** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA Sabtu, 18 Februari 2006 Dagelan Politik Intelgate Langit Kresna Hariadi Novelis, Mantan Wartawan Setidaknya ada sebuah peristiwa yang sanggup membuat saya tertawa terpingkal-pingkal melebihi ketika baheula saya menganggap Srimulat sebagai gudang kelucuan. Kali ini soal pengintelan yang dilakukan Intelpam Polda Metro Jaya terhadap Tim Investigasi Impor Beras. Begitulah lagak intel polisi kita. Kali ini~, ~seperti dikutip Majalah Tempo, intel yang mestinya bekerja dengan cara sembunyi-sembunyi layaknya hantu, malah petantang-petenteng menunjukkan surat tugasnya --boleh diminta dan dikopi malah. Ini sedikit lebih parah dari yang dilakukan intel yang pamer borgol yang menyembul di balik baju. Sontak dagelan itu menjadi konsumsi pers. Ada yang kebakaran jenggot dan tak bisa menerima. Tim Investigasi Impor beras yang dimata-matai, DPR, serta partai induknya langsung mencak-mencak dan menuding Kepolisian RI melakukan tindakan salah kaprah dan penghinaan terhadap parlemen. Riuh pro dan kontra langsung marak di media cetak dan televisi. Tak kurang Megawati sangat menyayangkan kejadian itu. Menarik apa yang disampaikan Megawati (Rakyat Merdeka, 13/2), bahwa kejadian itu sudah menyalahi kewenangan atau fungsi masing-masing lembaga. Menurut Megawati, tindakan itu seperti yang pernah dilakukan Orde Baru. 'Kambing hitam' Kejadian itu mungkin berakhir hanya sebatas nasib aneh yang menimpa Kombes S Handoko, direktur Intelpam Polda Metro Jaya, yang dicopot dari jabatannya. Handoko lalu digeser (dilorot atau promosi?) menjadi kepala bagian Bidang Perawatan Tahanan Pusat Pengendalian Operasi Deputi Operasi Mabes Polri. Di samping Handoko yang kesandung sial itu, lima anak buahnya juga dicopot. Selesai? Tentu tidak! Bila Megawati menyamakan dengan yang sering dilakukan Orde Baru, hal itu sungguh benar andaikata Pemerintah (baca: Presiden SBY) memang memberikan perintah tersebut. Tapi mungkinkah seorang SBY yang selama ini selalu menggembar-gemborkan akan menjaga integritas politiknya melakukan tindakan tidak cerdas dan berlawanan dengan statement-statement yang sering ia lontarkan? Sebaliknya, ada banyak pihak yang beranggapan Kombes Handoko hanya tumbal atau 'kambing hitam' atas sebuah operasi pembusukan terhadap Kapolri Jenderal Sutanto, bahkan Pemerintahan SBY. Tuduhan Megawati menohok, tapi seperti 'air didulang muncrat ke wajah'. Masih segar di ingatan kita apa yang pernah terjadi di Banjarnegara beberapa tahun yang lalu, ketika seorang Kapolwil 'tertangkap tangan' (direkam kamera) membagi-bagikan uang dalam masa kampanye untuk mendukung Megawati. Tidak tertutup kemungkinan masih ada kasus lain, mengingat presiden sangat berkuasa, bukan pekerjaan yang sulit untuk memanfaatkan lembaga struktural demi kepentingannya. Atas langkah naif Kapolwil Banyumas (kasus Banjarnegara) itu, muncul kecurigaan ada 'perintah siluman' sebagaimana kemudian diterjemahkan oleh Kapolwil Banyumas ~--yang juga menjadi kambing hitam itu. M~aka kini, dengan bentuk agak berbeda, Pemerintahan SBY terposisikan seperti itu, seolah-olah berada di belakang perintah memata-matai. Terkait statement Mega, rasanya menarik apa pendapat Juwono Sudarsono dalam tulisannya di Kompas (14/2). Beliau menulis,''Selama tahun-tahun transisi 1999-2004, tiga perwira tinggi TNI berperan besar dalam mengawal transformasi politik Indonesia sejak Mei 1998. Jenderal TNI Yudhoyono (menko polkam 2000-20004), Laksamana TNI Widodo AS (panglima TNI 1999-2002), dan Jenderal TNI Endriartono Sutarto (Panglima TNI 2002-2006). Dalam masa Pemerintahan BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati, ketiga Presiden Sipil itu berusaha memperoleh dukungan TNI kepada partainya (Golkar-BJ Habibi, PKB-Abdurrahman Wahid, dan PDIP-Megawati Soekarnoputri). Tetapi dengan cerdas Yudhoyono, Widodo AS, dan Endriartono menjaga jarak agar TNI tidak dipakai untuk kepentingan parpol atau koalisi parpol yang dipimpin masing-masing presiden. 'Perintah siluman' sebagaimana terungkap melalui kasus Banjarnegara itu, secara nyata dirasakan oleh SBY sebagai kendala gerak dalam kampanye I (Maret April 2004) dan II (Juni September 2004). Juwono Sudarsono memberikan contoh nyata penghadangan macam itu dialami SBY ketika mengunjungi Pacitan. Padahal, pesaing Megawati saat itu bukan hanya SBY, dan hal yang sama juga dialami oleh kandidat Presiden lain. Dalam kasus operasi intelijen Polda Metro Jaya guna memata-matai Tim Investigasi Impor Beras, itu tak sekadar peristiwa naif yang membingungkan. Hal itu menyisakan pertanyaan aneh, ada apa sebenarnya di belakang langkah kontraproduktif Kombes Handoko? Benarkah langkah itu atas inisiatif yang bersangkutan? Sungguh tolol bila ia benar penggagas murni operasi itu. Dan oleh karenanya menjadi tidak masuk akal karena seorang Kombes tak mungkin tolol (baca: tidak tahu operasi itu tidak bisa dibenarkan). Semua kesalahan kemudian ditimpakan kepada Kombes Handoko sebagai penanggung dosa penggelaran operasi telik sandi yang pada ujungnya menimpakan kotoran kepada Polri dan Pemerintahan SBY, sekaligus menempatkannya sebagai tertuduh atau pihak yang mendalangi. Pembusukan Ada dua pendekatan yang masuk akal menyikapi peristiwa mematai-matai Tim Investigasi Impor Beras itu. Latar belakang pertama tentulah 'cari muka' atau nafsu mencari kredit poin yang dilakukan oleh pejabat yang memberikan order itu. Latar belakang kedua tidak menutup kemungkinan --dan bahkan layak dicurigai-- adanya rencana pembusukan. Nama pertama yang saya maksud adalah Kapolri Jenderal Sutanto. Mungkinkah Sutanto yang mendalangi dengan niat melakukan pembusukan? Hipotesa ini jelas harus saya coret karena dengan kedudukannya sekarang sebagai Kapolri, Soetanto berhutang budi dan harus berterimakasih kepada Presiden. Apalagi Soetanto adalah teman yang cukup dekat dengan SBY sejak di Akademi. Tak mungkin Soetanto melakukan penjegalan. Bagaimana dengan asumsi kedua: Jenderal Sutanto memberi order untuk kredit poin atau cari muka? Apabila melihat reputasi Jenderal Sutanto yang demikian hebat, terasa menyedihkan kalau Sutanto lah yang memberi perintah memata-matai itu, baik secara langsung atau melalui hirarki (lewat Kapolda Irjen Firman Gani). Nama selanjutnya adalah Firman Gani. Nama ini menjadi menarik untuk dipelototi mengingat perwira tinggi polisi ini pada Kabinet Gotong Royong adalah orang dekat Megawati. Mungkinkah Firman Gani sebagai 'tertuduh' mengingat jenderal bintang dua ini merupakan atasan langsung Kombes Handoko? Lalu, apa motifnya? Ia lakukan itu untuk mencari kredit poin? Kemungkinan itu ada karena masih ada jenjang berikutnya yang pasti ingin diraih Firman Gani, ketika seseorang menyandang bintang satu di pundaknya tentu menginginkan bintang dua, demikian seterusnya. Namun saya cenderung menampik kemungkinan itu, karena saya tidak percaya Firman Gani akan menambah kredit poinnya dengan cara yang tidak sejalan dengan statement politik SBY. Sebaliknya, bagaimana dengan kemungkinan pembusukan? Mungkinkah Firman Gani yang merupakan atasan langsung Handoko yang memberi order itu dengan latar belakang sebaliknya --mengingat kedekatannya dengan Megawati di masa silam? Nama berikutnya adalah Handoko yang dicopot itu. Benarkah inisiatif untuk memata-matai murni berasal dari dirinya? Saya tak percaya perintah itu diberikan oleh orang selevel kombes. Lebih masuk akal kalau perintah itu berasal dari pejabat dengan level lebih tinggi. Kecil kemungkinan Handoko penggagas murni tindakan tolol itu. Selanjutnya, kemungkinan yang masih tersisa adalah adanya ''order''. Siapa tahu langkah konyol yang dilakukan Handoko karena adanya order dari suatu pihak, entah siapa. Mengingat manuver Tim Investigasi Impor Beras dan partai-partai pendukungnya layak dipelototi. Mengingat khalayak berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan sudah seharusnya polisi melakukan pendalaman untuk menyelidiki kasus itu. Kombes Handoko harus berani bicara blak-blakan. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **