[nasional_list] [ppiindia] Betulkah Kita Surplus Beras?

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Tue, 14 Feb 2006 21:56:15 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.kompas.com/kompas-cetak/0602/15/opini/2439343.htm


 
Betulkah Kita Surplus Beras? 


Her Suganda

Belum pernah terjadi perdebatan impor beras sealot akhir tahun lalu. Bahkan 
sampai beras impor masuk pelabuhan di Indonesia pun, persoalannya masih belum 
tuntas. Terbukti dibentuknya tim investigasi dua fraksi di DPR.

Sebagai negeri agraris, Indonesia memang amat tidak pantas mengimpor beras. 
Apalagi menurut perkiraan, produksi beras tahun 2005 mengalami surplus. Bahkan 
akhir Januari lalu, Menteri Pertanian menyatakan, Departemen Pertanian 
memproyeksikan produksi padi nasional tahun 2006 mencapai lebih dari 54 juta 
ton sehingga tidak perlu impor beras. Luas panen musim tanam I tahun 2005/2006 
diproyeksikan 5,5 juta hektar sehingga paling sedikit menghasilkan 15 juta ton 
beras (Kompas, 30/1).

Namun belum lagi hilang dari ingatan, banjir sudah datang melanda. Sebagian 
besar daerah utara Pulau Jawa tergenang. Padahal, umur tanaman padi di daerah 
itu baru berkisar satu-dua bulan, bahkan ada yang siap panen.

Sejak zaman penjajahan Belanda, daerah utara Pulau Jawa merupakan daerah 
pertanian subur, ditopang sistem pengairan irigasi yang relatif lebih baik. 
Areal sawahnya bisa ditanami padi dua kali setahun sehingga memberi sumbangan 
tidak kecil terhadap pengadaan stok pangan nasional.

Namun, banjir dan bencana alam lain merupakan faktor yang berada di luar 
kemampuan manusia. Kerusakan tanaman hingga mengalami puso amat ter gantung 
seberapa lama tanaman padi itu tergenang air.

Ada yang tidak jujur

Banjir dan bencana alam lainnya bukan satu-satunya faktor penghambat 
peningkatan produksi beras. Faktor lainnya adalah, bagaimana cara kita 
menghitung produksi padi/beras yang dihasilkan.

Zaman Orde Baru dahulu, tiap daerah berlomba meningkatkan produksi padinya 
dengan berbagai cara. Karena itu, kita sering mendengar, kelompok tani A mampu 
menghasilkan 10 ton gabah kering pungut per hektar. Seolah tidak mau kalah, 
kelompok tani dari daerah lain menyatakan mampu menghasilkan 12 ton gabah 
kering pungut per hektar.

Produksi sebesar itu sebenarnya diperoleh dari hasil ubinan yang diambil dari 
beberapa tempat dalam satu hamparan sawah yang akan dipanen. Area tanaman padi 
itu dibagi dalam beberapa petak ubinan sebagai sampel. Tiap petak ubinan 
luasnya 2,5 x 2,5 meter. Untuk mengetahui berapa produksi per hektar, tinggal 
menghitung berdasar perkalian (hasil gabah yang petak ubinan seluas 2,5 x 2,5 
meter) kemudian dikalikan dengan 1.600.

Namun, namanya juga perlombaan. Ada saja yang tidak jujur, yang penting asal 
bapak senang (ABS). Malam hari sebelum dipanen, beberapa rumpun padi yang ada 
di luar sampel ubinan dicabuti, lalu dipindahkan ke areal yang dijadikan sampel 
ubinan. Walhasil, saat dipanen produksi padi hasil ubinan tinggi.

Hasil ubinan itu sebenarnya tidak mencerminkan produksi padi secara 
keseluruhan. Kita kadang lupa, atau mungkin juga sengaja melupakan, bahwa tidak 
seluruh areal sawah bisa ditanamani padi. Sawah memiliki pematang, saluran air, 
dan jalan desa. Semua itu harus diperhitungkan sebagai faktor koreksi yang 
besarnya sekitar 10 persen.

Penanganan pascapanen

Faktor pembatas produksi lain adalah penanganan pascapanen yang selama itu 
belum tertangani dengan baik. Karena itu, kehilangan produksi setelah panen 
masih cukup tinggi.

Kehilangan setelah panen terjadi, yaitu sejak padi dipanen di sawah, saat 
ditimbun, sampai diangkut ke tempat penjemuran atau penampungan. Hal ini 
terjadi karena varietas, waktu dan masa memanen, serta cara memanen dan cara 
pengangkutan.

Varietas unggul disukai karena produksinya tinggi. Namun, varietas ini memiliki 
kelemahan karena mudah rontok. Padi yang dipanen terlalu masak mengakibatkan 
gabah mudah lepas dari malainya. Apalagi saat panen raya yang serempak, padi 
yang dipanen tidak bisa segera diangkut. Karena kesulitan tenaga kerja, padi 
ditimbun di sawah selama satu-dua hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kehilangan setelah panen berkisar 
10-15 persen atau lebih. Bayangkan jika produksi padi tahun ini mencapai 50 
juta ton, maka kehilangan produksi diperkirakan bisa mencapai 500.000-750.000 
ton gabah. Jumlah itu kira-kira setara dengan 250.000-375.000 ton beras.

Konversi lahan

Sering dipertanyakan, apakah luas baku sawah, baik sawah lahan basah maupun 
lahan kering, sudah mendekati kenyataan di lapangan? Pertanyaan ini muncul 
mengingat penyusutan lahan pertanian terus berlangsung dari tahun ke tahun 
akibat tiga pokok kebijakan pemerintah.

Pertama, kebijakan privatisasi kawasan industri. Kedua, pembangunan permukiman 
skala besar dan kota baru. Ketiga, terjadinya deregulasi investasi serta 
perizinan.

Memang berdasar Keppres No 30/1990, lahan pertanian teknis irigasi dilarang 
dialihkan menjadi lahan nonpertanian. Tetapi ketentuan itu sudah lama 
dikangkangi. Pada tahun 1995, misalnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) 
mengungkapkan lebih dari 50.000 hektar sawah teknis irigasi telah dikonversi 
menjadi lahan nonpertanian. Bahkan Departemen Pertanian pada tahun 1991 pernah 
mengemukakan perkiraan pengalihan lahan sawah yang selama ini terjadi di Jawa 
dan Bali mencapai 35.000-40.000 hektar. Lebih dari separuhnya ada di Jawa Barat 
sehingga daerah ini tergolong paling jeblok.

Jika diasumsikan sawah seluas 50.000 hektar yang sudah beralih fungsi bisa 
ditanami padi dan dipanen dua kali setahun dengan produksinya lima ton gabah 
per hektar, maka kehilangan produksi mencapai sekitar 500.000 ton gabah per 
tahun. Maka dengan bertambahnya penduduk, masihkah kita mengalami surplus 
mengingat konsumsi beras terus meningkat? Intensifikasi juga bukan satu-satunya 
cara untuk meningkatkan produksi.

Melalui ekstensifikasi, dilakukan perluasan jaringan irigasi dan pencetakan 
sawah baru. Tetapi, kedua hal itu tidak mudah dilakukan karena pencetakan sawah 
baru membutuhkan biaya besar dan waktu lama. Paling tidak dibutuhkan waktu lima 
sampai enam tahun dengan biaya sekitar 4.000-6.000 dollar AS per hektar. Bahkan 
adakalanya mengalami kegagalan seperti terjadi dalam pencetakan sawah baru di 
lahan gambut satu juta hektar. Bagaimanapun, mempertahankan sawah teknis 
irigasi lebih penting karena dari segi mana pun lebih menguntungkan.

Her Suganda Pengurus Forum Wartawan dan Penulis Jawa Barat (FWP-JB)


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Betulkah Kita Surplus Beras?