[nasional_list] [ppiindia] Kontrol DPR dan Panglima TNI

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Mon, 6 Feb 2006 01:36:42 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/022006/06/0901.htm


Kontrol DPR dan Panglima TNI
Oleh H. KAMAL ALAMSYAH 


  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada Minggu malam (15/1), resmi 
mengajukan nama seorang calon pucuk pimpinan TNI ke Dewan Perwakilan Rakyat RI 
(DPR-RI). Sosok tunggal yang dijagokan SBY itu, tiada lain adalah Kepala Staf 
Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Djoko Suyanto.

Dalam memilih seorang kandidat Panglima TNI, presiden tentu telah memiliki 
parameter yang jelas, meskipun yang disuguhkan ke DPR hanya calon tunggal dan 
tidak memiliki alternatif. Keputusan presiden telah bergulir di DPR sebagaimana 
diharapkan bahwa keputusan tersebut sarat bernuansa berdemokrasi. Artinya, 
pemilihan itu tidak diskriminatif, sekalipun di dalam UU Pertahanan Negara 
disebutkan bahwa kandidat Panglima TNI diangkat dari perwira tinggi TNI yang 
sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan. 

Pandangan masyarakat boleh saja berbeda terhadap pejabat publik sering tidak 
sejalan dengan kode etik profesi pejabat publik. Dengan demikian perlu adanya 
standardisasi untuk mengukur kemampuan, perilaku, visi, dan misi calon pejabat 
publik. Dengan adanya standardisasi melalui uji kelayakan dan kepatutan maka 
masyarakat terhindar dari penyelewengan yang mungkin bisa saja dilakukan 
pejabat, baik secara individual maupun kolektif. 

Dalam konteks ini pemilihan calon Panglima TNI, sesuai undang-undang, DPR 
berhak memberikan persetujuan terhadap seorang kandidat Panglima TNI. Dengan 
pengajuan satu calon itu, DPR hanya akan memberikan legitimasi kepada 
pemerintah. DPR harus menyetujui atau tidak menyetujui seorang kandidat setelah 
melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).

Dalam menyikapi proses reformasi dan demokratisasi di tubuh TNI, DPR dapat 
mengkritisi visi dan misi calon Panglima TNI. Dengan ruh demokrasi maka proses 
rekrutmen kandidat Panglima TNI dapat berjalan secara transparan. 

Bila kita lihat dalam percaturan penetapan calon pengganti Panglima TNI, ada 
dua pendekatan yang berlaku saat ini, yaitu pertama, menggunakan pendekatan 
terbuka maka calon pengganti Panglima TNI bisa berasal dari perwira tinggi 
berbintang tiga atau berbintang empat. Kedua, menggunakan pendekatan normatif, 
maka calon Panglima TNI haruslah berasal dari perwira yang pernah menduduki 
jabatan Kepala Staf Angkatan (TNI AD, AU, dan AL) . 

DPR harus menimbang bagaimana publik menilai reputasi kandidat Panglima TNI. 
DPR juga harus mampu memberikan evaluasi terhadap kelemahan dan kekuatan yang 
barangkali akan menjadi beban, baik secara individu maupun institusi apabila 
dia terpilih kelak menjadi Panglima TNI. Kepemimpinan Panglima TNI selama ini 
merupakan hal yang amat menarik perhatian. Karena, kedudukan dan 
keputusan-keputusan Panglima TNI akan sangat menentukan seluruh jajaran TNI.

Soal penggantian Panglima TNI, pilihannya memang terserah kepada presiden. 
Namun, jika presiden menggunakan pendekatan normatif maka intervensi terhadap 
proses pencalonan Panglima TNI akan sangat kecil. Sedangkan jika memakai 
pendekatan terbuka maka akan terbuka kesempatan intervensi dari kekuatan partai 
politik terhadap TNI sebagai alat pertahanan negara.

Presiden mempunyai hak prerogatif untuk mengangkat dan memberhentikan Panglima 
TNI melalui sebuah surat keputusan. Namun hak prerogatif tersebut dapat saja 
ditawar apabila kondisi internal presiden harus memilih calon-calon yang 
disodorkan TNI. Presiden dapat menolaknya jika ada alasan kuat untuk itu, 
misalnya, kemungkinan adanya konflik internal. Namun, yang mengetahui siapa 
yang pantas menjadi Panglima TNI, hanya presiden sendiri yang tahu.

Pendapat berbagai kalangan itu memang terkesan lebih banyak yang memandang 
pilihan Djoko Suyanto oleh SBY lebih disebabkan aspek "kedekatan" --kawan 
seangkatan dan malahan teman sekamar saat keduanya masih taruna.

Makna yang sama juga dapat kita temukan dalam pernyataan tentang perlunya 
giliran antarkepala staf angkatan untuk jabatan Panglima TNI, sehingga 
seakan-akan pengisian posisi yang sangat penting dan strategis itu hanyalah 
sekadar sebuah arisan, bukan didasarkan pada profesionalitas, kompetensi, 
kapabilitas, integritas, dan kepemimpinan yang paripurna. 

Publik memang boleh-boleh saja mengemukakan pandangan atau penilaiannya. Namun, 
kita tetap berharap, bahwa pilihan SBY tersebut sungguh-sungguh didasarkan pada 
aspek kualitas dan profesionalitas. Tetapi, juga tidak salah apabila didasarkan 
pada aspek kepercayaan. SBY memang membutuhkan itu. Pada saatnya nanti, Djoko 
Suyanto sendirilah yang akan membuktikan bahwa pilihan SBY itu tidak salah dan 
dia memang merupakan orang yang tepat untuk menduduki kursi pucuk pimpinan TNI. 

Kenyataan bahwa masalah penggantian Panglima TNI di era reformasi ini tetap 
menjadi sorotan publik, sulit disangkal hal itu menunjukkan bahwa bagi 
masyarakat, institusi TNI masih dipandang memiliki pengaruh dan wibawa politik 
walaupun TNI saat ini sudah meninggalkan keterlibatannya dalam politik, 
khususnya day to day politik. Sepertinya, masyarakat merasa bahwa penggantian 
figur Panglima TNI masih tetap akan memengaruhi konfigurasi dan bargaining 
power antarkekuatan politik yang ada, walaupun tidak sekuat di era Orde Baru. 
Pandangan itu tidak salah. Pergantian figur puncak institusi TNI saat ini 
memang masih signifikan dapat memengaruhi kehidupan perpolitikan kita.

Dalam rangka itulah, maka segala aturan main yang memungkinkan celah politik 
hadir, harus ditutup rapat-rapat, termasuk dalam hal penentuan (persetujuan) 
terhadap calon panglima TNI. Lebih dari itu, seiring dengan mundurnya TNI dari 
kancah politik, maka seharusnya supremasi sipil bisa lebih ditegakkan melalui 
sikap dan budaya politik sipil yang dapat dipertanggungjawabkan. Di sinilah 
tanggung jawab dan peran anggota DPR sebagai kontrol eksekutif harus 
dipertaruhkan. Kontrol yang kuat agar TNI tidak terjerumus ke dalam sejarah 
masa lalunya, apalagi terseret ke kancah politik karena ulah sipil itu 
sendiri.*** 

Penulis, pemerhati masalah Sospol, Direktur Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial 
Bandung, dosen Fisip dan Program Magister Ilmu Administrasi Universitas 
Pasundan Bandung


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Kontrol DPR dan Panglima TNI