[nasional_list] [ppiindia] Perlukah Debat Data Kemiskinan?

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Thu, 7 Sep 2006 10:49:26 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=263371&kat_id=16

Rabu, 06 September 2006



Perlukah Debat Data Kemiskinan? 
Oleh : 
Mediya Lukman
Mahasiswa Pascasarjana Yokohama National University, Jepang


Polemik tentang data kemiskinan yang disampaikan oleh pemerintah sejak bulan 
lalu atau lebih tepatnya setelah pidato kenegaraan presiden tanggal 16 Agustus 
2006 lalu belumlah mereda. Bahkan bola panas atau 'sengaja dipanaskan' tersebut 
masih terus bergulir. Celakanya bentuk bola tersebut semakin mengurucut dan 
mengarah ke lembaga resmi statistik yakni Badan Pusat Statistik, menyusul 
setelah lembaga tersebut mengeluarkan data kemiskinan terbaru 2 September 2006 
lalu. 
Polemik ini boleh dikatakan telah memasuki ronde kedua antara pemerintah/BPS 
dan para pengamat ekonomi di luar lingkungan pemerintah. Ronde pertama berawal 
setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidato kenegaraannya 
menyebutkan telah terjadi pengurangan tingkat kemiskinan penduduk Indonesia 
dari 23,4 persen pada 1999 menjadi 16 persen pada 2005. Pidato ini langsung 
disambut dan dikrtitik pedas oleh ekonom dari luar institusi pemerintah. Tim 
Indonesia Bangkit (TIB) dan institusi lain menyebutkan bahwa data yang 
dikemukakan presiden merupakan data tahun 2005 sebelum kenaikan BBM, padahal 
kenaikan BBM tersebut menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk miskin. Bahkan 
TIB juga mencatat angka kemiskinan naik dari 16 persen per Februari 2005 
menjadi 18,7 persen per Juli 2005 dan 22 persen per Maret 2006.

Sebagai respons dari kritik beberapa ekonom tersebut, pemerintah menyadari 
bahwa data kemiskinan yang diumumkan bukanlah data terbaru berdasarkan hasil 
Susenas tahun 2005. Pemerintah beralasan data kemiskinan terbaru sedang dalam 
penyusunan dan baru akan diumumkan oleh BPS pada awal September sedangkan 
pidato kenegaraan berlangsung pada pertengahan Agustus. Nah, apakah polemik 
data kemiskinan itu telah berakhir? Ternyata belum, dan bahkan boleh dikatakan 
telah memasuki ronde kedua setelah BPS mengumumkan data kemiskinan terbaru pada 
2 September 2006 lalu. 

BPS mencatat jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah garis 
kemiskinan) per Maret 2006 mencapai 39,05 juta orang (atau 17,75 persen dari 
total penduduk 222 juta jiwa). Dengan kata lain, penduduk miskin Indonesia naik 
3,95 juta orang dari Februari 2005 yang hanya 35,10 juta orang (15,97 persen). 
(Republika, 2 September 2005)).

Pengumuman data kemiskinan terbaru tersebut, lagi-lagi mendapat kecaman tajam 
dari beberapa ekonom terutama ekonom yang tergabung dalam TIB yang meragukan 
data BPS tersebut (Republika 3 September 2005). Ekonom TIB menilai BPS telah 
ceroboh dalam menghitung orang miskin. TIB juga memaparkan ada beberapa faktor 
yang mencurigakan dari angka kemiskinan versi BPS. Jelasnya, batas kemiskinan 
2006 seharusnya Rp 159 ribu, atau 45,9 juta orang (bukan 39,05 juta jiwa 
sebagaimana data versi BPS), atau 20,6 persen.

Dari kenyataan tersebut, kita bisa melihat dengan jelas benang merah sumber 
polemik di antara kedua kubu yaitu perbedaan data kemiskinan versi 
pemerintah/BPS dan data versi ekonom non pemerintah, yang kian hari semakin 
memanas. Hal ini penting kita paparkan untuk memberikan perspektif yang jelas 
kepada publik terutama bagi mereka yang bukan ekonom atau ahli statistik.

Perbedaan data
Sebenarnya kalau kita lebih arif dan bijak, data apapun termasuk data tentang 
kemiskinan adalah lumrah dan wajar berbeda dan berpeluang untuk diperdebatkan. 
Hal tersebut tergantung pada metode, sampel, dan waktu pelaksanaan. Perbedaan 
sampel dan variabel saja sangat berpengaruh terhadap output data dan kesimpulan 
yang diperoleh. Seharusnya kita tidak terjebak dan mengkritiknya secara 
berlebihan dan berlarut-larut tanpa ada kata akhir. Untuk itu penulis sebutkan 
beberapa perbedaan angka kemiskinan penduduk Indonesia yang dikeluarkan oleh 
beberapa lembaga atau institusi selain BPS. 

Sejak dulu konsep dan pengukuran kemiskinan memang mengandung kontroversi dari 
berbagai ahli dan berbagai disiplin ilmu. Sebagai contoh, untuk menentukan 
garis kemiskinan saja terjadi perbedaan yang mencolok yang dilakukan para ahli. 
Bank dunia mengkategorikan si miskin atau seseorang dianggap miskin kalau 
pendapatannya di bawah 1,05 dolar AS per hari atau di bawah 2,15 dolar AS per 
hari. Sedangkan BPS menggunakan atau mendefinisikan garis kemiskinan dengan 
standar minimum atas makanan layak yang dibutuhkan oleh individu. Kelayakan 
tersebut biasanya dihitung atas dasar nilai rupiah dari 2100 kalori. 
Sederhananya untuk bulan Maret 2006, sebagai contoh, orang yang disebut miskin 
adalah orang yang hanya memiliki pendapatan per kapita per bulan sebesar Rp 
152.847. 

Akibat perbedaan dalam menentukan garis kemiskinan termasuk sumber data dan 
jumlah sampel itu, membawa konsekuensi perbedaan data tentang persentase 
kemiskinan. Untuk data tahun 2002 yang dipublikasikan oleh Bank Dunia 
menyebutkan persentase penduduk miskin Indonesia di bawah 1,05 dolar AS per 
hari adalah 7,5 persen dari jumlah penduduk. Sedangkan penduduk miskin dengan 
pendapatan di bawah 2,15 dolar AS per hari sekitar 52,4 persen dari jumlah 
penduduk. Sementara itu BPS dari Susenas 2002 menyebutkan persentase penduduk 
miskin Indonesia adalah sekitar 18,5 persen dari jumlah penduduk. 

Contoh lain pada tahun 1998, setelah krisis ekonomi. BPS mengumumkan tingkat 
kemiskinan Indonesia perkotaan dan pedesaan adalah 23,81 persen dari jumlah 
penduduk. Sedangkan ILO mengestimasinya sekitar 48,3 persen, sementara itu Bank 
Dunia mencatat hanya 14,4 persen dari jumlah penduduk.

Dari uraian tersebut jelaslah bahwa perbedaan angka adalah suatu keniscayaan 
yang harus terjadi karena perbedaan metode, sampel dan waktu pelaksanaan. Oleh 
karena itu diperlukan sekali kearifan dalam menyikapinya. Yang paling penting 
adalah menetapkan suatu standar yang bisa diterima oleh berbagai pihak mengenai 
metode, sampel, dan waktu pelaksanaan sensus atau survei kemiskinan tersebut. 
Tanpa kelegaan dan kedewasaan berpikir, kita hanya akan terperangkap dalam 
perdebatan tanpa akhir. 

Data yang dipublikasikan Bank Dunia bukannya tidak menuai kritik dari berbagai 
kalangan. Beberapa ahli terutama ahli ekonomi dan statistik juga mengkritik 
data tersebut. Namun demikian, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, 
data dari Bank Dunia tetap dipakai oleh mayoritas cendekiawan dari berbagai 
disiplin ilmu. Termasuk juga hal ini data yang dipublikasikan oleh institusi 
resmi statistik lain seperti BPS. 

Sebagai tambahan, persoalan kemiskinan adalah masalah kompleks atau 
multidimensi dan perlu rentang waktu yang lama untuk mengeliminasinya. 
Pantaslah, Adam Jr (2004), staf Bank Dunia, dalam jurnalnya yang berjudul 
Economic Growth, Inequality and Poverty, menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi 
yang mantap dan berkesinambungan serta dalam rentang waktu yang cukup lama 
berpengaruh positif terhadap penurunan tingkat kemiskinan.

Jadi kesimpulannya adalah si miskin tidak perlu perdebatan data tanpa ujung 
pangkal dan tanpa penyelesaian. Mereka memerlukan perhatian yang besar dari 
pengambil kebijakan tanpa menyalahkan dan meributkan segala sesuatu secara 
berlebihan.


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Great things are happening at Yahoo! Groups.  See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/SktRrD/hOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 
    mailto:ppiindia-fullfeatured@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Perlukah Debat Data Kemiskinan?