[nasional_list] [ppiindia] Tanah Pertiwi untuk Tetangga

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 10 Sep 2006 22:48:30 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **Refleksi: Apakah tidak lebih baik 
pulaunya dijual dari pada export pasir kepada Singapura? 

http://www.gatra.com/artikel.php?id=97714


Tanah Pertiwi untuk Tetangga


Tak ada rotan akar pun jadi. Begitu agaknya semboyan yang jadi pegangan para 
kontraktor reklamasi pantai di Singapura. Maka, saat ekspor pasir laut secara 
resmi dibekukan oleh Pemerintah Indonesia sekitar akhir 2003, mereka pun 
memburu pasir darat. Sasarannya tak jauh-jauh juga, masih dari sekitar Pulau 
Batam, Karimun, Belait, Bulan, dan Combol, di radius 75 kilometer dari pantai 
Singapura. Kota cantik di ujung Selat Malaka itu memang selalu lapar akan pasir 
urukan.

Reklamasi di Singapura telah berjalan nyaris tanpa jeda hampir 35 tahun 
terakhir ini. Hasilnya, wilayah daratan Singapura telah mekar dari 490 
kilometer persegi menjadi kini 690 kilometer persegi --40 kilometer persegi 
lebih luas dari Jakarta. Dalam dua tiga tahun terakhir ini, pasir urukan itu 
diambil dari darat. Akibatnya, pulau-pulau kecil di sekitar Batam-Karimun jadi 
berantakan akibat penggalian.

Lihat saja ke Pulau Sebait, sekitar satu jam dari Sekupang, Batam, dengan 
perahu (motor) pancung. Dari kejauhan, Sebait tampak merah gersang dan 
meranggas. Kehijauan bakau yang dulu menghiasi tepian pantai kini berubah 
bongkahan merah bumi yang terkelupas. Pulau seluas 150 hektare itu itu tampak 
porak poranda. Ada gundukan-gundukan tanah galian di satu sisi, dan 
cekungan-cekungan tanah di sisi lain.

Bahkan kini Sebait nyaris terbelah dua. "Kalau musim utara datang di awal 
tahun, air pasang akan merendam bekas-bekas galian itu dan pulau kami pun 
terbelah dua," ujar Muhammad Nasir, Ketua RT 02 Dusun Pulau Buluh Patah, di 
Pulau Sebait, Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun. Beberapa hari ini tidak ada 
aktivitas di pulau itu. Beberapa orang terlihat di bedeng dekat tumpukan pasir 
yang siap diangkut. Tapi, aksi bongkar-muat sedang istirahat. "Setelah polisi 
datang menyegel tempat ini, kegiatan terhenti," kata Amat, petugas lapangan PT 
Surya Cipta Rezeki (SCR), yang mengantongi izin menggarap pulau itu.

Sudah 20 tahunan perusahaan milik Lis Rahayu itu mengeduk pasir di Pulau 
Sebait. Kini, bermodalkan izin Dinas Pertambangan Kabupaten Karimun, Surya 
Cipta menggaruk pasir di area 63 hektare. Kata Amat, sebagian lahan pulau itu 
sudah dibebaskan oleh PT Surya Cipta. "Pada 1990, masyarakat mendapat ganti 
rugi Rp 300 per meter," ungkap ayah tiga anak itu. Saat ini harga tanah naik 
menjadi Rp 600 per meter persegi. Tanah kebun dibanderol Rp 1.500 per meter 
persegi.

Lonjakan harga itu terjadi setelah penambangan pasir laut terhenti. Jelas, 
pasir laut lebih murah. Harga belinya ke pemerintah Indonesia hanya S$ 1,30 
sampai S$ 1,6 per meter kubik. Kontraktor reklamasi bila membelinya dari 
pemasok sekitar S$ 3-S$ 4 saja. Bandingkan, kini mereka harus membelinya dengan 
harga S$ 6-S$ 7. Toh, harga itu ditubruknya pula.

Maka, tak hanya di Pulau Sebait, aktivitas penambangan juga terlihat jor-joran 
di Pulau Cik Lim, bagian barat daya Pulau Buluh Patah. Dua perusahaan besar, 
Griya dan Baskara, berebut menggaruk 200 hektare lahan dari 4.000 hektare 
daratan di pulau tersebut. Ada dua pelabuhan pasir di wilayah itu. Satu di 
barat daya, lainnya di tenggara. Tampak tujuh unit lori hilir-mudik menempuh 
jarak satu kilometer dan menumpahkan pasir ke tempat penampungan di bibir 
pantai. Di bukit, tampak beberapa eskavator sedang menguliti tubuh Ibu Pertiwi. 
Sesekali terdengar suara tembakan air untuk menggerus pasir di lereng bukit.

Pasir tak langsung diangkut ke bibir pantai karena harus dicuci dulu. "Satu 
hari kita menghabiskan 8 ton air untuk pencucian pasir," ujar Amat, yang juga 
menjadi mandor di situ. Dua kolam besar, masing-masing 6 hektare, menjadi arena 
pencucian. Satu kolam untuk cadangan air, yang lain untuk menampung limbah 
lumpur, yang kemudian dibuang ke laut dengan pipa 20 sentimeter.

Kondisi itu mendatangkan keluhan 200 kepala keluarga Dusun Pulau Buluh Patah, 
yang menggantungkan hidup dari melaut. "Limbah itu sangat mengganggu kami, 
karena ikan-ikan pada lari," kata Raja Rahmat, Ketua Koperasi Mitra Nelayan 
Dusun Pulau Buluh Patah, kepada Gatra.

Dari pulau-pulau itu, pasir diusung ke Singapura. Kata Amat, Surya Cipta Rezeki 
mengirim pasir ke "negeri singa" rata-rata empat tongkang per bulan. Satu 
tongkang mengangkut 2.700 meter kubik pasir. Griya dan Baskara, yang mulai 
beroperasi 12 tahun silam, malah sanggup mengirim 10 tongkang per bulan. Jadi, 
dalam sebulan terkirim 37.800 meter kubik pasir ke Singapura hanya dari tiga 
perusahaan.

Di Kabupaten Karimun, menurut Zainuddin, Wakil Ketua Komisi C DPRD setempat, 
ada sembilan perusahaan penambangan pasir. Yang tercatat, sebulan terkirim 45 
tongkang pasir. "Bisnis pasir ini penuh akal-akalan. Mengeruk 10 tongkang, 
didaftarkan dua, sisanya diselundupkan," ujar Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini. 
Dalam peraturan daerah, pajak ekspor ditetapkan Rp 3.500 per meter kubik. 
Zainuddin menghitung, jika bisa melakukan pengawasan secara ketat, pajak ekspor 
pasir bisa mencapai Rp 500 juta per bulan, belum termasuk royalti. Toh, menurut 
Amat, dari hasil pasir itu pengusaha menyetor Rp 800.000 per tongkang untuk 
dana pengembangan masyarakat. "Itu belum untuk aparat di lapangan," ungkapnya.

Hariansyah, Direktur Kaliptra Sumatera, lembaga nonpemerintah yang mengawasi 
penambangan, mengatakan bahwa bisnis pasir di sekitar Batam-Karimun itu penuh 
trik. "Kalau tak ada permainan, nggak mungkin bisnis ini berjalan mulus," 
katanya. Maksudnya, angka-angka ekspor yang dilaporkan jauh berbeda dari 
kenyataan. Dari hasil pantauan lembaganya, Hariansah menyimpulkan, umumnya 
pasir asal Riau diboyong ke Singapura melalui jalur gelap. Volumenya mencapai 2 
juta ton (senilai Rp 11,33 milyar) per hari. Yang tercatat hanya tercatat 0,93 
juta ton sehari. "Jadi, ada selisih 1,10 juta ton. Berarti Rp 2,24 trilyun uang 
negara menguap dari pasir per tahun," kata Hariansah.

Bupati Bengkalis Syamsurizal memilih tak memberikan izin penambangan. "Pasir 
dikeruk, tapi hasilnya tak banyak mengucur ke daerah. Nelayan kita sengsara 
lantaran ikan pada kabur. Lebih baik nggak usahlah," ujarnya ringan. Belum 
lagi, katanya pula, lingkungan jadi porak poranda. Itu pula yang dirasakan 
Wakil Bupati Karimun Aunur Rafik. Ia kesal, para penambang tak kunjung 
melakukan reklamasi dan reboisasi. "Seharusnya saat ini sudah dilakukan, tetapi 
pihak perusahaan tak memberi laporan," kata Rafik kepada Indra Abdi dari Gatra. 
Tapi, ya mau mereklamasi dengan apa, kalau pasirnya sudah bestatus tanah 
Singapura? Ainur memang mengancam akan memerkarakannya. Tapi, di lapangan tak 
ada tanda-tanda reklamasi.

Ekspor pasir ke Singapura itu memang urusan pelik. Ketika memutuskan menyetop 
ekspor pasir laut akhir 2003, Presiden (saat itu) Megawati Soekarnoputri, 
mensyaratkan tiga hal. Pertama, garis batas wilayah Indonesia-Singapura harus 
jelas dulu. "Ini soal kedaulatan," ujarnya suatu kali kepada Gatra. Yang kedua, 
secara teknis penambangan itu pasir laut tidak menimbulkan dampak lingkungan. 
Ketiga, harga yang wajar. Maka, tawaran kenaikan harga sampai S$ 3,5 per meter 
kubik pun ditolaknya. "Lagi pula, kalau Singapura terus tumbuh, dia nanti nggak 
butuh Batam, Bintan, atau Karimun," ujarnya.

Langkah itu dilanjutkan Menteri Kelautan Freddy Numberi. "Ekspor pasir hanya 
menguntungkan Singapura," ujarnya. Sebagai Menteri Kelautan, ia menolak 
memberikan izin penambangan pasir laut.

Tapi, kini urusan galian tambang pasir bukan urusan pemerintah pusat. Otoritas 
ada di pemerintah daerah. Menjual pasir ke Singapura pun bukan hal terlarang. 
Soal kedaulatan dan lain-lain, siapa peduli.

Heru Pamuji, dan Abdul Aziz (Pekanbaru)
[Laporan Khusus, Gatra Edisi 43 Beredar Kamis, 7 September 2006]

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 
    mailto:ppiindia-fullfeatured@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Tanah Pertiwi untuk Tetangga