[nasional_list] [ppiindia] Suara Lonjong Tarif Listrik

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 1 Feb 2006 00:51:16 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **TEMPO
Edisi. 49/XXXIV/30 Januari - 05 Februari 2006 


      Suara Lonjong Tarif Listrik
      Biaya produksi listrik PLN lebih tinggi dari luar negeri. Besaran 
skenario pemerintah tak lebih dari 20 persen.  




KANTOR para wakil rakyat menjadi gaduh pada awal pekan lalu. Di depan gedung 
Nusantara I, puluhan pemuda menggelar aksi mendukung korban saluran udara 
tegangan ekstra tinggi (SUTET). Empat warga korban SUTET tampak di antara 
pengunjuk rasa. 


Demonstrasi mulai memanas ketika para pendemo memaksa masuk ke ruang rapat, 
yang tentu dicegah para petugas keamanan. Aksi saling dorong tak terhindarkan 
hingga kaca pintu masuk pecah berantakan.


Puncak aksi adalah ketika empat korban SUTET, yang lemah karena mogok makan, 
menduduki bangsal depan ruang rapat komisi energi. Kendati pintu tertutup 
rapat, hawa panas unjuk rasa sepertinya merembes ke dalam ruang, tempat para 
wakil rakyat bersidang. 


Maklumlah, agenda pembahasan saat itu cukup hot, yaitu kenaikan tarif dasar 
listrik. Sejak awal tahun ini, spekulasi tentang besaran dan waktu kenaikan 
tarif listrik ramai diperbincangkan. Perdebatan turut diramaikan oleh perkiraan 
sejumlah pejabat pemerintah.


Menteri Negara Kepala Badan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta, misalnya, 
sempat melontarkan ramalan mengagetkan. Paskah menyatakan tarif listrik dapat 
naik hingga 100 persen. 


Ada juga skenario kenaikan dari Kantor Menteri Koordinator Perekonomian. 
Menurut para pejabat di Lapangan Banteng, tarif listrik perlu naik antara 18,4 
persen dan 48,3 persen. Waktu kenaikan tarif dijadwalkan antara 1 Februari dan 
1 Maret. 


Itu sebabnya, DPR mengundang Tim Teknis Kenaikan Tarif Dasar Listrik pemerintah 
untuk menjelaskan rencana kenaikan tarif. Dari tim bentukan pemerintah itu 
hadir Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Yogo Pratomo, Deputi 
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Roes Aryawidjaja, serta seluruh 
direksi PLN. 


Di depan para anggota Komisi VII, tim tarif membeberkan empat skenario harga 
yang baru. Dalam opsi kenaikan tarif listrik yang disodorkan pemerintah, 
tersebut kisaran antara 15 dan 20 persen. 


DPR tak dengan serta-merta mendukung kenaikan tarif listrik. "Kenaikan ini di 
luar kemampuan masyarakat," kata Agusman Effendi, Ketua Komisi. "Kita meminta 
agar lebih dulu dilakukan audit atas biaya pokok produksi listrik sebelum 
membicarakan kenaikan tarif," Tjatur Sapto Edy, anggota Komisi Energi dari 
Fraksi PAN, menimpali. 


Desakan untuk mengaudit biaya produksi muncul karena angka yang diajukan PLN 
dianggap kelewat tinggi. Saat pembahasan tarif, PLN menyatakan biaya produksi 
rata-rata sebesar Rp 867 per kilowatt hour (kwh). Perinciannya, biaya produksi 
untuk tegangan rendah sebesar Rp 1.052 per kwh, sedangkan untuk tegangan tinggi 
Rp 600 per kwh.


Biaya itu lebih tinggi dibandingkan biaya produksi listrik dari sejumlah negara 
lain, yang diperoleh DPR. Rata-rata biaya produksi listrik internasional adalah 
US$ 0,07 per kwh, atau sekitar Rp 700 per kwh.


Mengapa harga produksi listrik di dalam negeri begitu tinggi? "Dari dulu data 
PLN banyak ngaconya," ujar ekonom Faisal Basri. Pendapat senada terdengar dari 
Fabby Tumiwa, Koordinator Working Group Power Sector Restructuring, kelompok 
yang memantau bisnis listrik.


"Tidak ketahuan biaya apa saja yang dibebankan ke dalam perhitungan biaya 
produksi," ujar Fabby. Selama ini, PLN mengklasifikasikan biaya produksinya 
menjadi biaya pembelian tenaga listrik dari kontraktor swasta, biaya bahan 
bakar, pemeliharaan, pegawai, administrasi, dan biaya penyusutan. 


Permintaan mengaudit biaya produksi sejatinya pernah dilontarkan anggota 
parlemen. Kendati permintaan itu tak pernah ditolak, kabar tentang pelaksanaan, 
apalagi hasil audit, tak pernah terdengar. 


Ketika DPR menagih lagi janji mengaudit biaya produksi, pemerintah menyanggupi. 
"Kami akan melaksanakan apa yang diminta oleh DPR," ujar Yogo. BPK telah 
ditunjuk menjadi pelaksana audit, yang dijadwalkan berlangsung dua hingga empat 
pekan.


Jika pemerintah menepati janjinya ke DPR, kenaikan harga paling cepat terjadi 
pada Februari. Setelah ada hasil audit biaya pokok, baru DPR membahas jalan 
keluar untuk menutupi kekurangan uang PLN. Sekadar mengingatkan, tahun ini PLN 
hanya mengantongi sepertiga dari subsidi yang dimintanya.


PLN mengklaim membutuhkan subsidi Rp 38 triliun. Jumlah yang direstui 
pemerintah hanya Rp 17 triliun. Artinya, masih ada kekurangan biaya produksi Rp 
21 triliun. 


Tanpa audit biaya pokok produksi, menutup defisit hanya akan menjadi debat 
kusir. Bahkan di dalam lembaga eksekutif pun, suara mengenai kenaikan tarif 
listrik masih lonjong. Para pejabat yang mengurus fiskal dan anggaran bisa 
disebut pendukung fanatik kenaikan tarif listrik. 


Dengan argumentasi bahwa pemerintah harus setia pada target anggaran sebesar 
0,8 persen, mudah ditebak para pejabat yang mengurus fiskal akan menyarankan 
beban produksi listrik ditanggung para pengguna melalui kenaikan tarif.


"Kami paham bahwa kenaikan tarif listrik akan memberi beban," kata Menteri 
Keuangan Sri Mulyani. "Di sisi lain, kalau tidak ada kenaikan, APBN sangat 
terbatas." Tapi, ada pula pejabat yang berharap menghindari kenaikan tarif.


"Kalau bisa tidak naik, ya lebih bagus," ujar Menteri Perindustrian Fahmi 
Idris. Ia berharap demikian karena mengurus kalangan industri yang harus 
menanggung tambahan beban bila tarif listrik naik. 


Ketika PLN mengenakan biaya tambahan kepada pelanggan yang menggunakan listrik 
ekstra di saat beban puncak, banyak pelanggan kelas industri yang 
mencak-mencak. "Pengenaan denda itu meningkatkan biaya operasi kami," ujar 
seorang pemilik pabrik tekstil kelas menengah yang enggan dikutip namanya. 


Industri serat, tekstil, dan produk tekstil terhitung yang paling vokal 
menyuarakan keberatan terhadap kenaikan tarif listrik. Sekretaris Jenderal 
Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSFI), Kustarjono Projolalito, 
menyatakan industri sintetis akan terengah-engah bila listrik naik sebab, 
seperti industri semen, mereka butuh listrik sehari penuh. 


Di industri tekstil, hilir dari industri serat, rencana kenaikan tarif juga 
disambut dengan waswas. "Biaya listrik mencapai 8 persen hingga 12 persen dari 
seluruh biaya produksi kami," ujar Ernovian G. Ismy, Sekretaris Eksekutif 
Asosiasi Pertekstilan Indonesia. 


Keluhan para pebisnis itu berlabuh pada kekhawatiran yang sama. Jika biaya 
membengkak, produk buatan mereka akan sulit menyaingi harga produk negara lain. 
Buntut yang perlu dipikirkan pemerintah adalah, jika semakin banyak perusahaan 
gulung tikar, jumlah pengangguran akan meningkat drastis. 


Dampak buruk kenaikan tarif listrik yang juga perlu dipikirkan oleh pemerintah 
adalah laju inflasi. Setelah harga BBM dilepas melayang pada akhir tahun lalu, 
inflasi sepanjang tahun lalu meroket hingga 18 persen. Jika tarif listrik 
dikerek kelewat tinggi dan terlalu dini, ada yang mengkhawatirkan angka inflasi 
kembali melesat. 


"Kenaikan tarif listrik sebaiknya tak lebih dari 30 persen," ujar Gubernur Bank 
Indonesia, Burhanuddin Abdullah. Jika kenaikan di atas angka itu, bank sentral 
memperkirakan inflasi akan melaju hingga melewati 8 persen-ujung-ujungnya, akan 
kembali menggoyang nilai tukar rupiah. 


Kalkulasi yang tak terlalu berbeda datang dari ekonom M. Chatib Basri. Ia 
menyarankan tarif listrik dinaikkan tak lebih dari 20 persen agar inflasi tak 
terganggu. "Kalau kenaikan tarif sebesar itu, inflasi paling banyak melonjak 
1,5 persen," katanya. 


Para petinggi negeri ini berjanji akan mengambil pilihan yang paling tidak 
membebani rakyat. "Agar tidak menambah beban mereka yang mengalami kesulitan 
ekonomi," ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mudah-mudahan janji itu 
ditepati. 


Thomas Hadiwijaya, Sutarto, Retno Sulistiyawati, Agus Supriyanto, Ewo Raswa, 
Tempo News Room 


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Suara Lonjong Tarif Listrik