[nasional_list] [ppiindia] Dagelan Politik Intelgate

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sat, 18 Feb 2006 22:34:52 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA

Sabtu, 18 Februari 2006

Dagelan Politik Intelgate 

Langit Kresna Hariadi
Novelis, Mantan Wartawan

Setidaknya ada sebuah peristiwa yang sanggup membuat saya tertawa 
terpingkal-pingkal melebihi ketika baheula saya menganggap Srimulat sebagai 
gudang kelucuan. Kali ini soal pengintelan yang dilakukan Intelpam Polda Metro 
Jaya terhadap Tim Investigasi Impor Beras. Begitulah lagak intel polisi kita. 

Kali ini~, ~seperti dikutip Majalah Tempo, intel yang mestinya bekerja dengan 
cara sembunyi-sembunyi layaknya hantu, malah petantang-petenteng menunjukkan 
surat tugasnya --boleh diminta dan dikopi malah. Ini sedikit lebih parah dari 
yang dilakukan intel yang pamer borgol yang menyembul di balik baju. 

Sontak dagelan itu menjadi konsumsi pers. Ada yang kebakaran jenggot dan tak 
bisa menerima. Tim Investigasi Impor beras yang dimata-matai, DPR, serta partai 
induknya langsung mencak-mencak dan menuding Kepolisian RI melakukan tindakan 
salah kaprah dan penghinaan terhadap parlemen. Riuh pro dan kontra langsung 
marak di media cetak dan televisi. 

Tak kurang Megawati sangat menyayangkan kejadian itu. Menarik apa yang 
disampaikan Megawati (Rakyat Merdeka, 13/2), bahwa kejadian itu sudah menyalahi 
kewenangan atau fungsi masing-masing lembaga. Menurut Megawati, tindakan itu 
seperti yang pernah dilakukan Orde Baru.

'Kambing hitam'
Kejadian itu mungkin berakhir hanya sebatas nasib aneh yang menimpa Kombes S 
Handoko, direktur Intelpam Polda Metro Jaya, yang dicopot dari jabatannya. 
Handoko lalu digeser (dilorot atau promosi?) menjadi kepala bagian Bidang 
Perawatan Tahanan Pusat Pengendalian Operasi Deputi Operasi Mabes Polri. Di 
samping Handoko yang kesandung sial itu, lima anak buahnya juga dicopot. 
Selesai? Tentu tidak! 

Bila Megawati menyamakan dengan yang sering dilakukan Orde Baru, hal itu 
sungguh benar andaikata Pemerintah (baca: Presiden SBY) memang memberikan 
perintah tersebut. Tapi mungkinkah seorang SBY yang selama ini selalu 
menggembar-gemborkan akan menjaga integritas politiknya melakukan tindakan 
tidak cerdas dan berlawanan dengan statement-statement yang sering ia lontarkan?

Sebaliknya, ada banyak pihak yang beranggapan Kombes Handoko hanya tumbal atau 
'kambing hitam' atas sebuah operasi pembusukan terhadap Kapolri Jenderal 
Sutanto, bahkan Pemerintahan SBY. Tuduhan Megawati menohok, tapi seperti 'air 
didulang muncrat ke wajah'. Masih segar di ingatan kita apa yang pernah terjadi 
di Banjarnegara beberapa tahun yang lalu, ketika seorang Kapolwil 'tertangkap 
tangan' (direkam kamera) membagi-bagikan uang dalam masa kampanye untuk 
mendukung Megawati. Tidak tertutup kemungkinan masih ada kasus lain, mengingat 
presiden sangat berkuasa, bukan pekerjaan yang sulit untuk memanfaatkan lembaga 
struktural demi kepentingannya. 

Atas langkah naif Kapolwil Banyumas (kasus Banjarnegara) itu, muncul kecurigaan 
ada 'perintah siluman' sebagaimana kemudian diterjemahkan oleh Kapolwil 
Banyumas ~--yang juga menjadi kambing hitam itu. M~aka kini, dengan bentuk agak 
berbeda, Pemerintahan SBY terposisikan seperti itu, seolah-olah berada di 
belakang perintah memata-matai.

Terkait statement Mega, rasanya menarik apa pendapat Juwono Sudarsono dalam 
tulisannya di Kompas (14/2). Beliau menulis,''Selama tahun-tahun transisi 
1999-2004, tiga perwira tinggi TNI berperan besar dalam mengawal transformasi 
politik Indonesia sejak Mei 1998. Jenderal TNI Yudhoyono (menko polkam 
2000-20004), Laksamana TNI Widodo AS (panglima TNI 1999-2002), dan Jenderal TNI 
Endriartono Sutarto (Panglima TNI 2002-2006).

Dalam masa Pemerintahan BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati, ketiga 
Presiden Sipil itu berusaha memperoleh dukungan TNI kepada partainya (Golkar-BJ 
Habibi, PKB-Abdurrahman Wahid, dan PDIP-Megawati Soekarnoputri). Tetapi dengan 
cerdas Yudhoyono, Widodo AS, dan Endriartono menjaga jarak agar TNI tidak 
dipakai untuk kepentingan parpol atau koalisi parpol yang dipimpin 
masing-masing presiden.

'Perintah siluman' sebagaimana terungkap melalui kasus Banjarnegara itu, secara 
nyata dirasakan oleh SBY sebagai kendala gerak dalam kampanye I (Maret April 
2004) dan II (Juni September 2004). Juwono Sudarsono memberikan contoh nyata 
penghadangan macam itu dialami SBY ketika mengunjungi Pacitan. Padahal, pesaing 
Megawati saat itu bukan hanya SBY, dan hal yang sama juga dialami oleh kandidat 
Presiden lain.

Dalam kasus operasi intelijen Polda Metro Jaya guna memata-matai Tim 
Investigasi Impor Beras, itu tak sekadar peristiwa naif yang membingungkan. Hal 
itu menyisakan pertanyaan aneh, ada apa sebenarnya di belakang langkah 
kontraproduktif Kombes Handoko? Benarkah langkah itu atas inisiatif yang 
bersangkutan? Sungguh tolol bila ia benar penggagas murni operasi itu. Dan oleh 
karenanya menjadi tidak masuk akal karena seorang Kombes tak mungkin tolol 
(baca: tidak tahu operasi itu tidak bisa dibenarkan). 

Semua kesalahan kemudian ditimpakan kepada Kombes Handoko sebagai penanggung 
dosa penggelaran operasi telik sandi yang pada ujungnya menimpakan kotoran 
kepada Polri dan Pemerintahan SBY, sekaligus menempatkannya sebagai tertuduh 
atau pihak yang mendalangi.

Pembusukan
Ada dua pendekatan yang masuk akal menyikapi peristiwa mematai-matai Tim 
Investigasi Impor Beras itu. Latar belakang pertama tentulah 'cari muka' atau 
nafsu mencari kredit poin yang dilakukan oleh pejabat yang memberikan order 
itu. Latar belakang kedua tidak menutup kemungkinan --dan bahkan layak 
dicurigai-- adanya rencana pembusukan. Nama pertama yang saya maksud adalah 
Kapolri Jenderal Sutanto.

Mungkinkah Sutanto yang mendalangi dengan niat melakukan pembusukan? Hipotesa 
ini jelas harus saya coret karena dengan kedudukannya sekarang sebagai Kapolri, 
Soetanto berhutang budi dan harus berterimakasih kepada Presiden. Apalagi 
Soetanto adalah teman yang cukup dekat dengan SBY sejak di Akademi. Tak mungkin 
Soetanto melakukan penjegalan. 

Bagaimana dengan asumsi kedua: Jenderal Sutanto memberi order untuk kredit poin 
atau cari muka? Apabila melihat reputasi Jenderal Sutanto yang demikian hebat, 
terasa menyedihkan kalau Sutanto lah yang memberi perintah memata-matai itu, 
baik secara langsung atau melalui hirarki (lewat Kapolda Irjen Firman Gani). 

Nama selanjutnya adalah Firman Gani. Nama ini menjadi menarik untuk dipelototi 
mengingat perwira tinggi polisi ini pada Kabinet Gotong Royong adalah orang 
dekat Megawati. Mungkinkah Firman Gani sebagai 'tertuduh' mengingat jenderal 
bintang dua ini merupakan atasan langsung Kombes Handoko? Lalu, apa motifnya? 
Ia lakukan itu untuk mencari kredit poin? 

Kemungkinan itu ada karena masih ada jenjang berikutnya yang pasti ingin diraih 
Firman Gani, ketika seseorang menyandang bintang satu di pundaknya tentu 
menginginkan bintang dua, demikian seterusnya. Namun saya cenderung menampik 
kemungkinan itu, karena saya tidak percaya Firman Gani akan menambah kredit 
poinnya dengan cara yang tidak sejalan dengan statement politik SBY.

Sebaliknya, bagaimana dengan kemungkinan pembusukan? Mungkinkah Firman Gani 
yang merupakan atasan langsung Handoko yang memberi order itu dengan latar 
belakang sebaliknya --mengingat kedekatannya dengan Megawati di masa silam?

Nama berikutnya adalah Handoko yang dicopot itu. Benarkah inisiatif untuk 
memata-matai murni berasal dari dirinya? Saya tak percaya perintah itu 
diberikan oleh orang selevel kombes. Lebih masuk akal kalau perintah itu 
berasal dari pejabat dengan level lebih tinggi. Kecil kemungkinan Handoko 
penggagas murni tindakan tolol itu. 

Selanjutnya, kemungkinan yang masih tersisa adalah adanya ''order''. Siapa tahu 
langkah konyol yang dilakukan Handoko karena adanya order dari suatu pihak, 
entah siapa. Mengingat manuver Tim Investigasi Impor Beras dan partai-partai 
pendukungnya layak dipelototi. Mengingat khalayak berhak tahu apa yang 
sebenarnya terjadi dan sudah seharusnya polisi melakukan pendalaman untuk 
menyelidiki kasus itu. Kombes Handoko harus berani bicara blak-blakan. 


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Dagelan Politik Intelgate