[nasional_list] [ppiindia] Batas Kemerdekaan Pers

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 10 Feb 2006 02:46:16 +0100

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2006/022006/10/0901.htm


      Batas Kemerdekaan Pers
      Oleh M. RIDLO 'EISY 


      PEMILIK kemerdekaan pers adalah rakyat yang berdaulat. Rakyat yang 
terjajah, baik oleh bangsa asing maupun bangsa sendiri, tidak akan memiliki 
kemerdekaan pers. Pers Indonesia tidak merdeka pada masa penjajahan Belanda, 
Jepang, masa Orde Lama, dan Orde Baru, karena rakyat Indonesia tidak berdaulat 
dan berada di bawah penindasan. Dengan tegas Undang-Undang No. 40/1999 tentang 
Pers merumuskan bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan 
rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum 
(Pasal 2). 

      Rumusan itu lahir dari dasar pertimbangan utama kelahiran Undang-Undang 
Pers tersebut, yaitu: kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan 
rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan 
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan 
mengeluarkan pikiran dan pendapat harus dijamin sebagaimana tercantum dalam 
Pasal 28 UUD 1945. 

      Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, 
kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani merupakan 
hak asasi manusia yang sangat hakiki. Hak ini diperlukan untuk menegakkan 
keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan 
kehidupan bangsa.

      Karena itu kemerdekaan pers bukanlah hak-hak istimewa yang secara 
eksklusif dimiliki orang-orang pers. Kemerdekaan pers bukanlah kemerdekaannya 
orang-orang pers. Undang-Undang Pers dengan tegas menyatakan bahwa kemerdekaan 
pers adalah wujud dari kedaulatan rakyat. Orang-orang pers hanyalah pelayan 
rakyat agar kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hari 
nurani tiap-tiap warga negara dapat dikomunikasikan kepada seluruh masyarakat. 

      Untuk itulah, ketentuan umum UU Pers menegaskan bahwa orang-orang pers 
mempunyai hak sekaligus kewajiban untuk melaksanakan kegiatan jurnalistik 
meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan 
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta 
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, 
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

      Harus diakui, begitu lepas dari penindasan, kehidupan pers yang merdeka 
membawa berbagai ekses. Menteri Negara Komunikasi dan Informasi Sjamsul Muarif 
dalam dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI 6 Desember 2001, mengungkapkan 
beberapa ekses dari pelaksanaan kemerdekaan pers, yaitu pornografi, character 
assassination, berita bohong, dan provokatif, iklan-iklan yang tidak lagi dalam 
dimensi sebenarnya, dan banyaknya wartawan gadungan yang berkeliaran.

      Seusai pertemuan antara Sjamsul Muarif dan Komisi I DPR RI, muncullah 
pelesetan dari kebebasan pers menjadi kebablasan pers. Sejak saat itu pula 
muncul pertanyaan, apakah perlu kemerdekaan pers dicabut lagi untuk 
menghilangkan ekses-eksesnya? Kalau kemerdekaan pers itu dipertahankan, sampai 
manakah batas-batasnya agar ekses-eksesnya dapat diminimalkan? Tidak ada 
seorang pun yang menyatakan secara terbuka mau menghancurkan kemerdekaan pers, 
dan mengembalikannya ke zaman Orde Baru atau Orde Lama. 

      Jika diibaratkan kemerdekaan pers adalah sebuah rumah dan ekses-eksesnya 
adalah tikus-tikus yang berkeliaran dalam rumah. Jika kita ingin menumpas 
tikus-tikus tersebut dengan membakar "rumah kemerdekaan pers", dapat dipastikan 
pada saat rumah kemerdekaan pers hancur jadi abu, tikus-tikus itu tetap hidup 
dan tetap mengganggu. Ada pemisalan yang diungkapkan oleh seorang wartawan 
muda, tentang kemerdekaan pers dengan ekses-eksesnya. Kemerdekaan pers 
dimisalkan sebagai tangan, sedangkan ekses-eksesnya dimisalkan bau ketiak yang 
tak sedap. Menghilangkan bau itu tidak perlu dengan memotong kedua tangan. 

      Untuk menjalankan kemerdekaan pers secara profesional dan bertanggung 
jawab, seluruh organisasi wartawan Indonesia menyusun kode etik jurnalistik, 
yang sekarang ini disebut Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI). Kode etik adalah 
"polisi" yang sengaja dideklarasikan para wartawan untuk mengawasi kerja 
wartawan sendiri. 

      Namun ternyata dalam keadaan memaksa, wartawan boleh melanggar kode etik. 
Misalnya, wartawan sedang melakukan investigative reporting untuk mengungkapkan 
mafia narkotika atau mafia perjudian. Dalam KEWI dinyatakan wartawan Indonesia 
menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta 
memberikan identitas kepada sumber informasi. Tentu sangat tidak mungkin bagi 
seorang wartawan yang ditugaskan membongkar mafia narkotika, memperkenalkan 
diri kepada bos mafia narkotika, bahwa dirinya adalah seorang wartawan yang 
ditugaskan untuk membongkar jaringan narkotika yang dioperasikan oleh bos mafia 
itu. Biasanya wartawan yang ditugaskan untuk melakukan investigative reporting 
adalah wartawan yang ulung dan berani, karena tugas investigasi adalah tugas 
yang sangat berisiko, dan semua itu diabdikan untuk kepentingan publik yang 
lebih luas.

      Lalu, sampai mana batas-batas kemerdekaan pers itu, kalau kode etik yang 
disusun wartawan sendiri saja, sesekali waktu boleh dilanggar? 

      Dalam berbagai seminar di berbagai daerah di Indonesia, saya selalu 
menegaskan bahwa pers itu bebas sebebas-bebasnya asal tidak mengganggu hak 
asasi manusia. Begitu pers mulai mengganggu hak asasi manusia, maka pers itu 
dapat dianggap telah menyalahgunakan kebebasan yang dimilikinya. Batas 
kemerdekaan pers adalah hak-hak asasi manusia. Karena hak asasi manusia masih 
terlalu abstrak, secara lebih sederhana dapat dirumuskan, batas kemerdekaan 
pers adalah semua peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.

      Wartawan dan media wajib menghormati semua peraturan perundangan di 
Indonesia, karena UU Pers bukanlah undang-undang yang khusus (lex specialis). 
Sampai saat ini UU Pers masih belum bisa menjadi lex specialis walaupun untuk 
menyelesaikan permasalahan akibat pemberitaan pers. 

      Kami semua, khususnya yang tergabung dalam Masyarakat Pers & Penyiaran 
Indonesia (MPPI), berusaha sekuat tenaga menjadikan UU Pers sebagai lex 
specialis, sejak dari menyusun RUU Pers, naskah akademis RUU Pers, sosialisasi, 
sampai dengan mengawal pembahasan RUU Pers itu antara pemerintah (Departemen 
Penerangan) dengan DPR RI (Komisi I). 

      Namun usaha itu kurang berhasil. Setelah penulis periksa kembali 
risalah-risalah rapat pembicaraan tingkat III RUU Pers di Panitia Kerja DPR RI, 
dapat disimpulkan bahwa DPR RI dan pemerintah tidak bermaksud menjadikan UU 
Pers sebagai lex specialis, walau masih sangat banyak jejak yang bertujuan 
menjadikan UU Pers sebagai lex specialis dan disahkan sebagai UU Pers.

      Dengan demikian orang yang kecewa akibat pemberitaan pers, boleh memilih 
menggunakan UU Pers atau KUHP. Tentu saja, bagi insan pers tentu sangat 
mengharap semua permasalahan akibat pemberitaan pers menggunakan acuan UU Pers, 
bukan KUHP atau undang-undang yang lain. Jadi sesungguhnya, banyak sekali batas 
bagi kemerdekaan pers, karena setiap undang-undang di Indonesia adalah batas 
bagi kemerdekaan pers.***

      Penulis, anggota Dewan Redaksi Pikiran Rakyat, Direktur Utama Galamedia, 
dan pendiri Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia.
     


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Batas Kemerdekaan Pers