** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/032006/01/0901.htm Kriminalisasi (?) "Dispensing" Obat Oleh Prof. Dr. WILLA CHANDRAWILLA DISPENSING berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu to dispense yang secara harfiah berarti membagikan. Jadi apabila dokter dispensing obat, artinya dokter membagikan obat kepada pasien. Namun, di dalam praktiknya dokter tidak hanya membagikan obat, juga menyimpan sejumlah obat di tempat praktik kedokteran pribadinya. Apabila dispensing obat kini dipermasalahkan -sebenarnya telah sangat lama dipermasalahkan- lebih karena dipicu oleh telah diundangkannya UU Tentang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 (selanjutnya UUPK) yang diberlakukan tanggal 6 Oktober 2005. Masalah dispensing obat adalah masalah nasional, dari Sabang hingga ke Marauke hampir seluruh dokter di daerah melakukannya, bahkan sebagian kecil dokter di Kota Besar juga melakukan. Penanganan terhadap masalah dispensing obat harus diselesaikan secara bijaksana dan menyeluruh, karena bukan hanya menyangkut tenaga kesehatan (dokter dan apoteker), namun juga menyangkut masalah kebutuhan orang sakit, yang sebagian sangat besar menyangkut orang sakit yang kurang mampu secara ekonomi, yakni golongan masyarakat yang untuk biaya berobat pun, seringkali berasal dari uang pinjaman kiri dan kanan. Pasien yang menggunakan jasa pelayanan praktik kedokteran yang berada di daerah di mana pun juga di seluruh Indonesia, sampai saat ini sangat "biasa" menerima pelayanan praktik kedokteran dengan sistem "paket", yakni setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, akan sekaligus mendapatkan sejumlah obat-obatan yang diperlukan oleh pasien berkaitan dengan proses penyembuhan penyakitnya. Sistem "paket" ini, tentunya sangat memudahkan bagi pasien, karena pasien tidak perlu pergi ke apotek untuk membeli obat, yang kadang-kadang letak apoteknya cukup jauh dan bahkan bisa beberapa kilometer jauhnya, dan selain lebih efisien dari segi waktu, biasanya sistem "paket" itu lebih murah, karena biaya untuk keuntungan apotek tidak perlu dibayar oleh pasien. Dokter tidak boleh menyimpan persediaan obat dalam "jumlah banyak" di tempat praktik, karena melalui pasal 35 Ayat (i) UUPK, dokter mempunyai wewenang menyimpan obat dalam "jumlah dan jenis yang diizinkan"; dan bahkan melalui pasal yang sama, Ayat (j), dokter mempunyai wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien di daerah terpencil yang tidak ada apotik. Artinya apabila dokter boleh menyimpan obat, maka dokter boleh juga membagikan obat langsung kepada pasien. Kebiasaan "dispensing" obat Awalnya hubungan penyembuh dengan orang sakit tidak berdasarkan kepada aturan-aturan hukum, lebih kepada aturan-aturan pengobatan. Namun kini dengan kemajuan zaman, hubungan antara penyembuh dengan orang sakit, selain hubungan pengobatan, terbentuk pula hubungan hukum, yang diatur dengan aturan-aturan hukum. Pada waktu melakukan proses penyembuhkan dalam praktik pengobatan tradisional, sang penyembuh setelah menentukan penyakit yang diderita orang sakit, lalu penyembuh memberikan obat-obatan, bahkan pembuatan (peracikan) obat-obatan dilakukan oleh penyembuh sendiri. Kemudian terjadi pemilahan dari pekerjaan penyembuh dan pekerjaan ahli farmasi. Penyembuh (dokter) hanya menentukan apa penyakit yang diderita pasien dan menentukan jenis obat yang diperlukan pasien, sedangkan pengadaan, penyediaan dan distribusi obat-obatan dilakukan oleh apotek yang dikelola oleh apoteker dan dibantu oleh asisten apoteker, yang telah mendapatkan pendidikan formal di fakultas farmasi dan sekolah menengah farmasi. Pada mulanya apotek hanya didirikan di kota-kota besar, dalam arti di daerah terpencil tidak pernah didirikan apotik, karena selain kurangnya tenaga apoteker beserta asisten apoteker, juga untuk mendirikan apotek mengharuskan adanya sediaan farmasi yang cukup beragam dan di samping itu tidak mungkin sebuah apotek hanya melayani satu atau dua orang dokter. Biasanya satu apotek didirikan untuk melayani praktik kedokteran dari beberapa orang dokter. Kini, apotek telah banyak didirikan, bahkan sampai ke kota-kota kecamatan, yang biasanya berbentuk apotek kecil dan alakadarnya, namun dispensing obat oleh dokter sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun lamanya dan pasien sudah terlalu biasa dengan sistem "paket". Apabila dokter tidak boleh memberikan pelayanan praktik kedokteran dengan sistem "paket", hanya memberikan resep obat dan mempersilakan pasien membeli ke apotek, yang letaknya belum tentu dekat, maka alih-alih pasien membeli obat ke apotek, pasien akan mencari institusi yang lain yang pasti bukan apotek, yang dapat memberikan pelayanan dengan sistem "paket". Dapat dipastikan, apabila suatu ketika masyarakat Indonesia sudah menjadi makmur dari segi ekonomi, di mana biaya dokter dan biaya obat sudah bukan masalah lagi, maka dokter tidak perlu dispensing obat, karena masyarakat yang sudah makmur itu tahu cara pengobatan modern, yang memilah antara penyembuh dan penyedia obat-obatan. Penyediaan farmasi Undang-Undang No. 23/92 tentang Kesehatan (UUK) melalui pasal 63 ayat (1) menentukan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan ayat (2) menentukan pengaturan lebih lanjut akan diatur dengan peraturan pemerintah (PP). Kemudian ketentuan pidana dalam UUK melalui pasal 82 ayat (1), ditetapkan tentang barangsiapa yang tanpa kewenangan dan keakhlian melakukan pekerjaan seperti pasal 63 ayat (1), maka akan dikenakan sanksi penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda Rp. 100.000.000,00. Kedua ketentuan ini, untuk dapat dilaksanakan membutuhkan peraturan pelaksanaan, karena disyaratkan adanya peraturan pemerintah yang mengatur lebih lebih lanjut, PP tentang pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian obat telah dibentuk yakni PP No. 72/98 Tentang Pengaman Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, yang memberikan hak kepada apotek untuk menyerahkan obat. Ketentuan tentang apotek mengharuskan bahwa apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang bekerja penuh waktu, jadi satu apotek satu apoteker, dan dibantu oleh asisten apoteker sebagai pelaksana. Tidak dapat dimungkiri, bahwa banyak apotek di kota kecil dan kecamatan yang jauh dari kota besar, yang apotekernya tidak jelas ada di mana, hanya namanya saja yang tercantum di papan nama apotek, sehingga apotek ada di bawah pengelolaan asisten apoteker saja. Bahkan adaapotek yang tidak ada asisten apotekernya sehingga yang menyediakan dan memberikan obat, bukan lulusan sekolah menengah farmasi. Selain ketentuan itu, terdapat bermacam ketentuan lainnya tentang apotek yang harus dipenuhi oleh pemilik. Apotek hanya boleh menjual obat bebas saja secara langsung kepada konsumen, sedangkan obat yang ada dalam daftar tertentu, hanya boleh diberikan kepada pasien atas dasar resep dari dokter. Apotek yang melayani pembelian obat daftar tertentu (obat yang tidak dapat dijual bebas) kepada orang sakit tanpa resep dokter, adalah perbuatan melanggar hukum yang dapat dikenakan hukuman pidana. Namun, banyak apotek yang tentunya tidak mungkin hanya melayani penjualan obat bebas, agar persediaan obat yang ada di apoteknya tidak menjadi obat kedaluwarsa, maka apotek melakukan pelayanan praktik kedokteran sendiri, yakni melayani permintaan orang sakit yang mengeluhkan penyakitnya pada asisten apoteker (atau kepada apotekernya), mereka langsung menjual obat yang menurut mereka "cocok" untuk menyembuhkan penyakit yang dikeluhkan oleh orang sakit itu. Masalah dokter dan apotek(er), adalah masalah sebab-akibat dan akibat-sebab, yang memerlukan penyelesaian yang holistik, agar tidak ada pihak yang hanya dirugikan atau hanya diuntungkan, sebaiknya semuanya mendapatkan keuntungan sesuai dengan bagiannya, terutama tentunya jangan sampai kategori pasien tidak mampu secara ekonomi yang dirugikan, di mana gajah dengan gajah bertengkar, pelanduk mati di tengah-tengah. Pengaturan sendiri Masalah dokter dan apotek(er) akan selesai kalau semua pihak mengikuti jalur hukum, namun sekarang bagaimana caranya dilakukan pengaturan tentang dispensing obat oleh dokter, sebab menyangkut hampir seluruh dokter di daerah? Banyak faktor yang akan mempengaruhi pembenahan, sebagai misal masalah geografi, masalah kemiskinan, masalah pedagang besar farmasi yang menjual obat langsung kepada dokter yang faktur pembeliannya dari salah satu apotek entah di mana, dan masih segudang masalah lainnya, semuanya masih memerlukan proses pembenahan yang sangat panjang. Penyelesaian secepatnya sangat dibutuhkan, karena apabila tidak diselesaikan akan menyebabkan keresahan di kalangan tenaga kesehatan pada umumnya dan khususnya para dokter. Akibatkan akan masyarakat terkena dampaknya, dalam arti terjadi ketidakpastian hukum. Sementara ini, sebelum adanya pengaturan yang mengatur tentang dispensing obat, kepala dinas masing-masing daerah kota/kabupaten, bersama-sama dengan instansi terkait mengatur tentang pendelegasian wewenang dari lembaga yang berhak mendistribusikan obat (apotek) kepada dokter. Agar menjadi adil bagi semua pihak, maka perlu pengaturan bahwa dokter obat akan membeli persediaan obatnya ke apotek(er). Apotek(er) tentunya memberikan harga yang pantas, bukankah apotek hanya memesankan obat pesanan dari dokter ke pedagang besar farmasi dan menyerahkan ke dokter, sehingga keuntungan yang diambil cukup secara wajar saja? Bagi pihak yang melanggar ketentuan, patut diberi sanksi. Namun sanksinya bukan berupa sanksi penjara karena tidak ada gunanya memenjarakan dokter, apoteker atau pemilik pedagang besar farmasi, cukup berupa sanksi administratif, karena yang terjadi adalah pelanggaran administratif, bukan kejahatan adminstratif, yakni sanksi berupa teguran sampai dengan pencabutan izin praktik atau usaha. Janganlah terjadi kriminalisasi dari dispensing obat, yang pada giliran akan merugikan semua pihak. *** Penulis, Guru Besar Unpar. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **