[nasional_list] [ppiindia] Menegaskan Batas Publik dan Privat

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 19 Feb 2006 22:47:03 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=212457

Senin, 20 Feb 2006,


Menegaskan Batas Publik dan Privat
Oleh Sulfikar Amir 


Kekalahan kelompok liberal dalam pemilu di Kanada akibat skandal penggunaan 
uang pemerintah baru-baru ini menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya terjadi di 
Indonesia. Di negara-negara demokrasi liberal, seperti Amerika Serikat, Jepang, 
Inggris, Jerman, dan Prancis, skandal penyuapan dan penggunaan dana publik demi 
kepentingan individu atau kelompok tertentu tidak jarang terjadi dan berujung 
pada pergantian rezim. 

Tetapi, ada perbedaan prinsipil antara fenomena korupsi di negara maju dan 
budaya korupsi di masyarakat pascakolonial, seperti Indonesia. Kronisnya 
masalah korupsi di Indonesia tidak hanya terletak pada individu-individu yang 
terlibat di dalamnya, tetapi lebih merupakan efek dari sebuah kondisi 
struktural, yaitu batas antara negara (the state) dan masyarakat (civil 
society) menjadi rancu. 

Penyebab korupsi di Indonesia bukan semata-mata karena gaji pegawai pemerintah 
yang rendah, mentalitas buruk, atau lemahnya perangkat hukum. Secara 
geneologis, korupsi di Indonesia berakar pada persoalan batas yang kabur antara 
wilayah publik dan wilayah privat. 

Representasi Simbolik

Persoalan kerancuan batas itu disorot antropolog Akhil Gupta dalam artikelnya 
di American Ethnologist bertajuk Blurred Boundaries: the Discourse of 
Corruption, the Culture of Politics, and the Imagined State. Melalui studi 
etnografi kasus korupsi di India, Gupta mengungkap relasi antara negara dan 
masyarakat melalui wacana korupsi. 

Dalam kacamata Gupta, wacana korupsi adalah arena imajinasi negara dan penduduk 
yang diciptakan secara kolektif dan dengan kuat menempel dalam representasi 
simbolik institusi negara di masyarakat level paling bawah. 

Mengapa korupsi terjadi? Menurut pengamatan Gupta, korupsi merupakan praktik 
budaya, yang batas antara negara dan masyarakat menjadi kabur. Fenomena 
tersebut dapat ditemui pada masyarakat pascakolonial. 

Bagaimana itu terjadi? Konsep negara dan masyarakat adalah produk sejarah 
Eropa. Institusi negara memperlakukan orang-orang yang berada di dalamnya pada 
situasi yang sepenuhnya berbeda dari situasi di rumah mereka, tempat mereka 
bisa menikmati privasi. Para pegawai pemerintah memiliki identitas ganda, yakni 
sebagai pelayan publik sekaligus sebagai penduduk (citizen).

Dengan mekanisme ruang dan waktu dalam dunia sosial, kedua identitas itu tidak 
pernah bersinggungan. Dengan demikian, batas antara wilayah publik dan wilayah 
privat terjaga secara konsisten. 

Ketika masyarakat pascakolonial mengadopsi institusi politik modern, batas 
antara negara dan masyarakat itu lalu menjadi semacam kategori imperialisme 
(imperialism of categories) yang diterapkan dalam masyarakat pascakolonial. 

Masalahnya, rasionalisasi birokrasi serta pemisahan wilayah publik dan privat 
di Eropa, seperti yang dijelaskan Max Weber, tidak dialami masyarakat 
pascakolonial. Implikasi dari benturan institusi politik modern dengan budaya 
lokal adalah kolapsnya batas antara negara dan masyarakat. Dalam hal itu, 
wilayah publik berbaur menjadi satu dengan wilayah privat di tangan kaum 
birokrat yang seharusnya menjadi pelayan publik. 

Juga di Indonesia

Fenomena korupsi di India seperti yang diamati Gupta, saya kira, memiliki 
banyak kondisi paralel dengan yang terjadi di Indonesia sebagai sesama 
masyarakat pascakolonial. 

Korupsi di Indonesia dalam banyak hal juga berakar pada kondisi struktural yang 
memperlihatkan benturan antara institusi negara yang direpresentasikan melalui 
sistem birokrasi modern dan kondisi lokal pramodern serta menghasilkan paradoks 
kekuasaan yang dinikmati kaum birokrat. 

Tidak tersedianya pengalaman sejarah rasionalisasi birokrasi di masyarakat 
pascakolonial, seperti Indonesia, meleburkan kepentingan privat dengan 
kepentingan publik di tangan-tangan birokrat. Efeknya, tidak ada kategori 
objektif dan definisi yang jelas atas praktik korupsi. 

Hal tersebut bisa dilihat dari kata korupsi itu sendiri, yang diadaptasi begitu 
saja ke dalam bahasa Indonesia karena kita tidak memiliki kosa kata tersebut. 
Dari titik pandang itu, korupsi merupakan indikasi gagalnya modernitas yang 
diadaptasi secara menyeluruh dalam masyarakat lokal akibat kendala sejarah. 

Kaburnya batas antara negara dan masyarakat dapat diinterpretasi dalam dua 
kerangka. Pada satu sisi, kita bisa katakan bahwa korupsi terjadi karena 
dominannya negara dalam wilayah publik. 

Tetapi di sisi lain, kita juga mengatakan bahwa korupsi merupakan akibat 
masuknya elemen masyarakat secara ilegal dalam institusi negara yang 
memungkinkan kepentingan-kepentingan individu tertentu atas nama masyarakat 
terserap dalam agenda-agenda negara. 

Akibat meleburnya dua wilayah yang semestinya tidak bersinggungan itu, tidak 
heran jika hingga saat ini kita masih menghadapi dilema besar tidak hanya dalam 
hal menangkap para koruptor, tapi menentukan siapa yang layak disebut koruptor 
dan siapa yang tidak. Praktik korupsi yang terjadi akibat kaburnya batas antara 
negara dan masyarakat itu berujung pada politisasi kasus korupsi seperti yang 
kita lihat sekarang. 

Pertanyaannya, bagaimana menegaskan batas antara negara dan masyarakat serta 
memisahkan wilayah publik dan wilayah privat? Masalah itu membutuhkan solusi 
yang kompleks dan waktu yang panjang. 

Selain dibutuhkan perubahan paradigma birokrasi dan perbaikan infrastruktur 
administrasi yang efisien dan transparan, yang tak kalah penting adalah 
demokratisasi institusi negara hingga ke level paling bawah. 

Demokrasi menyediakan batas-batas antara negara dan masyarakat menjadi wacana 
terbuka. Proses itu membutuhkan kehadiran kelompok-kelompok swadaya masyarakat 
lokal yang memainkan peran krusial dalam membangun kesadaran kritis masyarakat. 

Sulfikar Amir, staf pada Rensselaer Polytechnic Institute di Troy, New York 


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Menegaskan Batas Publik dan Privat