[nasional_list] [ppiindia] Politik Beras dan Ketahanan Bangsa

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 5 Feb 2006 00:36:28 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.suarapembaruan.com/News/2006/02/04/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Politik Beras dan Ketahanan Bangsa
Oleh Ir Sudarmono 


BERAS menjadi komoditi yang selalu menarik bukan hanya untuk dimakan sebagai 
pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia, juga untuk dicermati, 
didiskusikan, dan bahkan dipolemikkan. Apa pun yang terjadi dengan beras, akan 
banyak pihak yang bersuara dan tidak jarang pendapat tersebut saling 
bertentangan. 

Kebijakan impor beras yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada awal Januari 
2006 sebagai salah satu cara pemupukan stok pemerintah, ditentang oleh berbagai 
kalangan dengan data yang tidak sama satu sama lain. Bukan hanya oleh NGO atau 
LSM yang posisinya sebagai kritikus kebijakan pemerintah, penentangan juga 
berasal dari kalangan DPR maupun Gubernur yang terakhir itu notabene adalah 
pemerintah itu sendiri. 

Kebijakan perberasan sebelum tahun 1998 salah satunya adalah adanya ceiling 
price yang menjadi batasan harga tertinggi tingkat konsumen agar Pemerintah 
melakukan Operasi Pasar Murni (OPM) untuk menurunkan harga beras. 

Kebijakan subsidi dalam harga beras ini diberikan kepada seluruh lapisan 
masyarakat baik yang miskin maupun yang mampu (general subsidy). 

Sejak Juli 1998, dengan mulainya krisis ekonomi, kebijakan subsidi beras 
diberikan khusus kepada kelompok masyarakat tertentu (targeted subsidy) melalui 
Operasi Pasar Khusus (OPK) yang kemudian berubah menjadi Raskin (Beras untuk 
Keluarga Miskin). Dengan perubahan kebijakan subsidi dari general targeted ke 
targeted subsidy, subsidi hanya diberikan kepada masyarakat miskin. 


Keterbatasan Dana 

Masalah yang kemudian timbul adalah keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, 
sehingga belum semua keluarga miskin dapat menikmati Raskin. Pada tahun 2005, 
pagu KK Miskin yang ditetapkan pemerintah untuk menyalurkan beras 20 kg/KK/ 
bulan selama 12 bulan adalah 8,3 juta KK. 

Namun realisasi KK yang terlayani oleh Raskin adalah 11.230.279 KK Miskin atau 
72,2% dari KK Miskin yang tercatat BKKBN 15,57 juta KK. Salah sasaran yang 
banyak dipertanyakan adalah karena KK Miskin yang terlayani Raskin lebih dari 
pagu yang ditetapkan, tetapi harus juga dilihat bahwa KK yang terlayani adalah 
merupakan bagian dari KK Miskin seluruhnya. 

Dalam penyaluran Raskin, Perum Bulog sebagai badan usaha milik pemerintah yang 
bertugas menggunakan kekuatan jaringan gudang yang tersebar di seluruh pelosok 
Indonesia. Bekerja sama dengan Pemda setempat, Raskin telah didistribusikan 
Perum Bulog di 49.134 titik distribusi yang sebagian besar terletak di 
Desa/Kelurahan. 

Realisasi Raskin selama 2005 hampir seluruhnya telah tersalurkan (99,96%) atau 
1.99.1131 ton dari pagu Raskin 2005 sebanyak 1.992.000 ton. Seluruh 
Kabupaten/Kota di Indonesia terlah terlayani Raskin. 

Panen padi di Indonesia memiliki pola yang hampir sama dari tahun ke tahun. 
Musim panen raya umumnya terjadi mulai Februari sampai April. Bulan Januari 
rata-rata luas sawah yang dipanen sekitar 4,43% dari total luas panen setahun 
dan umumnya hasil produksi digunakan untuk kebutuhan rumah tangga bulan 
tersebut. 

Dengan pola panen tersebut, maka beras yang masuk dalam pengadaan Perum Bulog 
juga memiliki pola yang tidak jauh berbeda. Pada awal tahun, panen yang baru 
sekitar 4,43% berpengaruh pada tingkat penyediaan beras di pasar yang pada 
akhirnya akan mempengaruhi harga. Dengan harga yang tinggi di pasar, umumnya 
petani atau penggilingan lebih memilih menjual berasnya ke pasar dibanding 
kepada Bulog yang membeli pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Akibatnya 
pengadaan Bulog pada bulan Januari rata-rata 1.211 ton. 

Pengadaan beras Bulog juga memperhatikan kondisi defisit surplus suatu daerah. 
Jumlah beras yang bisa diserap Bulog merupakan surplus dari bentuk gabah 
sebagai produk yang langsung dihasilkan petani. Selama 2001 - 2005 jumlah 
pengadaan setara beras oleh Bulog berkisar 1,5 - 2,1 juta ton dengan rata-rata 
jumlah terbesar bulan April. 


Stok 

Menurut UU No7 tahun 1996 tentang Pangan, Pasal 7 menyebutkan bahwa cadangan 
pangan nasional terdiri dari cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan 
masyarakat. 

Menghitung cadangan pangan pemerintah lebih mudah karena dikuasai oleh 
pemerintah (Bulog - hanya satu perusahaan), sedangkan penghitungan stok beras 
di masyarakat lebih sulit. 

Studi tentang stok di masyarakat sangat jarang ditemui. Badan Pusat Statitik 
(BPS) telah melaksanankan survey stok beras di masyarakat pada tahun 1998 dan 
2002. namun disayangkan, karena alasan keterbatasan dana maka survey stok beras 
tahun 2002 tidak dapat mencakup stok beras yang ada di pedagang, hotel, dan 
industri (Statistik Beras, BPS 10 April 2002). 

Kajian tentang stok beras yang harusnya dikuasai oleh pemerintah salah satunya 
adalah yang dilakukan oleh Tim UGM pada tahun 2003. Dengan menggunakan formula 
dari FAO dalam pengitungan estimasi besaran cadangan beras pemerintah, Tim UGM 
menyarankan agar besarnya cadangan beras pemerintah berkisar antara 0,75 juta - 
1,3 juta ton. 

Jumlah cadangan beras pemerintah 0,75 juta ton sudah termasuk untuk keperluan 
cadangan ASEAN+3 yang diperkirakan Indonesia akan memiliki tanggungjawab untuk 
menyimpan 0,25 juta ton. Dengan demikian, jumlah cadangan beras pemerintah 
untuk kebutuhan darurat dan stabilisasi harga yang tersedia adalah 0,5 juta 
ton. 

Namun, apabila dilihat dari aspek operasional logistic dengan mengingat 
tersebarnya gudang Bulog di seluruh pelosok Indonesia maka cadangan beras yang 
lebih besar dari 0,75 juta ton dapat dipertimbangkan namun dengan ongkos yang 
tentunya lebih tinggi. 

Setelah kajian Tim UGM, belum ada lagi kajian tentang stok pemerintah yang 
dapat dijadikan sebagai dasar penentuan jumlah cadangan beras pemerintah yang 
lebih aman. 

Untuk tahun 2005, Perum Bulog telah diamanatkan oleh pemerintah untuk menyimpan 
350.000 ton sebagai cadangan beras pemerintah yang akan digunakan untuk 
memenuhi kebutuhan beras masyarakat yang mengalami keadaan darurat dan 
kerawanan pangan pasca bencana; serta untuk mengendalikan gejolak harga beras. 

Cadangan Beras Pemerintah ini telah teruji saat terjadinya bencana tsunami di 
awal tahun 2005 maupun bencana kekeringan. Realisasi penyaluran CBP telah 
mencapai 15.550 ton. 

Harga 

Dalam pemantauan harga beberapa komoditi, baik untuk pengamatan harga produsen 
maupun harga konsumen, Perum Bulog bekerja sama dengan BPS daerah maupun pusat. 
Dengan demikian ada kesamaan data yang lebih independen. 

Dalam pengamatan harga produsen (gabah), selama tahun 2005, BPS mencatat bahwa 
harga rata-rata Gabah Kering Panen (GKP) selalu berada di atas HPP 2005, bahkan 
pada beberapa bulan terakhir berada di atas HPP 2006. Kondisi ini tentunya 
sangat menggembirakan dengan harapan bahwa harga tersebut dinikmati oleh 
petani. 

Rata-rata harga GKP selama 2005 adalah Rp 1.567,67/kg atau 17,87 persen di atas 
HPP 2005 Rp 1.330/kg. bahkan pada Desember 2005, tercatat rata-rata harga GKP 
adalah Rp 1.850,21/kg atau 39,11 persen di atas HPP 2005 dan bahkan Rp 
120,21/kg di atas HPP 2006 yang baru mulai berlaku 1 Januari 2006. 

Tingginya harga gabah ini juga tercermin dari besarnya Nilai Tukar Petani 
selama 2003 - 2005 rata-rata di atas 100 per bulannya. Tingginya nilai tukar 
ini berarti bahwa pendapatan petani lebih tinggi dari beban biaya yang harus 
dikeluarkannya. 

Dengan tingginya harga gabah selama 2005, maka harga beras juga berjalan 
seiring menjadi meningkat terutama pada bulan-bulan terakhir. Selain dipicu 
oleh kenaikan harga gabah, kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 ikut mendorong 
naiknya biaya pengolahan gabah ke beras maupun biaya penyebaran dan 
pendistribusian. 

Rata-rata beras selama 2005 adalah Rp 3.478/kg dan bahkan Desember 2005 telah 
mencapai Rp 3.825/kg. di Jakarta yang tercermin di Pasar Induk Cipinang, harga 
beras termurah (IR III) pada awal Januari 2005 adalah Rp 2.600/kg dan pada 
akhir Desember 2005 telah melonjak menuju Rp 3.650/kg. 


Produksi dan Konsumsi 

Polemik tentang data produksi dan konsumsi komoditi apa pun termasuk beras 
terus terjadi berkaitan dengan masalah akademik yaitu metodologinya. 

Dalam produksi, perdebatan tidak banyak terjadi karena banyak pihak yang sudah 
sepakat dengan metodologi yang digunakan. Selain itu, penghitungan produksi 
diramalkan secara rutin tiga kali setahun untuk menuju angka tetap. 

Hal yang mungkin masih banyak diperdebatkan pada sisi produksi adalah masalah 
konversi gabah menjadi beras. Prosentase tentang besaran susut dan penggunaanya 
untuk keperluan diluar konsumsi masih sering diperdebatkan. Kemajuan teknologi 
dipercaya merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan konversi gabah ke 
beras. 

Sedangkan di sisi konsumsi, selain dari sisi sumber data juga masalah 
metodologi masih perlu kesepakatan bersama penggunaan data Susenas yang 
dilakukan BPS tiga tahunan terlalu bias untuk memberikan gambaran konsumsi 
secara tepat pada tahun di luar Susenas. Selain itu tidak ada penghitungan 
realisasi konsumsi secara berjenjang seperti yang dilakukan pada data produksi. 


Petani Penggarap 

Sensus Pertanian 1993 menunjukkan bahwa lebih dari 10,5 juta KK (53 persen ) 
rumah tangga petani menguasai lahan yang kurang dari 0,5 hektar. 

Dari total petani tersebut, proporsi petani yang menguasai lahan sebagian besar 
adalah petani penggarap bukan pemilik, dengan demikian sesungguhnya sebagian 
besar adalah net consumer. Hal ini juga didukung data tentang penerimaan Raskin 
yang 57 persen di antaranya adalah petani dan tinggal di pedesaan. 

Tingkat keuntungan petani sebesar 17 pesen dari biaya per empat bulan. Apabila 
dibandingkan dengan tingkat bunga pasar sebesar 12 persen per empat bulan maka 
sesungguhnya usaha tani padi secara financial cukup layak. Namun dengan luas 
penguasaan lahan yang sempit, maka jelas bahwa usaha tani padi tidak sepenuhnya 
mampu mendukung kehidupan rumah tangga petani. (Nizwar Syafaat & Supena 
Friyatno. 

Kalau pada tahun 1983/1984 peran pendapatan usaha tani padi terhadap pendapatan 
total rumah tangga sebesar 36,20 persen, maka tahun 2001/2001 menurun 
menjadi13,70 persen. * 


Penulis adalah pengamat masalah pangan 


Last modified: 4/2/06 

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Politik Beras dan Ketahanan Bangsa