** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2006/022006/10/0901.htm Batas Kemerdekaan Pers Oleh M. RIDLO 'EISY PEMILIK kemerdekaan pers adalah rakyat yang berdaulat. Rakyat yang terjajah, baik oleh bangsa asing maupun bangsa sendiri, tidak akan memiliki kemerdekaan pers. Pers Indonesia tidak merdeka pada masa penjajahan Belanda, Jepang, masa Orde Lama, dan Orde Baru, karena rakyat Indonesia tidak berdaulat dan berada di bawah penindasan. Dengan tegas Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers merumuskan bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (Pasal 2). Rumusan itu lahir dari dasar pertimbangan utama kelahiran Undang-Undang Pers tersebut, yaitu: kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat harus dijamin sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki. Hak ini diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu kemerdekaan pers bukanlah hak-hak istimewa yang secara eksklusif dimiliki orang-orang pers. Kemerdekaan pers bukanlah kemerdekaannya orang-orang pers. Undang-Undang Pers dengan tegas menyatakan bahwa kemerdekaan pers adalah wujud dari kedaulatan rakyat. Orang-orang pers hanyalah pelayan rakyat agar kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hari nurani tiap-tiap warga negara dapat dikomunikasikan kepada seluruh masyarakat. Untuk itulah, ketentuan umum UU Pers menegaskan bahwa orang-orang pers mempunyai hak sekaligus kewajiban untuk melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Harus diakui, begitu lepas dari penindasan, kehidupan pers yang merdeka membawa berbagai ekses. Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Sjamsul Muarif dalam dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI 6 Desember 2001, mengungkapkan beberapa ekses dari pelaksanaan kemerdekaan pers, yaitu pornografi, character assassination, berita bohong, dan provokatif, iklan-iklan yang tidak lagi dalam dimensi sebenarnya, dan banyaknya wartawan gadungan yang berkeliaran. Seusai pertemuan antara Sjamsul Muarif dan Komisi I DPR RI, muncullah pelesetan dari kebebasan pers menjadi kebablasan pers. Sejak saat itu pula muncul pertanyaan, apakah perlu kemerdekaan pers dicabut lagi untuk menghilangkan ekses-eksesnya? Kalau kemerdekaan pers itu dipertahankan, sampai manakah batas-batasnya agar ekses-eksesnya dapat diminimalkan? Tidak ada seorang pun yang menyatakan secara terbuka mau menghancurkan kemerdekaan pers, dan mengembalikannya ke zaman Orde Baru atau Orde Lama. Jika diibaratkan kemerdekaan pers adalah sebuah rumah dan ekses-eksesnya adalah tikus-tikus yang berkeliaran dalam rumah. Jika kita ingin menumpas tikus-tikus tersebut dengan membakar "rumah kemerdekaan pers", dapat dipastikan pada saat rumah kemerdekaan pers hancur jadi abu, tikus-tikus itu tetap hidup dan tetap mengganggu. Ada pemisalan yang diungkapkan oleh seorang wartawan muda, tentang kemerdekaan pers dengan ekses-eksesnya. Kemerdekaan pers dimisalkan sebagai tangan, sedangkan ekses-eksesnya dimisalkan bau ketiak yang tak sedap. Menghilangkan bau itu tidak perlu dengan memotong kedua tangan. Untuk menjalankan kemerdekaan pers secara profesional dan bertanggung jawab, seluruh organisasi wartawan Indonesia menyusun kode etik jurnalistik, yang sekarang ini disebut Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI). Kode etik adalah "polisi" yang sengaja dideklarasikan para wartawan untuk mengawasi kerja wartawan sendiri. Namun ternyata dalam keadaan memaksa, wartawan boleh melanggar kode etik. Misalnya, wartawan sedang melakukan investigative reporting untuk mengungkapkan mafia narkotika atau mafia perjudian. Dalam KEWI dinyatakan wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi. Tentu sangat tidak mungkin bagi seorang wartawan yang ditugaskan membongkar mafia narkotika, memperkenalkan diri kepada bos mafia narkotika, bahwa dirinya adalah seorang wartawan yang ditugaskan untuk membongkar jaringan narkotika yang dioperasikan oleh bos mafia itu. Biasanya wartawan yang ditugaskan untuk melakukan investigative reporting adalah wartawan yang ulung dan berani, karena tugas investigasi adalah tugas yang sangat berisiko, dan semua itu diabdikan untuk kepentingan publik yang lebih luas. Lalu, sampai mana batas-batas kemerdekaan pers itu, kalau kode etik yang disusun wartawan sendiri saja, sesekali waktu boleh dilanggar? Dalam berbagai seminar di berbagai daerah di Indonesia, saya selalu menegaskan bahwa pers itu bebas sebebas-bebasnya asal tidak mengganggu hak asasi manusia. Begitu pers mulai mengganggu hak asasi manusia, maka pers itu dapat dianggap telah menyalahgunakan kebebasan yang dimilikinya. Batas kemerdekaan pers adalah hak-hak asasi manusia. Karena hak asasi manusia masih terlalu abstrak, secara lebih sederhana dapat dirumuskan, batas kemerdekaan pers adalah semua peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. Wartawan dan media wajib menghormati semua peraturan perundangan di Indonesia, karena UU Pers bukanlah undang-undang yang khusus (lex specialis). Sampai saat ini UU Pers masih belum bisa menjadi lex specialis walaupun untuk menyelesaikan permasalahan akibat pemberitaan pers. Kami semua, khususnya yang tergabung dalam Masyarakat Pers & Penyiaran Indonesia (MPPI), berusaha sekuat tenaga menjadikan UU Pers sebagai lex specialis, sejak dari menyusun RUU Pers, naskah akademis RUU Pers, sosialisasi, sampai dengan mengawal pembahasan RUU Pers itu antara pemerintah (Departemen Penerangan) dengan DPR RI (Komisi I). Namun usaha itu kurang berhasil. Setelah penulis periksa kembali risalah-risalah rapat pembicaraan tingkat III RUU Pers di Panitia Kerja DPR RI, dapat disimpulkan bahwa DPR RI dan pemerintah tidak bermaksud menjadikan UU Pers sebagai lex specialis, walau masih sangat banyak jejak yang bertujuan menjadikan UU Pers sebagai lex specialis dan disahkan sebagai UU Pers. Dengan demikian orang yang kecewa akibat pemberitaan pers, boleh memilih menggunakan UU Pers atau KUHP. Tentu saja, bagi insan pers tentu sangat mengharap semua permasalahan akibat pemberitaan pers menggunakan acuan UU Pers, bukan KUHP atau undang-undang yang lain. Jadi sesungguhnya, banyak sekali batas bagi kemerdekaan pers, karena setiap undang-undang di Indonesia adalah batas bagi kemerdekaan pers.*** Penulis, anggota Dewan Redaksi Pikiran Rakyat, Direktur Utama Galamedia, dan pendiri Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **