** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.kompas.com/kompas-cetak/0602/09/utama/2423259.htm Kemiskinan Beras Mahal, Aking Pun Jadi... Siwi Nurbiajanti Seorang perempuan duduk di depan rumahnya sambil membolak-balikkan nasi kering yang baru saja diangkat dari tempat penjemuran, Selasa (7/2). Di sampingnya duduk suami dan empat anaknya yang masih kecil. Perempuan itu adalah Sarmini (33), warga Desa Prapag Lor, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Sejak dua bulan lalu ia dan keluarganya harus makan nasi sisa yang dikeringkan atau nasi aking. Masyarakat biasa menyebutnya dengan loyang. Di Brebes selama ini loyang digunakan untuk makanan itik. Makan nasi aking dilakukan keluarga Sarmini karena harga beras mereka rasakan sangat mahal. Sementara itu, suaminya, Saroni (35), tidak lagi bekerja. Menurut Sarmini, selama ini suaminya bekerja sebagai buruh nelayan. Kadang-kadang ia ikut melaut, tetapi tidak jarang hanya menjadi kuli angkut ikan. Apabila dirata-rata, penghasilan sehari-harinya hanya Rp 5.000 hingga Rp 6.000. Untuk itu, Saroni harus bekerja sejak pukul 05.00 hingga 13.00. Belakangan ini, akibat angin barat dan ombak besar, Saroni tidak berani melaut. Padahal, ia memiliki lima anak yang masih kecil. Mereka adalah Karmaja (16), Aminul Mukmin (7), Insanul Mutakin (6), Silmi Dinul (3), dan Nazil Muksinin (1). Karmaja mengikuti jejak ayahnya sebagai buruh nelayan. Ia berhenti sekolah saat kelas III SD karena tidak punya biaya. Aminul Mukmin masih duduk di bangku kelas II SD Prapag Lor 01. Untuk anak keduanya itu, setiap bulan Saroni mengeluarkan biaya pendidikan sebesar Rp 5.000. Tiga anak lainnya belum bersekolah, tetapi mereka tentunya membutuhkan kecukupan pangan. Dengan kondisinya saat ini, Saroni dan keluarganya terpaksa hidup dalam keterbatasan. Jangankan untuk hidup berkecukupan, untuk hidup pas-pasan saja sulit. Untuk makan sehari-hari, selama ini keluarga tersebut membutuhkan sekitar 2,5 kilogram beras. Harga beras saat ini mencapai Rp 4.500 per kilogram. Dengan kondisi saat ini, Saroni tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya itu. Beras tidak terbeli, bahkan untuk menyambung hidup pun ia terpaksa berutang ke tempat lain. "Utang kami terus menumpuk, tetapi mau bagaimana lagi," ujarnya. Karena itu, agar tetap bisa bertahan hidup, ia dan keluarganya lebih memilih makan nasi aking. Meskipun sadar bahwa nasi itu tidak sehat, ia tidak bisa menghindarkannya. Baginya, kesehatan sudah bukan hal utama lagi. Yang terpenting, anak-anaknya bisa makan cukup. Sisa makanan Aking merupakan nasi sisa yang masih dalam kondisi baik maupun sudah basi yang kemudian dijemur atau dikeringkan. Tidak jarang nasi aking berasal dari sisa makanan orang, yang sudah bercampur sayuran dan kemudian dipilah kembali. Aking bisa diperoleh masyarakat dengan cara membelinya maupun membuat sendiri. Sebelum dimasak, aking dicuci terlebih dulu, seperti halnya beras. Setelah itu dicampur dengan air dan ditanak. Menurut Sarmini, agar enak dan rasanya gurih, sebaiknya aking ditanak dengan campuran parutan kelapa. Jika tidak ada kelapa, aking ditanak apa adanya tanpa bumbu hingga matang. Aking yang sudah matang bentuknya seperti nasi biasa, tetapi berwarna kuning kecoklatan dan lebih lembek. Rasa nasi aking lebih hambar daripada rasa nasi biasa dan kadang-kadang terasa getir. Selain Saroni dan keluarganya, di desa itu terdapat warga lain yang juga makan nasi aking. Sedikitnya 32 keluarga atau sekitar 64 jiwa setiap hari makan nasi aking. Ratusan keluarga lainnya juga memakan nasi aking, tetapi sebagai campuran beras maupun selingan. Semua dilakukan karena ketidakmampuan ekonomi. Berdasarkan data Desa Prapag Lor, dari sekitar 1.600 keluarga yang ada di sana, 35 persen di antaranya merupakan nelayan dan saat ini semuanya dalam kesulitan ekonomi. Baik Saroni maupun warga lainnya sangat berharap ada bantuan dari pemerintah untuk kelangsungan hidup jangka panjang bagi anak-anak dan keluarga mereka. Selama ini Saroni mengaku jarang mendapatkan bantuan dari pihak mana pun. Bahkan, saat Pemerintah Kabupaten Brebes membagikan paket bahan pangan untuk masyarakat miskin di sana, Selasa, ia tidak mendapatkannya. Saroni mengaku hanya mendapatkan bantuan beras untuk keluarga miskin atau raskin sebanyak tiga kilogram per bulan. Untuk itu, ia harus membayar Rp 3.500. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **