[nasional_list] [ppiindia] Pendidikan sebagai Pembebasan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • Date: Wed, 6 Sep 2006 11:59:20 +0200

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://batampos.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3917&Itemid=75

      Rabu, 06 September 2006 


      Pendidikan sebagai Pembebasan 
     
      Oleh: Kusbiantoro Effendi*


      UUD 1945 pasal 29 dan Amandemen UUD 1945 menegaskan bahwa negara menjamin 
pendidikan dan penghidupan yang layak bagi setiap warga negara. Para founding 
father negeri ini tentu menyadari bahwa hajat hidup dan hak-hak dasar warga 
negara adalah menjadi tanggungjawab negara untuk memenuhinya. Itulah yang 
mendasari mengapa pendidikan mendapatkan tempat khusus dalam UUD 1945 bersama 
hak-hak hajat hidup manusia dan kemanusiaan lainnya. Maka pemerintah sebagai 
penyelenggara negara mencanangkan program Wajib Belajar secara bertahap 9 dan 
12 tahun sebagai pengejawantahan dari nilai-nilai UUD 1945 tersebut.


        Namun  kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan adil bagi 
semua warga negara itu agaknya masih jauh dari kenyataan. Dimulai dari 
kebiasaan ganti menteri ganti kurikulum, pendidikan yang mahal hingga 
komersialisasi pendidikan. Pendidikan yang baik tentu harus menyesuaikan dengan 
perubahan dan tuntutan jaman. Di tengah masifnya arus perubahan dan 
globalisasi, maka sudah selayaknya perubahan pendidikan itu dilakukan. Sehingga 
nantinya sekolah-sekolah tersebut menghasilkan lulusan yang sesuai  dengan 
kebutuhan dan memiliki nilai kompetisi. Yang menjadi pertanyaan adalah, 
haruskah perubahan itu mengabaikan esensi pendidikan yang sesungguhnya?


      Pendidikan adalah hak untuk seluruh warga negara tanpa terkecuali baik 
miskin atau kaya. Pendidikan seharusnya bersifat egaliter, menjunjung tinggi 
harkat kemanusiaan dan jauh dari nilai-nilai komersil. Dalam anggaran APBN 
2006, pemerintah sudah mengalokasikan dana sebesar 12 triliun rupiah atau 20 
persen dari total APBN. Termasuk di dalamnya adalah pelaksanaan program BOS 
(Bantuan Operasional Sekolah) untuk seluruh wilayah Indonesia. Ironisnya dalam 
tahun ajaran pendidikan kali ini seperti yang dirilis media cetak maupun 
eleketronik masih banyak sekolah-sekolah negeri yang mengutip uang kepada orang 
tua murid. Dalihnya bermacam-macam mulai dari peningkatan sarana dan prasarana 
sekolah, perpustakaan, laboratorium, gedung sekolah, uang seragam hingga 
sumbangan sukarela. 


      Jika sekolah-sekolah swasta yang melakukan pemungutan dana, tentu kita  
mafhum. Karena sekolah swasta dalam memenuhi pembiayaan operasional pendidikan 
salah satunya adalah dengan memungut dana dari orang tua murid yang 
menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Namun jika sekolah negeri yang 
notabene mendapatkan subsidi dari pemerintah juga melakukan pemungutan dana, 
tentu hal ini tidak boleh dibiarkan dan harus dihentikan. Penyelenggara 
pendidikan berdalih subsidi yang diberikan pemerintah masih kurang memadai 
sehingga pemungutan uang adalah pembenar. 


      Penyelenggara sekolah mengajukan logika yang menyesatkan bahwa pendidikan 
itu harus mahal, tidak ada pendidikan murah apalagi gratis. Jelas logika ini 
keliru dan menyesatkan. Seharusnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan segera 
memanggil sekolah-sekolah negeri yang nakal tersebut dan memberikan peringatan 
keras sehingga pendidikan yang murah dan berpihak pada masyarakat luas adalah 
sebuah kemutlakan.


      Sudah banyak cerita pilu yang mewartakan bagaimana para orang tua murid 
harus memendam impian anaknya mendapatkan pendidikan yang murah dan baik. Demi 
sebuah pendidikan, para orang tua murid tersebut rela menggadaikan 
barang-barang, tanah, sawah atau harta benda lainnya. Lihatlah betapa kemudian 
perum pegadaian menjadi pelabuhan terakhir bagi para orang tua murid yang 
"menyekolahkan" sementara harta benda mereka demi menebus pendidikan bagi 
anaknya. Kenyataan ini begitu jelas menggetarkan nurani dan empati kita atas 
mahalnya pendidikan di negeri ini. Ironisnya pemandangan ini merupakan siklus 
tahunan di setiap tahun ajaran tiba. Dan kita tidak bisa berbuat banyak karena 
kuranganya sense of urgency  pemerintah dalam  menata sistem pendidikan di 
negeri. 

      Kemauan politik
      Pendidikan yang baik tidak selalu identik dengan biaya yang besar dan  
mahal. Kita bisa bercermin pada Kabupaten Kutai Kartanegara, propinsi 
Kalimantan Timur yang membebaskan biaya pendidikan mulai dari tingkat SD, SLTP 
hingga SMA baik sekolah negeri maupun swasta. Di daerah itu tercatat ada 466 
SD, 122 SLTP dan 77 SMA, semuanya gratis karena didukung oleh pemerintah daerah 
setempat melalui program Gerbang Dayaku seperti yang dilansir situs wikipedia. 
Harus diakui, kabupaten ini termasuk salah satu daerah dengan PDRB (Pendapatan 
Daerah Regional Bruto) yang sangat besar yakni 27 trilliun rupiah (2003). 
Meskipun kabupaten ini kaya, namun jika tidak ada kemauan politik dari 
pemerintah daerah tersebut, niscaya tidak akan ada program sekolah gratis. 
Kuncinya kembali lagi pada kemauan politik (political will) dan keberpihakan 
bahwa pendidikan adalah kebutuhan mendasar setiap warga negara.  


      Tampaknya perhatian dan kesadaran beberapa pemerintah daerah  dalam dunia 
pendidikan semakin mengemuka seiring dengan otonomi daerah dan besaran PAD. 
Wali Kota Tanjungpinang Dra. Hj Suryatati A. Manan misalnya, saat menyampaikan 
nota keuangan di sidang DPRD  Tanjungungpinang melontarkan usulan bebas uang 
sekolah bagi SD dan SMP untuk semester kedua tahun 2006  (Batam Pos, 
26/8/06).Usulan ini tentu sebuah pilihan yang menggembirakan di tengah makin 
mahalnya biaya pendidikan di negeri ini. Kita tentu berharap semoga bukan hanya 
wacana, namun menjadi starting point keberpihakan pemerintah lokal dalam 
memberikan pelayanan pendidikan kepada warganya. Jumlah APBD Tanjungpinang jika 
dibanding kabupaten Kutai Kartanegara memang jauh lebih kecil yakni sekitar Rp. 
369,143 miliar. Namun keterbatasan dana yang menjadi alasan klasik ini tidak 
menyurutkan keberpihakan pemerintah daerah Tanjungpinang dalam memberikan 
pelayanan publik. 


      Masalah lain yang masih berkait erat dengan pendidikan adalah mahalnya 
buku pelajaran dan buku teks. Berkaitan dengan mahalnya buku teks, kita bisa 
belajar pada India. Negara dengan populasi penduduk terbesar kedua setelah 
China ini misalnya, menjadi salah satu bukti bahwa buku yang baik tidak harus 
mahal. Kebijakan pendidikan nasional India yang murah dan terjangkau bagi 
seluruh warga negara terbukti bukan jargon semata. Harga-harga buku teks dari 
tingkat dasar hingga perguruan tinggi di India dicetak dengan biaya rendah 
sehingga harganya terjangkau orang banyak. Industri penerbitan buku di India 
memangkas biaya percetakan dengan cara mengurangi kualitas kertas tetapi 
memperbanyak pilihan harga. Ibarat obat, industri buku di India juga 
memproduksi buku-buku generik yakni dengan memangkas biaya sampul buku, kertas 
dan distribusi. 


      Pendidikan yang baik sejatinya berpihak pada masayarakat banyak, murah 
dan jauh dari muatan komersil. Bahwa pendidikan di Indonesia mahal, maka 
seharusnya pemerintah berupaya keras untuk mengembalikan konsep pendidikan 
Indonesia sesuai amanat UUD 45 dan Amandemen. Sehingga pendidikan merupakan 
sarana pembebasan menuju manusia yang berbudi luhur, cerdas dan bertaqwa 
rasanya bukanlah sebuah keinginan berlebih.***


      *)Kusbiantoro Effendi, pemerhati pendidikan 

     


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Pendidikan sebagai Pembebasan