[nasional_list] [ppiindia] Kriminalisasi (?) "Dispensing" Obat

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 28 Feb 2006 22:52:18 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/032006/01/0901.htm



Kriminalisasi (?) "Dispensing" Obat
Oleh Prof. Dr. WILLA CHANDRAWILLA  


DISPENSING berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu to dispense yang secara 
harfiah berarti membagikan. Jadi apabila dokter dispensing obat, artinya dokter 
membagikan obat kepada pasien. Namun, di dalam praktiknya dokter tidak hanya 
membagikan obat, juga menyimpan sejumlah obat di tempat praktik kedokteran 
pribadinya.

Apabila dispensing obat kini dipermasalahkan -sebenarnya telah sangat lama 
dipermasalahkan- lebih karena dipicu oleh telah diundangkannya UU Tentang 
Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 (selanjutnya UUPK) yang diberlakukan 
tanggal 6 Oktober 2005. Masalah dispensing obat adalah masalah nasional, dari 
Sabang hingga ke Marauke hampir seluruh dokter di daerah melakukannya, bahkan 
sebagian kecil dokter di Kota Besar juga melakukan. Penanganan terhadap masalah 
dispensing obat harus diselesaikan secara bijaksana dan menyeluruh, karena 
bukan hanya menyangkut tenaga kesehatan (dokter dan apoteker), namun juga 
menyangkut masalah kebutuhan orang sakit, yang sebagian sangat besar menyangkut 
orang sakit yang kurang mampu secara ekonomi, yakni golongan masyarakat yang 
untuk biaya berobat pun, seringkali berasal dari uang pinjaman kiri dan kanan.

Pasien yang menggunakan jasa pelayanan praktik kedokteran yang berada di daerah 
di mana pun juga di seluruh Indonesia, sampai saat ini sangat "biasa" menerima 
pelayanan praktik kedokteran dengan sistem "paket", yakni setelah dilakukan 
pemeriksaan oleh dokter, akan sekaligus mendapatkan sejumlah obat-obatan yang 
diperlukan oleh pasien berkaitan dengan proses penyembuhan penyakitnya. 

Sistem "paket" ini, tentunya sangat memudahkan bagi pasien, karena pasien tidak 
perlu pergi ke apotek untuk membeli obat, yang kadang-kadang letak apoteknya 
cukup jauh dan bahkan bisa beberapa kilometer jauhnya, dan selain lebih efisien 
dari segi waktu, biasanya sistem "paket" itu lebih murah, karena biaya untuk 
keuntungan apotek tidak perlu dibayar oleh pasien.

Dokter tidak boleh menyimpan persediaan obat dalam "jumlah banyak" di tempat 
praktik, karena melalui pasal 35 Ayat (i) UUPK, dokter mempunyai wewenang 
menyimpan obat dalam "jumlah dan jenis yang diizinkan"; dan bahkan melalui 
pasal yang sama, Ayat (j), dokter mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan 
obat kepada pasien di daerah terpencil yang tidak ada apotik. Artinya apabila 
dokter boleh menyimpan obat, maka dokter boleh juga membagikan obat langsung 
kepada pasien.

Kebiasaan "dispensing" obat

Awalnya hubungan penyembuh dengan orang sakit tidak berdasarkan kepada 
aturan-aturan hukum, lebih kepada aturan-aturan pengobatan. Namun kini dengan 
kemajuan zaman, hubungan antara penyembuh dengan orang sakit, selain hubungan 
pengobatan, terbentuk pula hubungan hukum, yang diatur dengan aturan-aturan 
hukum.

Pada waktu melakukan proses penyembuhkan dalam praktik pengobatan tradisional, 
sang penyembuh setelah menentukan penyakit yang diderita orang sakit, lalu 
penyembuh memberikan obat-obatan, bahkan pembuatan (peracikan) obat-obatan 
dilakukan oleh penyembuh sendiri. Kemudian terjadi pemilahan dari pekerjaan 
penyembuh dan pekerjaan ahli farmasi. Penyembuh (dokter) hanya menentukan apa 
penyakit yang diderita pasien dan menentukan jenis obat yang diperlukan pasien, 
sedangkan pengadaan, penyediaan dan distribusi obat-obatan dilakukan oleh 
apotek yang dikelola oleh apoteker dan dibantu oleh asisten apoteker, yang 
telah mendapatkan pendidikan formal di fakultas farmasi dan sekolah menengah 
farmasi. 

Pada mulanya apotek hanya didirikan di kota-kota besar, dalam arti di daerah 
terpencil tidak pernah didirikan apotik, karena selain kurangnya tenaga 
apoteker beserta asisten apoteker, juga untuk mendirikan apotek mengharuskan 
adanya sediaan farmasi yang cukup beragam dan di samping itu tidak mungkin 
sebuah apotek hanya melayani satu atau dua orang dokter. Biasanya satu apotek 
didirikan untuk melayani praktik kedokteran dari beberapa orang dokter.

Kini, apotek telah banyak didirikan, bahkan sampai ke kota-kota kecamatan, yang 
biasanya berbentuk apotek kecil dan alakadarnya, namun dispensing obat oleh 
dokter sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun 
lamanya dan pasien sudah terlalu biasa dengan sistem "paket". 

Apabila dokter tidak boleh memberikan pelayanan praktik kedokteran dengan 
sistem "paket", hanya memberikan resep obat dan mempersilakan pasien membeli ke 
apotek, yang letaknya belum tentu dekat, maka alih-alih pasien membeli obat ke 
apotek, pasien akan mencari institusi yang lain yang pasti bukan apotek, yang 
dapat memberikan pelayanan dengan sistem "paket". 

Dapat dipastikan, apabila suatu ketika masyarakat Indonesia sudah menjadi 
makmur dari segi ekonomi, di mana biaya dokter dan biaya obat sudah bukan 
masalah lagi, maka dokter tidak perlu dispensing obat, karena masyarakat yang 
sudah makmur itu tahu cara pengobatan modern, yang memilah antara penyembuh dan 
penyedia obat-obatan.

Penyediaan farmasi 

Undang-Undang No. 23/92 tentang Kesehatan (UUK) melalui pasal 63 ayat (1) 
menentukan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, distribusi, dan 
pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu yang 
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan ayat (2) menentukan pengaturan 
lebih lanjut akan diatur dengan peraturan pemerintah (PP). 

Kemudian ketentuan pidana dalam UUK melalui pasal 82 ayat (1), ditetapkan 
tentang barangsiapa yang tanpa kewenangan dan keakhlian melakukan pekerjaan 
seperti pasal 63 ayat (1), maka akan dikenakan sanksi penjara paling lama 5 
(lima) tahun atau denda Rp. 100.000.000,00. 

Kedua ketentuan ini, untuk dapat dilaksanakan membutuhkan peraturan 
pelaksanaan, karena disyaratkan adanya peraturan pemerintah yang mengatur lebih 
lebih lanjut, PP tentang pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian obat telah 
dibentuk yakni PP No. 72/98 Tentang Pengaman Sediaan Farmasi dan Alat 
Kesehatan, yang memberikan hak kepada apotek untuk menyerahkan obat.

Ketentuan tentang apotek mengharuskan bahwa apotek harus dikelola oleh seorang 
apoteker yang bekerja penuh waktu, jadi satu apotek satu apoteker, dan dibantu 
oleh asisten apoteker sebagai pelaksana. Tidak dapat dimungkiri, bahwa banyak 
apotek di kota kecil dan kecamatan yang jauh dari kota besar, yang apotekernya 
tidak jelas ada di mana, hanya namanya saja yang tercantum di papan nama 
apotek, sehingga apotek ada di bawah pengelolaan asisten apoteker saja. Bahkan 
adaapotek yang tidak ada asisten apotekernya sehingga yang menyediakan dan 
memberikan obat, bukan lulusan sekolah menengah farmasi.

Selain ketentuan itu, terdapat bermacam ketentuan lainnya tentang apotek yang 
harus dipenuhi oleh pemilik. Apotek hanya boleh menjual obat bebas saja secara 
langsung kepada konsumen, sedangkan obat yang ada dalam daftar tertentu, hanya 
boleh diberikan kepada pasien atas dasar resep dari dokter. 

Apotek yang melayani pembelian obat daftar tertentu (obat yang tidak dapat 
dijual bebas) kepada orang sakit tanpa resep dokter, adalah perbuatan melanggar 
hukum yang dapat dikenakan hukuman pidana. 

Namun, banyak apotek yang tentunya tidak mungkin hanya melayani penjualan obat 
bebas, agar persediaan obat yang ada di apoteknya tidak menjadi obat 
kedaluwarsa, maka apotek melakukan pelayanan praktik kedokteran sendiri, yakni 
melayani permintaan orang sakit yang mengeluhkan penyakitnya pada asisten 
apoteker (atau kepada apotekernya), mereka langsung menjual obat yang menurut 
mereka "cocok" untuk menyembuhkan penyakit yang dikeluhkan oleh orang sakit 
itu. 

Masalah dokter dan apotek(er), adalah masalah sebab-akibat dan akibat-sebab, 
yang memerlukan penyelesaian yang holistik, agar tidak ada pihak yang hanya 
dirugikan atau hanya diuntungkan, sebaiknya semuanya mendapatkan keuntungan 
sesuai dengan bagiannya, terutama tentunya jangan sampai kategori pasien tidak 
mampu secara ekonomi yang dirugikan, di mana gajah dengan gajah bertengkar, 
pelanduk mati di tengah-tengah.

Pengaturan sendiri

Masalah dokter dan apotek(er) akan selesai kalau semua pihak mengikuti jalur 
hukum, namun sekarang bagaimana caranya dilakukan pengaturan tentang dispensing 
obat oleh dokter, sebab menyangkut hampir seluruh dokter di daerah? Banyak 
faktor yang akan mempengaruhi pembenahan, sebagai misal masalah geografi, 
masalah kemiskinan, masalah pedagang besar farmasi yang menjual obat langsung 
kepada dokter yang faktur pembeliannya dari salah satu apotek entah di mana, 
dan masih segudang masalah lainnya, semuanya masih memerlukan proses pembenahan 
yang sangat panjang.

Penyelesaian secepatnya sangat dibutuhkan, karena apabila tidak diselesaikan 
akan menyebabkan keresahan di kalangan tenaga kesehatan pada umumnya dan 
khususnya para dokter. Akibatkan akan masyarakat terkena dampaknya, dalam arti 
terjadi ketidakpastian hukum.

Sementara ini, sebelum adanya pengaturan yang mengatur tentang dispensing obat, 
kepala dinas masing-masing daerah kota/kabupaten, bersama-sama dengan instansi 
terkait mengatur tentang pendelegasian wewenang dari lembaga yang berhak 
mendistribusikan obat (apotek) kepada dokter. 

Agar menjadi adil bagi semua pihak, maka perlu pengaturan bahwa dokter obat 
akan membeli persediaan obatnya ke apotek(er). Apotek(er) tentunya memberikan 
harga yang pantas, bukankah apotek hanya memesankan obat pesanan dari dokter ke 
pedagang besar farmasi dan menyerahkan ke dokter, sehingga keuntungan yang 
diambil cukup secara wajar saja?

Bagi pihak yang melanggar ketentuan, patut diberi sanksi. Namun sanksinya bukan 
berupa sanksi penjara karena tidak ada gunanya memenjarakan dokter, apoteker 
atau pemilik pedagang besar farmasi, cukup berupa sanksi administratif, karena 
yang terjadi adalah pelanggaran administratif, bukan kejahatan adminstratif, 
yakni sanksi berupa teguran sampai dengan pencabutan izin praktik atau usaha. 
Janganlah terjadi kriminalisasi dari dispensing obat, yang pada giliran akan 
merugikan semua pihak. ***

Penulis, Guru Besar Unpar.


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Kriminalisasi (?) "Dispensing" Obat