[nasional_list] [ppiindia] Aurat ya aurat..

  • From: "RM Danardono HADINOTO" <rm_danardono@xxxxxxxx>
  • To: ppiindia@xxxxxxxxxxxxxxx
  • Date: Mon, 27 Feb 2006 17:04:40 -0000

** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com ****** Tulisan yang bijak. tapi 
repotnya, kita sebagai bangsa yang 
terdiri dari berbagai budaya dan agama, layakkah mendefinisakn aurat 
semata dari satu sumber akidah? Lha bagaimana misalnya kalau wanita 
Jawa atau siapapun ingin berziarah ke makam raja raja Jawa di 
Imogiri, tak diperkenankan memakai busana tertutup, namun memakai 
kemben. Kepala tak ditutup.

Demikian pula busana tari tarian Jawa dan Bali. Masakan ini semua 
dilarang? samakah persepsi aurat para wanita Indonesia? Siapakah 
yang wajib mendefinisikan apakah aurat, wanita (yang terkait alias 
pelengkap penderita) atau pria (yang tak langsung terkait, kecuali 
kalau sedang dalam posisi siap tempur, paling paling pelengkap 
penyerta)?



Sabtu, 25 Februari 2006
http://kompas.com/kompas-cetak/0602/25/swara/2464223.htm

PORNOGRAFI
Mengarifi Batas Aurat Perempuan

Fawaizul Umam

Setelah sempat "mereda", pro-kontra pornografi dan pornoaksi (mungkin
nanti pornowicara) meruap lagi. Tristanti Mitayani, anggota Komisi I
DPR, pun mengakui betapa hingga kini tak jua ada kesepakatan di Dewan
soal definisi pornografi dan pornoaksi (Kompas, 23/1/2006). "Apalagi
tiap daerah berbeda-beda pengertiannya," katanya.

Bagaimana pandangan Islam tentang aurat perempuan karena (umat)
Islam-lah yang paling riuh menyoalnya? Tulisan ini hendak menyisirnya
dari ranah fikih, domain keilmuan Islam (klasik) yang uniknya acap
dianggap sebagai syariat Islam itu sendiri.

Secara etimologis, "aurat" adalah kata Arab yang berarti celah,
kekurangan, anggota tubuh yang dipandang buruk sehingga memalukan 
bila terlihat. Alquran menyebutnya empat kali, dua berbentuk tunggal 
(QS 33: 13) dan sisanya plural (QS 24: 31, 58). Ulama ahli fikih 
umumnya mengacu Surat An-Nur Ayat 31 saat memaknai aurat sebagai 
bagian tubuh manusia yang memalukan bila terlihat dan mungkin bisa 
menimbulkan fitnah (baca: menggugah libido) jika dibiarkan terbuka. 
Namun, penyandaran sama tidak membuat mereka bersatu pendapat.

Hal itu tampak pada perbedaan tafsir atas frase illa ma zhahara minha
(kecuali yang biasa tampak terbuka) di ayat tersebut yang 
menganjurkan perempuan menutup aurat, kecuali yang memang biasa 
terbuka. Sebagian ulama mengategorikan muka dan telapak tangan 
perempuan sebagai yang biasa terbuka sehingga tak wajib ditutup. 
Sementara sebagian lain menambahkan telapak kaki, bahkan hingga 
separuh betis di atas tumit boleh terbuka, termasuk juga setengah 
lengan. Sebagian lagi memaknai apa yang terbuka tak sengaja dari 
tubuh perempuan, seperti tersingkap angin.
Bagi mereka yang berpandangan terakhir ini, seluruh tubuh perempuan
aurat yang wajib ditutup (Asy-Syaukani, Naylul Awthar, Juz II: 55).

Mereka juga memilah aurat perempuan berdasar status sosial: perempuan
merdeka dan budak. Mayoritas ahli fikih memandang aurat budak lebih
terbuka dari aurat perempuan merdeka. Sebagian mereka bahkan 
cenderung menyamakan aurat perempuan budak dengan lelaki, antara 
lain diyakini sebagian besar murid Imam Asy-Syafi'i (An-Nawawi, Al-
Majmu' Syarhil Muhadzab, Juz III: 171), yakni hanya bagian tubuh 
antara pusar dan lutut.

Dengan begitu, tidak ada batasan aurat yang sama untuk perempuan. Itu
membuktikan betapa teks terkait tidak secara jelas membatasi aurat. 
Para ulama menafsir dengan rangka paradigmatik masing-masing yang 
berkait erat dengan situasi ruang dan waktu mereka. Lalu, 
manakah "yang benar", dalam arti "yang semau" dengan Allah? 
Wallahualam.

Para faqih, semisal Abu Hanifah, Asy-Syafi'i, dan Malik meyakini
kebenaran hanya ada satu di antara berbagai pendapat, tetapi tidak 
bisa dipastikan manakah yang benar, kecuali Allah yang tahu (al-
Syaukani, Irsyadul Fuhul, t.th.: 261). Sebagai hasil ijtihad, tiap 
pendapat punya ruangnya sendiri. Status kebenarannya tak bisa gugur 
oleh kebenaran pendapat lain (al-Suyuthi, Al-Asybah wan Nazhair, 
t.th.: 71).

Secara substantif Islam satu dalam prinsip, tetapi dimungkinkan 
berbeda dalam rincian, hasil tafsir. Refleksi para ahli fikih, 
misalnya, hanya menegaskan kewajiban menutup aurat; tidak merinci 
bagian tubuh mana yang mesti ditutup dan tak mengatur model pakaian.

Kewajiban itu bersifat universal dan karenanya pasti, mutlak, tetapi
batasan aurat yang perlu ditutup termasuk bentuk penutupnya bersifat
partikular dan karenanya terduga, relatif. Relatif, karena yang 
terakhir ini terikat dimensi situasi, ruang, dan waktu. Dalam hal 
itu, nilai-nilai sosial budaya berperan amat nyata.

Soal etika

Untuk itu, setiap upaya formulasi hukum mau tak mau harus
mempertimbangkan tradisi. Aneka pertimbangan ahli fikih dalam 
penentuan aurat, seperti ungkapan "menghindari kesulitan" atau "demi 
kebutuhan", atau "khawatir akan fitnah", tidak terlepas dari situasi 
keseharian dan karena itu sangat relatif, berbeda antartempat dan 
waktu. Mengingat determinasinya dalam setiap penafsiran teks 
menyangkut aurat, maka aurat sejatinya tak termasuk dalam 
nomenklatur agama, tetapi sosial- budaya.

Berlangsungnya pro-kontra soal mana yang termasuk aurat harus dilihat
sebagai refleksi keterikatan umat dengan lokalitas sosial-budaya. 
Dalam konteks itulah mengatur perilaku porno hanya mungkin jika 
terlebih dulu ditetapkan kategori 'urf-nya. Setiap daerah berbeda, 
maka pengaturannya pun mesti berbeda.

Susahnya, demi "kepastian hukum", setiap pengaturan justru 
mengandaikan penyeragaman; suatu hal mustahil, terlebih mengingat 
wacana aurat nyatanya tak hanya soal budaya, tetapi juga pemahaman 
keagamaan.

Menyoal aurat perempuan sebatas masalah halal-haram akan terjebak
perbedaan cara pandang dan model penghayatan keagamaan. Melihat
pornografi/aksi sebatas itu tidak hanya menyederhanakan masalah, 
tetapi juga akan gagal mencari penyebab fundamentalnya karena 
pornografi/aksi pada akhirnya lebih soal etika atau bahkan estetika. 
Etika di sini tentu tidak sebatas tata krama, tetapi secara 
filosofis nilai baik-buruk.

Alhasil, ini lebih soal kepantasan (sosial)! Maka, sejauh menyangkut
kepantasan batasnya sungguh relatif, bila bukan justru tak berbatas
karena begitu relatifnya.

Karena menyangkut etik atau moralitas, hendaknya tidak dinegarakan.
Sekali itu diserahkan kepada negara yang berdaya paksa, maka sangat
mungkin yang akan muncul kesewenangan atas nama keyakinan tertentu. 
Bila dipaksakan, akan menjadi awal diskriminasi keagamaan. Dan itu 
jelas bakal mencederai semangat dasar ajaran Islam, seperti al-
hurriyah (kebebasan, termasuk dalam berekspresi), al-musawah 
(egalitarianisme), dan al-'adalah (keadilan).

Satu kebenaran tertentu soal batasan aurat sebaiknya tak dipaksakan
karena sejatinya cuma Allah yang tahu kebenaran mana yang paling Ia
ridai. Pemaksaan hanya akan mendorong umat saling membenci?sesuatu 
yang berpunggungan dengan cita Islam sendiri, rahmatan lil 'alamin.
Sebaliknya, tanpa itu, umat akan terbiasa menghormati pilihan orang.

Fawaizul Umam
Dosen Filsafat Islam IAIN Mataram













***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Other related posts:

  • » [nasional_list] [ppiindia] Aurat ya aurat..