** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=212678 Selasa, 21 Feb 2006, Tanggapan terhadap Tulisan Haryadi Hak Pilih Anggota TNI Dipulihkan? Oleh Al araf Pada 17 Februari 2006, Jawa Pos-Indo Pos memuat tulisan Haryadi tentang hak politik anggota TNI. Dalam salah satu pandangannya, Haryadi berpendapat bahwa penggunaan hak memilih anggota TNI pada Pemilu 2009 sebaiknya dipulihkan. Anggota TNI tak harus mengundurkan diri atau diberhentikan sebagai anggota TNI ketika memilih. Dan, yang terpenting, guna menghindari vested interest, harus ada regulasi tegas untuk mencegah pemanfaatan hierarki komando yang mengarahkan orientasi politik anggota TNI. Pada prinsipnya, sebagai warga negara, anggota militer memang memiliki hak yang sama dengan warga negara lain untuk berpartisipasi dalam kehidupan berdemokrasi melalui pemilu. Demokrasi tidak mengenal pilih kasih dan diskriminasi terhadap warga negaranya dalam menggunakan hak politik, termasuk kepada anggota militer. Demokrasi menuntut partisipasi politik yang luas dari warga negaranya. Karena itu, pemulihan hak memilih anggota TNI tentunya menjadi bagian yang esensial dari pembangunan demokrasi mengingat selama 32 tahun lebih, TNI tidak pernah menggunakan hak memilihnya. Sejarah demokrasi kita sebenarnya telah mengakui dan memperbolehkan anggota militer maupun anggota polisi untuk berpartisipasi dalam pemilu, sebagaimana pernah diterapkan pada pemilu pertama di Indonesia 1955. Namun, kini, keinginan untuk memulihkan hak memilih anggota TNI pada Pemilu 2009 harus dilihat secara lebih hati-hati dan serius. Pemulihan hak memilih TNI pada Pemilu 2009 tidak bisa hanya dilihat dengan cara pandang yang legalistik sebagaimana diungkapkan Haryadi. Pemulihan hak memilih TNI harus melihat kembali sejarah politik TNI sebagai pembelajaran dan menjadikan capaian-capaian agenda reformasi TNI sebagai tolok ukur di dalamnya. Belajar dari Sejarah TNI TNI sebagai satu kesatuan organisasi pernah memiliki sejarah panjang yang menempatkannya sebagai satu kekuatan politik. Dengan berbagai macam variasi model berpolitiknya, politik TNI mulai ditegaskan melalui doktrin dan konsep "Jalan Tengah" Nasution (1958) hingga pelegalan fungsi sosial politik di dalam UU No 20/1982. Pembangunan politik TNI kemudian diteruskan dan ditopang pembangunan struktur yang lebih berorientasi politik, yakni dengan membentuk struktur teritorial dari tingkat provinsi hingga desa. Konsep teritorial yang beranjak dari doktrin perang teritorial, menurut Guy J Parker, konsultan pada Departemen Pertahanan AS dan peneliti yang juga punya kontribusi pada pembangunan TNI, adalah konsep (perang teritorial dan pembinaan teritorial) yang tidak hanya mencakup kebijakan pertahanan dalam pengertian militer murni. Itu juga merupakan filsafat politik yang mengarah pada legitimasi makin pentingnya peran politik yang direncanakan dimainkan oleh perwira militer dalam segala sektor kehidupan publik di Indonesia. Implikasinya terlihat dari pembangunan struktur komando teritorial (koter) yang mengikuti dan membayangi struktur pemerintahan sipil. Di sisi lain, sejarah TNI juga memperlihatkan bahwa keberpihakan prajurit kepada partai-partai politik dimasa Orde Lama telah menimbulkan konflik internal, yang berujung pada pembunuhan masal, sebagaimana terlihat pada peristiwa Madiun 1948. Pemihakan dan perseteruan antara kekuatan bersenjata yang pro-PKI dan pro-pemerintah yang disusul pembunuhan tokoh-tokoh pro-pemerintah di Madiun oleh pendukung PKI ( M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, 2005) menjadi cikal bakal terjadinya pembunuhan massal (Massacker) di Indonesia. Berkaca dari sejarah TNI, pertanyaannya ialah sampai seberapa jauhkah TNI sebagai kesatuan organisasi tidak akan menjadikan prajuritnya sebagai alat berpolitik melalui penggunaan hak memilih pada Pemilu 2009? Hal tersebut perlu mengingat masih kentalnya budaya (culture) prajurit yang pretorian (berpolitik) dan belum adanya perubahan yang signifikan dalam doktrin dan pendidikan TNI. Bagaimana memastikan struktur teritorial TNI, yang memang kelahirannya difungsikan untuk berpolitik dan menjadi penopang TNI dalam berpolitik, tidak dipolitisasi dan disalahgunakan kembali pada Pemilu 2009 ? Sebab, hingga kini struktur tersebut masih kukuh berdiri. Lebih lanjut, seberapa dewasakah kesatuan TNI dapat memahami ke dalam maupun ke luar arti perbedaan dalam memilih pada Pemilu 2009? Sebab, jika tidak, pemulihan hak memilih bukan tidak mungkin menjadi penyebab konflik internal TNI dan ancaman bagi keselamatan masyarakat sipil. Tak Cukup Regulasi Berangkat dari hal tersebut, pemulihan hak TNI tidak bisa diukur dan dipulihkan hanya dengan mengaturnya dalam regulasi politik. Apalagi, belum lama ini, sebagaimana disyaratkan Haryadi, Panglima TNI (saat itu) Jenderal Endriartono Sutarto pada 2005 membuat keputusan yang mengizinkan anggota TNI untuk dipilih dan mencalonkan diri dalam pilkada tanpa terlebih dahulu mundur atau diberhentikan sebagai anggota TNI. Meski, TNI tidak diperbolehkan berpolitik (dipilih) sebagaimana ditegaskan UU 34/2004. Dalam konteks itu, persoalannya bukan terletak pada tidak adanya mekanisme dalam regulasi politik yang melarangnya, tetapi terletak pada budaya dan kepatuhan TNI untuk menjalankan perintah UU. Adalah benar dan tepat bila hak pilih anggota TNI baru dapat dipulihkan bila sebagian besar agenda reformasi TNI (reformasi budaya dan reformasi struktur kelembagaan) menuju militer profesional telah dicapai. Beberapa agenda reformasi TNI tersebut, antara lain, restrukturisasi komando teritorial sebagaimana dimandatkan UU TNI pasal 11, penuntasan pengambilalihan bisnis TNI sebagaimana diamanatkan UU TNI pasal 76, reformasi peradilan militer, perubahan dan perombakan doktrin pendidikan TNI menuju ke arah yang lebih profesional, pelarangan anggota TNI untuk dipilih dalam pilkada, perubahan kedudukan TNI dari di bawah presiden menjadi dibawah Departemen Pertahanan. Pemberian hak pilih kepada prajurit TNI tanpa terlebih dahulu menuntaskan agenda-agenda reformasi TNI akan membuka peluang politisasi TNI bagi kepentingan dukung-mendukung kontestan Pemilu 2009. Adalah bijak dan benar jika otoritas politik saat ini lebih memfokuskan perhatian pada upaya penuntasan seluruh agenda reformasi TNI. Dengan demikian, terdapat keadaan objektif yang mendukung independensi para prajurit TNI dalam menggunakan hak pilihnya pada pemilu. Al araf, koordinator peneliti Imparsial (The Indonesian Human Rights Monitor) di Jakarta [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **