[nasional_list] [ppiindia] Negara Dan Pornografi

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 22 Feb 2006 02:22:39 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.indomedia.com/bpost/022006/22/opini/opini1.htm

Negara Dan Pornografi

Oleh: Mufti Wardani S Ag MSi



Beberapa hari lalu di BPost milik kebanggaan urang Banjar ini, 
tertulis sebuah wacana tentang pornografi yang berjudul "Oh, porno?" Untuk 
tidak memvonis apakah tulisan itu pro atau sebaliknya memposisikan pada pihak 
yang kontra terhadap RUU pornografi, namun wacana dalam tulisan itu masih perlu 
untuk dikritisi. Karena, apabila kita cermati secara seksama tulisan itu 
mencoba memberikan argumen bahwa RUU pornografi yang sekarang masih digodok 
anggota dewan itu sangat potensial untuk bertabrakan dengan HAM dan sejumlah 
prilaku kultural masyarakat yang merupakan pencirian etnisitas masyarakat 
Indonesia.

Sudah lazim memang di negri ini. Apabila ada sebuah RUU yang berkaitan dengan 
prilaku dan budaya masyarakat, selalu saja ada suara yang pro dan kontra. 
Karena masing-masing orang di negeri ini mempunyai corak pemikiran yang 
berbeda. Namun berbeda halnya dengan RUU Pornografi, lahirnya pemikiran untuk 
menciptakan sebuah UU yang mengatur tentang permasalahan pornografi tidak 
muncul untuk merespon budaya dan prilaku suatu masyarakat tertentu. Tetapi 
kemunculannya berdasarkan pada tuntutan masyarakat yang merasa risih pada 
banyak dan bebasnya pornografi dan pornoaksi, yang bisa 'dinikmati' semua pihak 
termasuk anak-anak di bawah umur.

Apalagi pornografi dan pornoaksi yang sekarang dipermasalahkan pun adalah yang 
dimanfaatkan pengusaha yang mencoba untuk menjadikannya ladang yang dapat 
memberikan keuntungan materialistis. Bagi pengusaha yang melakukan eksploitasi 
pornografi dan pornoaksi, tentu sangat diuntungkan secara materi. Namun bagi 
masyarakat yang mengonsumsinya, hanya dapat menerima buntungnya.

Butakah mata kita atau mata hati kita yang sudah buta? De facto, hampir setiap 
hari tindakan kriminalitas yang dilakukan sebagian anak bangsa ini disebabkan 
hanya oleh permasalahan seksualitas. Seperti pemerkosaan, incest, pencabulan 
dan lain sebagainya yang hampir semua prilaku negatif itu akibat setelah 
mengonsumsi pornografi dan pornoaksi. Relakah kita peristiwa kriminal 
seksualitas serupa itu terjadi pada keluarga, saudara, kerabat dan orang-orang 
dekat kita? kalau tidak rela, kenapa harus bingung terhadap RUU Pornografi?

Gaya Hidup Warga

Elisabeth Lukas, seorang logoterapis kondang, mencatat salah satu prestasi 
penting dari proses modernisasi di dunia Barat yakni melepaskan diri dari 
berbagai belenggu tradisi yang serba menghambat, sekaligus berhasil meraih 
kebebasan (freedom) dalam hampir semua kehidupan.

Masalahnya, apakah benar di Barat sendiri kebebasan dan hak asasi itu memang 
diberikan tanpa batasan dan tanggung jawab serta etika? Yang jelas, pada 1989 
pemerintahan Inggris sendiri ternyata melarang penerbitan sebuah buku dengan 
alasan 'mengganggu stabilitas nasional'. Padahal buku The Spycatcher sama 
sekali bukan novel fiktif seperti The Satanic Verse. Hanya, ia menelanjangi 
kebobrokan Dinas Intelejen Pemerintahan Inggris sendiri.

Kira-kira 14 tahun kemudian tepatnya April 2003 lalu, terjadi pula geger lain 
di dunia yang berbeda, yaitu dunia hiburan atau seni di Indonesia. Apalagi 
kalau bukan gegernya 'goyang ngebor' penyanyi dangdut, Inul Daratista. Terjadi 
pula pro dan kontra berkepanjangan, baik dari kalangan masyarakat, ulama maupun 
artis dan politikus. Disulut pula oleh tayangan berbagai saluran televisi dan 
media cetak. Pada ujungnya terdengar berbagai pembelaan dan pembenaran atas 
dasar, lagi-lagi, Hak Asasi Manusia (HAM).

Kini dapat dilihat di hampir berbagai tempat, betapa semerawutnya dunia ini 
dengan berbagai organisasi nasionalisme atau etnis yang sering memberi 
justifikasi dengan dalih HAM. Begitulah nilai kemanusiaan dipahami dalam 
konteks yang sangat subjektif, sehingga hak dasar manusia yang fitri dinodai 
oleh manusia itu sendiri. Padahal manusia diciptakan Tuhan dalam bentuk dan 
kapasitas yang berbeda dari makhluk lainnya. Namun, mengapa manusia berupaya 
menggiring sesamanya kepada dunia hewani dengan menerjemahkan hak dasar itu 
sebagai kebebasan tanpa batas.

Bukankah manusia akan mirip dengan prilaku hewani, begitu ia menggunakan 
kebebasan berkehendak dan bertindak yang dimilikinya tanpa memperhatikan norma 
dan etika insani? Lalu bagaimana kalau itu semua tanpa negara yang mengaturnya. 
Apakah negara ini akan menjadi negara yang menyerahkan persoalan moralitas 
kepada masing-masing individu, sehingga akhirnya setiap individu yang ada di 
negara ini berhak berbuat sesuai interpretasi ukuran moralitas masing-masing 
individu. Pertanyaan selanjutnya, untuk apa hukum? Padahal, hukum berkaitan 
erat dengan persoalan moralitas. Apalagi UUD negara ini menyebutkan, negara ini 
berdasarkan hukum.

Sama halnya dengan persoalan pornografi dan pornoaksi yang juga berkaitan erat 
dengan persoalan moralitas, tentu yang kita harapkan dari RUU Pornografi itu 
bukanlah UU yang menjustifikasi negara untuk mengatur gaya hidup seseorang 
(baca, budaya), seperti cara berpakaian, etika mandi di lanting, dll. Tetapi UU 
yang dapat menjadikan negara ini bermartabat dan bermoral dengan cara 
memberikan payung hukum terhadap problem moralitas bangsa ini, sehingga tidak 
ada lagi oknum di negeri ini yang mengatasnamakan HAM, seni, dan kebebasan. 
Melanggar aturan nilai moralitas yang sudah baku seperti eksploitasi seksual 
untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan merusak tatanan masyarakat yang 
berbudaya.

Oleh karena itu, kehadiran UU yang mengatur persoalan pornografi dan pornoaksi 
oleh negara tidak lazim untuk diinterpretasikan bahwa negara membatasi hak 
asasi seseorang untuk menentukan gaya hidupnya. Tetapi sebagai upaya untuk 
mencegah adanya oknum yang secara sengaja menjadikan persoalan seks sebagai 
komoditas yang bisa diperjualbelikan. Bila saja RUU Pornografi itu sarat dengan 
bias jendernya, bukan berarti pula negara ini mendiskreditkan kaum hawa 
sebagaimana yang disangkakan aktivis jender selama ini. Malah sebaliknya, 
negara berupaya mendudukkan wanita pada tempat terhormat.

Secara konteks sosial yang objektif terjadi selama ini, kaum hawalah yang 
menjadi korban eksploitasi oleh sebagian oknum yang mencoba mencari keuntungan 
materialistis. Maka, dari fenomena ini pula lahir dasar pemikiran RUU 
Pornografi dan Pornoaksi tersebut. Sekaligus dapat kita simpulkan, negara 
benar-benar konsen terhadap nasib kaum hawa di masa akan datang.

Jadi kalau ada anggapan yang mengatakan dari aspek tertentu RUU pornografi dan 
pornoaksi ini sebagai upaya mengada-ada, perlu kita tanyakan kepada mereka: 
Relakah istri, anak dan keluarga serta kerabat mereka dijadikan model 
pornografi dan pornoaksi yang dapat dijadikan sumber penghasilan dan sangat 
potensial mendatangkan keuntungan besar? Kalau tidak rela, pertanyaan lugu "RUU 
Pornografi, mungkinkah?" dapat dijawab dengan sebuah pertanyaan lugu pula: 
"Mengapa tidak? Oh, porno?"

* Dosen IAIN Antasari Banjarmasin


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Negara Dan Pornografi