
bambu dan bambu rakyat, karena itu untuk menunjang kebutuhan bahan baku 
industri bambu diperlukan pengembangan hutan tanaman bambu yang dikelola secara 
profesional.

Dalam pada itu gejala yang dihadapi adalah masalah bibit yang secara 
tradisional memerlukan waktu yang cukup lama dan berkaitan dengan jenis bambu 
yang diinginkan. Dalam hal ini jalan pintas yang terbaik sejak dini didirikan 
Laboratorium Kultur Jaringan Bambu yang dapat memenuhi penyediaan bibit bambu 
yang memiliki persyaratan yang diperlukan jenis, kualitas, kuantitas dan waktu.

III. Keterlibatan masyarakat

Sasaran lahan kritis yang perlu direhabilitasi dengan bambu adalah sebagian 
lahan kritis masyarakat yang disatupadukan dengan GERHAN dan GRLK yang 
berlokasi di pedesaan. Pemasyarakatan bambu kepada petani di pedesaan tersebut 
dinilai tidak terlalu penting karena sifat komoditi bambu sudah merupakan 
bagian dari kehidupannya, bahkan dalam forum internasional dikatakan "Bamboo is 
timber of the poor" (bambu adalah kayu kaum duafa) sehingga bambu merupakan 
produk hasil hutan yang murah.

Pada Kongres Bambu Internasional bulan Juli 1995 di Denpasar Bali, istilah itu 
dihapus karena masyarakat modern kota pun menghargai bambu dan bambu dapat 
menjadi bahan baku industri maju seperti untuk kertas, papan lapis, papan serat 
atau bahan konstruksi bangunan. 

Tingkat keterlibatan masyarakat akan semakin tinggi bila rumpun bambu tumbuh di 
lahan milik masyarakat dengan sistem keterpaduan antara tanaman pertanian dan 
tanaman bambu (sistem tumpangsari/sisipan atau tanaman lorong).

Keterlibatan masyarakat dalam skema ekonomi menjadi persyaratan pokok dan dapat 
dikembangkan melalui perpaduan antara usaha tani perkebunan inti rakyat (PIR), 
pola hutan tanaman industri (PHTI) dan pola pemberian kredit, di mana di 
dalamnya terlibat masyarakat, pemerintah dan penjamin pemasaran produk.

Selain produk batang bambu, hutan tanaman bambu juga menghasilkan produk 
rebung. Selama satu tahun penanaman dapat dihasilkan 10-20 tunas tiap rumpun, 
sehingga apabila dalam 1 ha terdapat = 30 rumpun, maka dapat dihasilkan sekira 
6.000 rebung yang dapat menghasilkan sedikitnya Rp 15 juta, yang merupakan 
hasil tambahan masyarakat penggarap.

IV. Sepintas kilas masalah bambu

a. Sebaran jenis bambu

Di dunia terdapat lebih dari 1.250 jenis bambu yang berasal dari 75 marga. Dari 
jumlah tersebut di Indonesia terdapat 39 jenis bambu yang berasal dari 8 marga.

Bambu tumbuh di daerah tropis, sub tropis dan beriklim sedang kecuali di Eropa 
dan Asia Barat, dari dataran rendah sampai pada ketinggian 4.000 m dpl.

Tempat tumbuhnya pada tanah aluvial dengan tekstur tanah berpasir sampai 
berlampung, berdrainase baik, beriklim A/B (tipe FS) dengan ketinggian optimal 
0-500 m dpl.

b. Karakteristik bambu

Bambu tergolong keluarga Gramineae (rumput-rumputan) disebut juga Hiant Grass 
(rumput raksasa), berumpun dan terdiri dari sejumlah batang (buluh) yang tumbuh 
secara bertahap, dari mulai rebung, batang muda dan sudah dewasa pada umur 4-5 
tahun.

Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-buku, beruas-ruas berongga 
kadang-kadang masif, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata tunas 
atau cabang.

Akar bambu terdiri dari rimpang (rhizon) berbuku dan beruas, pada buku akan 
ditumbuhi oleh serabut dan tunas yang dapat tumbuh menjadi batang.

c. Fungsi dan manfaat bambu

Menurut Rivai, Suryo Kusumo dan Nugoro (1994), kegunaan dan manfaat bambu 
bervariasi mulai dari perabotan rumah, perabotan dapur dan kerajinan, bahan 
bangunan serta peralatan lainnya dari yang sederhana sampai dengan industri 
bambu lapis, laminasi bambu, maupun industri kertas yang sudah modern. Dari 
sekilas gambaran manfaat tersebut menyiratkan suatu harapan, bahwa kebutuhan 
terhadap bambu akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan masyarakat.

1) Ekologis

Tanaman bambu mempunyai sistem perakaran serabut dengan akar rimpang yang 
sangat kuat. Karakteristik perakaran bambu memungkinkan tanaman ini menjaga 
sistem hidronologis sebagai pengijat tanah dan air, sehingga dapat digunakan 
sebagai tanaman konservasi. Rumpun bambu di Tatar Sunda disebut dapuran awi 
juga akan menciptakan iklim mikro di sekitarnya, sedangkan hutan bambu dalam 
skala luas pada usia yang cukup dapat dikategorikan sebagai satu satuan 
ekosistem yang lengkap. Kondisi hutan bambu memungkinkan mikro organisme dapat 
berkembang bersama dalam jalinan rantai makanan yang saling bersimbiosis.

2) Sosial, ekonomi, budaya

Tanaman bambu baik dalam skala kecil maupun besar mempunyai nilai ekonomi yang 
meyakinkan. Budaya masyarakat menggunakan bambu dalam berbagai aktivitas 
kehidupan sehingga bambu dapat dikategorikan sebagai multipurpose free species 
(MPTS = jenis pohon yang serbaguna). Pemanfaatan bambu secara tradisional masih 
terbatas sebagai bahan bangunan dan kebutuhan keluarga lainnya (alat rumah 
tangga, kerajinan, alat kesenian seperti angklung, calung, suling, gambang, 
bahan makanan seperti rebung dll.).

Pada umumnya jenis-jenis bambu yang diperdagangkan adalah jenis bambu yang 
berdiameter besar dan berdinding tebal. Jenis-jenis tersebut diwakili oleh 
warga Bambusa (3 jenis), Dendrocalalamus (2 jenis) dan Gigantochloa (8 jenis).

Dari jenis-jenis tersebut dapat dibudidayakan secara massal untuk menunjang 
industri kertas, chopstick, flowerstick, ply bamboo, particle board dan papan 
semen serat bambu serta kemungkinan dikembangkan bangunan dari bahan bambu yang 
tahan gempa dll.

Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat bambu menjadi salah satu kelengkapan 
yang tidak bisa ditinggalkan, misalnya dalam upacara adat, upacara perkawinan, 
hajatan keluarga bahkan bahan baku bambu menjadi alat musik khas komunitas 
tertentu. Lebih dari itu perkembangan sosial budaya masyarakat ditandai dengan 
perkembangannya aksesori bambu dalam pembuatan perabot rumah tangga dan cindera 
mata yang bernilai seni tinggi. Di beberapa tempat species bambu tentu menjadi 
bagian mitos dan kelengkapan ritual masyarakat yang bernilai magis.

d. Analisis ekonomi hutan tanaman bambu

Berdasarkan penelitian PT Persada Alnita Lestari (2003), pembangunan Hutan 
Tanaman Bambu pada tahun pertama memerlukan, biaya Rp 10.137.000,00 dari mulai 
perencanaan sampai pemeliharaan. Pada tahun ke 2 sampai tahun ke 4 diperlukan 
biaya sebesar Rp 1.402.900,00 per ha. Apabila daur pengusaha hutan bambu selama 
20 tahun, maka kebutuhan dana total mencapai Rp 87.960.100,00 per ha. Dengan 
perolehan hasil sebesar Rp 767.520.000,00.

Secara analisis finansial investasi pembangunan hutan tanaman bambu dengan 
indikator interest 18% per tahun dan dengan metode discounting dari tahun 
pertama sampai tahun akhir daur perusahaan (20 tahun) menghasilkan Net Present 
Valute (NPV) sebesar 56% sehingga pengusaha bambu ini dikategorikan layak.

Ditinjau dari perhitungan B/C ratio didapat hasil 5,65 dengan payback period 
dicapai pada tahun ke-4.*** 

Penulis, aktif di DPLKTS - Yapalhi.


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Bambu, Tanaman Tradisional yang Terlupakan