** Mailing List Nasional Indonesia PPI India Forum ** Iya, mas Ambon, di negara negara yang sedang berkembang, dimana sering terjadi gejolak yang mengancam kekuasaan pemerintah, issue aparat keamanan adalah sangat substantial. Disini, background kerusuhan sangat komplex, tercampur antara unsur kriminal murni (perampokan asli) dan tindak kekerasan berlatarbelakang politis (perampokan untuk mengumpulkan dana, pemboman, penculikan), dimana batas antara masalah kepolisian dan masalah militer menjadi kabur. Ini kita lihat di Afrika, Amerika latin, Asia selatan dan tenggara. Juga di Eropa terjadi: Spanyol: golongan Basque dan Irlandia. Definisi, bahwa militer adalah alat untuk melawan musuh dari luar tapal batas negara, dan polisi untuk melawan kejahatan murni, menjadi kabur. Di-negara negara berkembang, militer sudah selalu dipakai untuk melawan kerusuhan dalam negeri, jadi, melawan kekuatan diantara rakyat sendiri. Di Nusantara ini sudah terjadi dijaman Majapahit, yaitu dibawah pemerintahan Jayanegara yang sering mengalami pembrontakan. Di Philippina, militer dipakai untuk melawan pembrontakan kaum Moro. Juga di Thailand selatan. Justeru, karena hal inilah, maka pemerintah (baca: sipenguasa) selalu cenderung untuk menyatukan kedua alat pemukul itu disatu tangan. Nasution yang melahirkan idee Hankam sebagai satu alat peleburan semua alat alat keamanan. Juga idee Dwifungsi, yang menyusupkan kekuatan militer diantara tata-pemerintahan sipil, adalah termasuk dalam kategori penyatuan kekuatan keamamanan ini. AS dibawah Bush baru baru ini menciptakan sebuah kementrian yang menyatukan semua wewenang pengawasan keamanan: Home Security. Dalam negara negara yang sudah stabil dan teratur, demokrasinya mapan, seperti negara negara Eropa barat, atau Canada, Australia dsb, maka pemisahan polisi dan militer adalah hal yang alami. Polisi adalah selalu merupakan badan sipil, tunduk pada peradilan sipil. Ini juga diatur dalam Konvensi Jenewa. Indonesia, yang masih tergolong negara berkembang, yang masalah keamanannya masih up and down begini, seharusnya mendidik diri dalam kedisplinan internasional ini: memisahkan wewenang kepolisian dan militer. Militer, tak boleh digunakan untuk melawan bangsa sendiri, me-nakut2i, dan malah menekan. Koordinasi, boleh saja dalam satu tangan, seperti di US kini dicoba dengan konsep Home Security. Tetapi melebur keduanya? Kita akan menggabungkan diri dengan negara negara di Afrika... Kecuali, kalau TNI definisinya sami mawon dengan Satpam. Danardono --- In ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx, "Ambon" <sea@xxxx> wrote: > http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0205/17/0102.htm > > > Sjafrie, "TNI Hindari Dualisme Komando" > Merger TNI-Polri, Awal Keterpurukan Demokrasi > > YOGYAKARTA, (PR).- > Mantan Ketua MPR RI Amien Rais menilai, rencana "merger" atau penyatuan > kembali TNI dan Polri sebagai lonceng awal keterpurukan demokrasi. Oleh > karenanya, DPR harus bersikap tegas menghadapi draf atau rencana revisi UU > Pertahanan Negara yang akan mengarah pada penyatuan kembali TNI dan Polri. > "Tanpa mendramatisasi, rencana penyatuan tersebut sebagai lonceng awal > keterpurukan demokrasi kita. Saya ingin mengingatkan, bahwa fungsi antara > TNI sebagai tulang punggung pertahanan nasional, dan polisi sebagai tulang > punggung keamanan nasional, merupakan hasil reformasi yang proporsional," > tandas Amien saat ditemui wartawan di Yogyakarta, Rabu (16/2). > Menurut Amien, apabila rencana merger TNI-Polri terjadi, hasil reformasi > yang telah menjadi komitmen bersama seluruh rakyat, akan digulung dalam > tempo singkat. Dia menilai aneh munculnya pernyataan yang menyebut reformasi > pemisahan TNI dan Polri dianggap sudah "kebablasan". Di negara yang > demokrasinya sudah matang, tambahnya, polisi merupakan kekuatan sipil, dan > tidak ada dimensi sebagai kekuatan militer. > "Karena itu, kalau Juwono Sudarsono (Menteri Pertahanan, red.) menyatakan > penyatuan polisi dan militer seperti di negara maju, dia pasti sedang keliru > lidah," ujarnya. > Amien juga berpendapat, ada semacam langkah yang sengaja atau tidak, > merupakan likuidasi awal dari demokrasi yang sedang dibangun. "Karena, > apabila kekuatan militer sudah mengkooptasi kekuatan polisi, maka yang > terjadi adalah salah satu sendi demokrasi sudah mulai patah," ujarnya. > Untuk itu, tambahnya, anggota DPR harus bersikap cerdas dan arif agar tidak > terperangkap oleh "softifikasi semantik" atau permainan kata-kata. Intinya, > tidak bisa diragukan kembalinya Polri sebagai anggota junior dalam sistem > baru nanti yang mengingatkan pada sistem Orde Baru (Orba) yang sudah harus > ditinggalkan. > Dikatakan, adanya pemisahan TNI dan Polri, telah membuat kedua lembaga > tersebut sama-sama puas. Setelah lepas dari TNI, Polri sudah semakin bagus, > karena bisa memainkan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum dan penegak > keamanan. Dengan adanya penyatuan kembali, fungsi penegakan hukum menjadi > sirna. > "Umumnya saya melihat di mana-mana teman-teman Polri lega, karena sudah bisa > menunaikan tugas dengan lebih baik dan fungsional. Sebaliknya teman- teman > TNI atau militer juga lega, karena pemisahan tugas itu menjadi lebih jernih. > Hilangnya fungsi penegakan hukum Polri, merupakan kerugian bagi masyarakat > sipil," tutur Amien. > Pada bagian lain dia juga mengatakan, pembagian fungsi TNI 30 persen di > bidang keamanan, dan 70 persen di bidang pertahanan, sementara Polri 30 > persen di bidang pertahanan dan sisanya keamanan, bisa diperdebatkan. "Ini > bukan seperti orang membuat kopi susu, berapa sendok gula dan kopi serta > berapa sendok susunya. Ini enak didengar, tetapi kenyataannya berat sekali," > katanya. > Dampak negatif penyatuan tersebut, lanjut Amien, Polri akan kembali kepada > iklim militer, tidak lagi menjadi penopang kekuatan sipil. Pada gilirannya, > upaya untuk menegakkan masyarakat madani atau civil society akan bertambah > rumit. "Saya tidak tahu apakah ini pemikiran penasihatnya SBY atau justru > SBY sendiri, saya tidak peduli. Tetapi, DPR harus sangat waspada terhadap > langkah seperti ini. Jangan pernah diloloskan," tandas Amien. > Dualisme komando > Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Sjafrie > Sjamsoeddin menilai, penempatan Menko Polhukkam selaku pengendali TNI-Polri > sangat tidak tepat. Alasannya, karena Menko Polhukkam keberadaannya hanya > bertindak sebagai koordinator antarmenteri. > "Jangan terlalu cepat mengatakan Menko Polhukkam sebagai pengendali, karena > fungsinya hanya koordinasi antarmenteri saja. Artinya, tidak memiliki > kewenangan pengendalian komando," katanya saat menanggapi pernyataan Menteri > Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono berkenaan wacana pengajuan RUU guna > menyatukan kembali TNI-Polri, di Jakarta, Rabu (16/2). > Justru, kata Sjafrie, sekarang ini TNI tengah menghindari adanya dualisme > komando pengendalian. TNI hanya bisa diperintahkan oleh presiden melalui > Panglima TNI, sehingga Menko Polhukkam tidak bisa mengendalikan operasi TNI > kecuali ada instruksi dari presiden. > Mantan Pangdam Jaya ini juga menuturkan bahwa Menko Polhukkam tidak memiliki > kebijakan atas pengendalian komando, namun dapat bertindak sebagai pelaksana > harian dari presiden. > Pada tatanan pengendalian TNI dan Polri, menurut Sjafrie, mungkin lebih > tepat diserahkan kepada Dewan Keamanan Nasional (DKN). Apalagi rencana > pembentukan dewan tersebut sudah ada dan masuk ke presiden. Sementara > koordinasi tugas antara TNI dan Polri, sampai sejauh ini belum ada > undang-undang atau peraturan pemerintah (PP) yang mengatur keterlibatan TNI > dalam membantu Polri. > "Sebaiknya memang bantuan TNI kepada Polri diatur dalam suatu sistem > sehingga ada aturan main yang jelas, selain juga legalitasnya formal. Selama > ini tidak ada aturan mainnya," katanya. > Sjafrie mencontohkan dirinya kerap berhubungan dengan kapolda. Begitu pula > dengan pangdam. Namun hubungan tersebut menjadi berkurang menyusul aturan > main yang tidak jelas menyangkut bantuan pelaksanaan tugas. "Ya, memang > harus dibuat mekanismenya," ujarnya. Sejauh ini koordinasi bantuan TNI > kepada Polri hanya dilakukan berdasarkan kerja sama antara Mabes TNI dan > Mabes Polri dalam bentuk petunjuk dan pelaksanaan (juklak) dan belum ada > keterikatan secara hukum. > "Upaya ini yang sebetulnya sedang dipikirkan, bila mungkin harus merevisi > undang-undang. Tentunya, mesti menjadi pembicaraan tiga lembaga yakni Polri, > TNI, dan pemerintah," ucap Sjafrie.(A-101/A-90)*** > > > SUPLEMEN > > > IKLAN ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Website resmi http://www.ppi-india.uni.cc **