** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **SUARA KARYA Argumen Etis Pelarangan Gambar Nabi Ismatillah A. Nu'ad Jumat, 10 Februari 2006 Mungkin redaktur karikatur sebuah media di Denmark, Jyllands-Posten, tak menduga-duga jika pemuatan visualisasi gambar Nabi Muhammad SAW pada September 2005 lalu akan menuai protes dan kecaman di dunia Islam. Kemarahan itu tak hanya dipicu karena pemuatan visualisasi gambar Nabi dilarang dalam hukum Islam, namun juga karena visualisasi itu disinyalir mengandung unsur-unsur penghinaan terhadap Nabi dan umat Islam. Kabarnya, gambar karikatural itu tak hanya dimuat di media Denmark, namun setelah itu juga sempat dimuat di media Norwegia, Jerman, dan Perancis. Oleh sebab itulah, protes dan kecaman di dunia Islam datang bertubi-tubi: di Beirut, Baghdad, Kairo, umat Islam di London, Perancis, dan sebagainya; dari hanya sekadar protes, aksi demonstrasi radikal, hingga kecaman-kecaman dari para pemuka agama. Di Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima permintaan maaf secara langsung dari pihak kedutaan besar Denmark dan redaksi surat kabar Jyllands-Posten, Sabtu 4/2/2006, mengingat bahwa Indonesia memiliki komunitas Muslim terbesar di dunia. Paling tidak ada dua hal di mana kasus itu bisa dijadikan refleksi bagi kita supaya terjadi saling toleransi dan saling penghormatan di antara sesama umat beragama. Pertama, semestinya umat agama lain tak mencampuri suatu nilai keimanan dalam Islam. Mereka seharusnya memahami bahwa pelarangan gambar Nabi merupakan salahsatu keyakinan dalam Islam di mana disebutkan bahwa pelarangan dibuat dengan alasan supaya tak terjadi fitnah terhadap Nabi dan di antara kaum muslim. Selain itu, tak sepatutnya umat beragama lain melecehkan keyakinan suatu agama tertentu. Begitu pula dengan kaum Muslim, sepatutnya tak menyampuri dan melecehkan urusan keimanan agama lain. Kedua, dalam Islam sering ada pelarangan tapi kemudian tak dibuatkan argumentasi etis dan rasionalnya. Pelarangan biasanya didominasi dengan alasan hukum (fiqh) dan teologis semata yang terkadang tak memiliki landasan etika untuk membangun argumentasinya. Akibatnya, persoalan itu memunculkan rasa kurang puas dan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan besar dalam keyakinan seorang Muslim. Mestinya, suatu pelarangan harus ditinjau dari aspek ajaran Islam lainnya, misalnya dari sudut pandang etika Islam (filsafat nilai). Ibn Hazm, salah seorang tokoh etika Islam terkemuka dan "pendiri" mazhab Hazmiyyah yang kemudian memunculkan teologi Zahiri dalam dunia Islam, seperti dikutip Ignaz Goldziher dalam karyanya The Zahiristen (1971) pernah menyebutkan bahwa problematika mendasar dalam Islam adalah karena persoalan-persoalan larangan dalam fikih atau praktik-praktik ubudiah tak pernah dibarengi dengan alasan etis sehingga akhirnya memicu tanda tanya bagi seorang Muslim. Pertanyaan-pertanyaan itu, antara lain, mengapa minum khamr dilarang, mengapa makan daging babi dilarang, dan mengapa berzina dilarang? Biasanya seorang pemuka agama hanya mengatakan bahwa hilangnya keimanan seorang penganut agama-agama semitik selain Islam, adalah karena kaumnya banyak bertanya. Padahal, di sisi lain, bukankah aspek kritisisme itu terjadi manakala di situ ada dialektika dalam bentuk pelbagai pertanyaan mendasar yang selama itu hanya sebatas menjadi keyakinan semata? Sesuatu yang tabu dalam Islam bila murid mengritik atau banyak bertanya kepada guru (mursyid). Seorang guru tak boleh dikritik dan ditanya oleh muridnya, terlebih hal itu terjadi dalam dunia pesantren tradisional. Berangkat dari hal-hal itulah kemudian ajaran Islam hanya menjadi sebatas keyakinan tanpa ada keterangan etis yang dapat menjelaskan semua pertanyaan-pertanyaan mendasar itu. Khusus mengenai pelarangan visualisasi gambar Nabi, keyakinan yang ada selama ini hanya sebatas menyebutkan bahwa hal itu dilarang dalam agama semata. Memang ada sedikit keterangan yang menyebutkan bahwa Islam telah belajar banyak dari agama-agama sebelumnya seperti Nasrani yang terlalu mengultuskan Nabi Isa. Bahkan dalam hal itu tak hanya visualisasinya, namun patung Nabi Isa dijadikan sebagai instrumen untuk mendekatkan kaum Nasrani kepada Tuhan, atau Nabi Isa diyakini sebagai anak Tuhan. Meski demikian, selain menjadikan kasus dalam agama Nasrani itu sebagai ibrah (pelajaran), tak pernah ada argumen etis di mana suatu keterangan dapat menjelaskan bahwa ternyata visualisasi gambar Nabi memang dilarang. Dari sisi itulah kemudian perlu digali suatu keterangan yang dapat menjelaskan setiap persoalan agama yang selama ini hanya sebatas menjadi keyakinan saja. Untuk sedikit masuk dalam wilayah itu, mungkin ucapan Abu Bakr Ash Shiddiq perlu direnungkan kembali, ketika Umar terguncang atas berita kematian Nabi Muhammad di Madinah. Maknanya kira-kira bahwa jika kaum Muslim itu ber-Tuhan kepada Nabi Muhammad, maka saksikanlah hari kematiannya, namun jika kaum muslim ber-Tuhan kepada Allah, maka Ia kekal abadi. Adanya pelarangan pengultusan terhadap Nabi, karena tak ada yang perlu dikultuskan dari sesosok Nabi, apalagi hanya mengagung-agungkan gambarnya. Yang perlu diteladani dan diikuti adalah ajarannya dan perilakunya yang insan kamil (par excellence) yang tertuang dalam teks-teks hadits Nabi. Gereja Katolik Roma menanggapi penyebarluasan visualisasi gambar Nabi di media-media Eropa itu menyatakan, kebebasan berekspresi bukan berarti bebas menyerang agama atau keyakinan beragama. Di dalam hak atau kebebasan menyatakan ekspresi dan pemikiran tidaklah mencakup ke-bebasan yang menyakiti para penganut agama. Koeksistensi manusia menuntut sebuah iklim yang saling menghormati untuk menciptakan tatanan perdamaian di antara manusia dan bangsa-bangsa. Jadi banyak nilai yang mesti kita ambil untuk kehidupan keberagamaan di masa depan dari kasus visualisasi gambar Nabi itu. Di tengah maraknya pemahaman terhadap agama yang sempit, di mana hal itu menimbulkan iklim kehidupan keberagamaan yang tidak kondusif dan harmonis, terjadi klaim terhadap kebenaran (claim of truth). Itu kemudian melegitimasi aksi-aksi kekerasan terhadap penganut keyakinan lain yang dianggap menyimpang. Kiranya kita bisa mengambil banyak hikmahnya sehingga kehidupan keberagamaan kita menjadi harmonis dan tercipta perdamaian di antara manusia dan bangsa-bangsa.*** (Penulis adalah penulis buku "Fundamentalisme Progresif," mahasiswa jurusan Teologi dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List ** ** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: ** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ ** ** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral scholarship, kunjungi http://informasi-beasiswa.blogspot.com **