[nasional_list] [ppiindia] Krisis Ekonomi Berkepanjangan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 27 Feb 2006 23:35:22 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2006/022006/28/0901.htm


Krisis Ekonomi Berkepanjangan
Oleh H. SOEHARSONO SAGIR   


  SEBAGAI dosen mata kuliah Perekonomian Indonesia di tahun ajaran 1984/1985, 
saya melakukan inventarisasi kelemahan ekonomi makro Indonesia yang sampai saat 
ini tidak terpecahkan, bahkan ada beberapa kondisi yang justru makin melemah 
dan rusak sejak krisis ekonomi 11 Juli 1997.

Kelemahan ekonomi makro Indonesia terdiri atas beberapa gejala - indikator 
kelemahan sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi tinggi yang tidak berkorelasi positif dengan kesempatan 
kerja. Setiap pertumbuhan ekonomi 1% hanya menyerap kesempatan kerja paling 
banter 300.000, hingga setiap tahun terjadi carry over yang makin besar.

2. Kesempatan kerja produktif makin merosot. Artinya kesempatan kerja tidak 
memberikan imbal jasa/pendapatan yang mencukupi untuk hidup layak.

3. Terjadi pemborosan ekonomi di tingkat mikro usaha, maupun di tingkat makro 
nasional/pemerintah (high cost economy).

4. Inflasi dan depresiasi rupiah tidak dapat tertanggulangi, terjadi 
kemerosotan nilai tukar uang rupiah terhadap barang, jasa dan valuta asing.

5. Neraca berjalan defisit berkelanjutan, cadangan devisa cenderung menurun.

6. Penggalakan ekspor nonmigas tidak berhasil meningkatkan surplus neraca 
perdagangan.

7. Ekonomi "dikuasai" konglomerat, kartel, kelompok monopolistik pengusaha 
besar.

8. DSR (debt service ratio) terus meningkat, karena terjadi peningkatan utang 
baru yang makin besar tiap tahun. Di sisi lain kemampuan membayar utang jatuh 
tempo (debt-service) makin mengecil karena ekspor yang cenderung makin menurun. 
Artinya kenaikan total ekspor lebih kecil daripada kewajiban utang jatuh tempo.

9. Alokasi kredit antarsektor/kegiatan ekonomi tidak adil. Sektor pertanian 
sebagai penyerap tenaga kerja terbesar (di atas 40%), memperoleh 8% outstanding 
credit dibanding dengan sektor industri dengan daya serap di bawah 12 %, 
menerima 32% alokasi kredit.

10. Capital shortage yang berlanjut, tabungan dalam negeri; baik bersumber dari 
tabungan pemerintah (fiskal), maupun masyarakat (tabungan konsumen dan tabungan 
dunia bisnis/laba yang ditahan) tidak mencukupi untuk sumber dana investasi; 
sehingga selain utang luar negeri, penarikan modal langsung/PMA cenderung tetap 
berlanjut, dalam jumlah yang makin besar.

11. Sektor perbankan sebagai lembaga intermediasi, masih tetap belum mampu 
menekan atau mengendalikan gejala overheated economy, bersumber dari kucuran 
kredit yang berdampak demand pull inflation.

12. Unggulan daya saing produk yang rendah, baik terhadap barang impor maupun 
dalam memasuki pasar global.

Tentunya 12 gejala yang saya temukan di tahun ajaran 1984/1985 di Fakultas 
Ekonomi Unpad masih dapat ditambah dengan gejala kelemahan yang lain.

Dua belas gejala - indikator kelemahan tersebut, tidak lain karena selama empat 
dasawarsa (1967-2005) kita tidak berhasil untuk membangun ekonomi makro 
Indonesia, melalui pendekatan fundamental ekonomi makro kuat.

Yang dimaksud dengan fundamental ekonomi makro kuat, prasyaratnya adalah: 
"Pertumbuhan ekonomi tinggi/GDP/GNP yang meningkat signifikan, minimal 3 kali 
dari pertumbuhan penduduk (6%/tahun); yang didukung oleh: perluasan kesempatan 
kerja, tidak terjadi carry over penganggur yang tidak terserap oleh pasar 
kerja/kenaikan GDP/GNP."

Yang terjadi sekarang bukan saja carry over tenaga kerja yang tidak terserap, 
tetapi justru bertambah karena PHK atau makin meningkatnya angka pengangguran.

Korelasi positif antara pertumbuhan dan perluasan kesempatan kerja, dapat pula 
tercermin dari dukungan kemampuan pemerintah (fiskal) yang tidak terus menerus 
defisit, hingga makin tergantung pada utang luar negeri (memperbesar utang) 
ditambah menutup defisit dengan menjual kekayaan negara (aset negara); 
kemampuan sektor moneter (bank) sebagai lembaga intermediasi, memupuk modal 
(simpanan masyarakat) untuk disalurkan sebagai kredit meningkatkan taraf hidup 
rakyat banyak (perluasan kesempatan kerja artinya peningkatan pendapatan).

Terjadi moral hazard atau penyimpangan dalam penyaluran kredit, terjadi 
penumpukan kredit macet/non performance loan (NPL).

Di samping itu kondisi makro ekonomi/moneter akhir 2005 masih menunjukkan suku 
bunga tinggi, inflasi tinggi (cost push) dan daya beli masyarakat rendah. Hal 
ini merupakan refleksi dari rendahnya kredit investasi (19,32% outstanding 
credit ) dibanding dengan kredit modal kerja (50,9%) dan kredit konsumsi 
(29,71%). Dari dana pihak ketiga sebesar Rp 1.127,94 triliun, tersalurkan 
(kredit) Rp 695,69 triliun, dana tidak ditarik (dicairkan) Rp 152 triliun, LDR 
(nisbah pinjaman terhadap simpanan) 55,02%. Berarti bank mengalami kelebihan 
likuiditas 44,98% (Kompas, 17 Februari 2006).

Selain sektor fiskal dan moneter yang sehat, fundamental ekonomi makro kuat, 
perlu didukung sektor perdagangan luar negeri yang sehat atau neraca pembayaran 
yang favorable. Artinya cadangan devisa yang tersedia dan tercatat di Bank 
Indonesia - sebagai manajer cadangan devisa - merupakan hasil dari surplus 
ekspor, bukan bersumber dari masuknya modal dari luar negeri, tambahan utang 
atau arus masuknya asing (PMA).

Pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, fiskal, moneter/bank yang 
sehat dan perdagangan luar negeri yang surplus (cadangan devisa naik, bukan 
karena tambahan utang), pertumbuhan ekonomi tanpa kerusakan lingkungan (banjir, 
hutan gundul, polusi air) merupakan prasyarat untuk fundamental ekonomi makro 
kuat. Bagaimana nilai tukar rupiah tidak merosot/depresiasi yang diakhiri 
dengan devaluasi, kalau kita tidak berhasil memperbaiki posisi neraca 
pembayaran, tidak default , nyaris tidak mampu membayar utang luar negeri jatuh 
tempo.

Bagaimana kita dapat mengendalikan inflasi, jika inflasi justru terjadi karena 
ulah atau kebijakan pemerintah yang menciptakan cost push inflation (kenaikan 
harga BBM, transport dan menyusul kenaikan TDL).

Dalam rumus sederhana maka fundamental ekonomi makro kuat, digambarkan sbb:

1. GNP/GDP = C + I + G + (X - M) didukung oleh bank sebagai lembaga 
intermediasi.

2. C = f (Y), belanja konsumsi tergantung pada pendapatan (Y) sedang Y = f (N), 
pendapatan tergantung pada kesempatan kerja (N).

3. N = f (I), kesempatan kerja tergantung pada besar tidaknya ivnestasi.

4. I = f (capital accumulation), akumulasi dana (simpanan) merupakan sumber 
utama untuk melakukan investasi.

5. G = f (tax revenue), belanja pemerintah (melalui APBN) tergantung pada 
penerimaan pajak. Jika penerimaan pajak tidak mencukupi maka pemerintah 
terpaksa mencari dana utang luar negeri atau menjual obligasi (surat pernyataan 
utang pemerintah). Jika itu pun belum cukup, terpaksa menjual aset.

6. X - M atau total ekspor yang lebih besar daripada impor merupakan prasyarat 
fundamental ekonomi kuat, karena ekspor merupakan sumber cadangan devisa yang 
kita perlukan, sekaligus jika mampu mengekspor berarti memperluas kesempatan 
kerja (N) karena kemampuan produksi yang bertambah (merekrut tenaga kerja baru) 
untuk dijual di luar negeri (ekspor).

Dari apa yang telah diuraikan di atas, maka sebenarnya masalah atau kelemahan 
ekonomi Indonesia (12 butir tersebut di atas), sebenarnya dapat kita selesaikan 
jika kita kembali pada kebijaksanaan ekonomi yang prinsip dasarnya adalah: 
ekonomi menjadi kuat dan sehat jika kita mengarahkan kebijakan yang memihak 
pada rakyat; memperluas kesempatan kerja, perluasan kesempatan kerja sama 
dengan peningkatan pendapatan masyarakat.

Fundamental ekonomi kuat, tidak hanya berindikasi inflasi dan nilai tukar 
terkendali atau stabil. Ekonomi makro kuat, jika kita bebas dari ekonomi biaya 
tinggi, produk kita memiliki unggulan daya saing (kompetitif, dengan ekspor 
lebih besar daripada impor), pemerintah tidak menjadi pemrakarsa terjadinya 
cost push inflation dan bank tidak menjadi sumber overheated economy (demand 
pull inflation).

Apakah pemerintah menyadari perlunya membangun ekonomi makro fundamental kuat 
menjadi prioritas utama, ataukah pemerintah mengulang kembali kebijakan yang 
tidak populer atau tidak memihak pada rakyat, sepenuhnya tergantung pada 
pemerintah.

Tulisan ini hanya memberikan solusi alternatif, agar pemerintah tidak 
terperosok oleh lubang yang sama atau akhirnya "gali lubang untuk menutup 
lubang".*** 

Penulis, pengamat ekonomi senior.


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Krisis Ekonomi Berkepanjangan