[list_indonesia] [ppiindia] Terima Kasih Malaysia

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 13 Mar 2005 23:51:53 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/14/opini/1617377.htm
Senin, 14 Maret 2005

Terima Kasih Malaysia
Oleh Riswandha Imawan


KETEGANGAN di wilayah Ambalat antara Indonesia dan Malaysia bisa menjadi 
pengobat derita bangsa Indonesia. Kompleksitas nuansa krisisnya secara 
efektif mampu "menampar" jati diri bangsa Indonesia. Ada arogansi negara 
makmur ke negara melarat, ancaman imperialisme ekonomi, sampai ke kesempatan 
untuk mengekspresikan "balas dendam" rakyat atas impitan masalah sosial, 
ekonomi, dan politik selama ini. Namun, bila dikelola secara tepat, krisis 
ini bisa menjadi awal kebangkitan bangsa Indonesia.

Bila benar pernyataan Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Jubir Deplu) Marty 
Natalegawa bahwa pelanggaran wilayah sudah sering dilakukan Malaysia meski 
sudah diprotes berulang kali (Kompas, 27/2/2005), sampai mengirim pesawat 
pengintai B200T Super King terbang 300 kaki pada jarak 1000 yard di lambung 
kiri buritan KRI Wiratno, ini pelecehan terhadap harga diri bangsa 
Indonesia. Seharusnya pesawat yang masuk wilayah udara kita sejauh enam mil 
laut pada 3 Maret 2005 itu ditembak.

Namun, kita tidak bereaksi. Akibatnya, penghinaan lebih serius terjadi. Saat 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meninjau lokasi 8 Maret 2005, dua 
kapal Malaysia-KD Paus dan KD Pari-mendekati posisi kapal Presiden pada 
jarak dua mil laut (3,2 km). Sekali lagi, tidak ada reaksi apa pun atas 
insiden ini.

Mengapa Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak bereaksi? Bukankah tugas TNI 
menjaga kedaulatan wilayah negara? Kita sedih bila mengingat ganasnya aparat 
keamanan terhadap rakyat sendiri. Menghadapi demonstrasi, tanpa sungkan 
mereka menghajar rakyat dengan pentungan dan tendangan. Bahkan, tidak jarang 
main tembak.

Sungguh ironi, aparat keamanan hanya berani terhadap rakyatnya sendiri yang 
justru harus mereka lindungi. Saat berhadapan dengan lawan nyata, yang 
sepadan, yang merugikan kehidupan rakyat, keberingasan dan ketegasan mereka 
hilang entah ke mana.

Rasanya kita perlu menggaungkan kembali pernyataan yang sering dikemukakan 
Presiden SBY saat menjadi Danrem Pamungkas: In crucial things, unity. In 
important things, diversity. In all things, dignity. Apa pun yang terjadi, 
jangan sampai mengorbankan jati diri. Sayang, semangat ultraliberal, yang 
diyakini elite pengendali negara ini, membuat kehilangan jati diri seolah 
ongkos sepadan bagi upaya perbaikan ekonomi kita.

LOKUS masalahnya kian terbuka. Ada tiga perusahaan minyak raksasa beroperasi 
di sana. Shell dan UNOCAL (AS) serta ENI (Italia). Menarik disimak, Shell 
awalnya ingin masuk kawasan Ambalat melalui Indonesia. Setelah ditolak, 
mereka masuk melalui Malaysia. Artinya, di sini ada persaingan para 
kapitalis untuk mengeruk 700 juta sampai satu miliar barrel minyak dan 400 
triliun kaki kubik gas yang ada di sana. Fakta ini mengkhawatirkan. 
Jangan-jangan ketegangan yang terjadi adalah antara kekuatan ekonomi 
kapitalis yang (selalu) enggan berhadapan secara langsung.

Terlepas dari spekulasi ini, kekayaan sumber daya alam ini amat dibutuhkan 
Malaysia untuk memelihara tingkat kemakmuranya. Faktor inilah yang membuat 
Malaysia seakan bisa mendiktekan kehendak kepada elite Indonesia yang hilang 
jati dirinya. Simak saja. Para pemimpin kita enggan membawa masalah ini ke 
Mahkamah Internasional, enggan pula berperang.

Mengapa? Karena kemampuan diplomasi kita amat rendah. Masih segar dalam 
ingatan gagalnya diplomasi mempertahankan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, 
maupun Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kita 
enggan berperang karena embargo peralatan militer yang dilakukan AS membuat 
kita tidak yakin memiliki cukup amunisi untuk bertempur dalam waktu lama.

Realita ini menunjukkan, betapa lemahnya kepemimpinan di Indonesia saat ini. 
Bahkan membuktikan bahwa keruntuhan nasionalisme terjadi pada para elite, 
bukan rakyat seperti gambaran selama ini. Saat para elite tidak berani 
bersikap, rakyat justru tegas menyatakan siap berkorban demi keutuhan 
wilayah NKRI. Tanpa senjata, hanya berbekal ilmu bela diri, rakyat siap 
membela tiap jengkal Tanah Air kita.

Meski ada elite yang tertawa melihat reaksi rakyat, karena mustahil melawan 
senjata modern hanya dengan ilmu bela diri, namun sikap rakyat adalah sikap 
patriot yang tidak rela harga diri bangsanya diinjak-injak. Justru mereka 
yang menertawakan reaksi rakyat itu yang bisa disebut-maaf-"pelacur politik" 
yang tidak paham makna nasionalisme.
Lagu sendu yang didendangkan anak rakyat, seolah tak mampu menembus relung 
kesadaran para elite akan perlunya mempertahankan dan memperkokoh wawasan 
jati diri bangsa Indonesia. Anak rakyat bernyanyi, "Hamparan kebun kelapa 
sawit di Sumatera, menjanjikan bekal hari esok, namun sayang bukan kami 
punya. Hutan yang lebat di Kalimantan dan Papua, di mana flora dan fauna 
yang eksotik berada menghibur hati, tapi bukan kami punya. Laut yang luas, 
kaya akan ikan dan minyak bumi yang melimpah, itu pun bukan kami punya. Lalu 
apa yang tersisa bagi kami untuk menapaki hari-hari ke depan?"
TERIMA kasih Malaysia. Tindakan Anda menyatukan kesadaran bangsa Indonesia 
yang terkoyak-koyak. Tatkala bangsa yang besar ini harus rela melihat anak 
rakyatnya dicambuki, dikejar bak binatang liar. Saat anak bangsa datang ke 
Malaysia dalam kemiskinan dan pulang dalam kemelaratan, ditimpa impitan 
kehidupan yang kian keras mengikuti kenaikan harga BBM saat kembali dari 
pengusiran. Tatkala aparat hanya berani memerangi rakyat sendiri. Maka 
sadarlah kita, mengharap perubahan datang dari kalangan elite sama dengan 
mengharap matahari terbit dari barat.
Temuan Prof Tadjudin Noer Effendi membuktikan, kekerasan sosial tidak 
terjadi di saat negeri kita tepat di titik pusar krisis ekonomi, karena 
kemampuan rakyat menciptakan lapangan kerja secara mandiri. Artinya, para 
elite harus menyadari, pemerintahlah yang tergantung kepada rakyat, bukan 
sebaliknya. Tetapi haruskah kesadaran ini datang setelah "ditampar" 
Malaysia?
Negara jiran yang pernah demikian takut akan sikap ekspansionis Indonesia 
karena mengenal konsep kekuasaan Mandala telah menggugah kesadaran bangsa 
Indonesia akan pentingnya pembangunan ekonomi di daerah terpencil, khususnya 
perbatasan dengan negara lain. Ketimpangan kemakmuran antara Jakarta dan 
daerah, khususnya di perbatasan, mengisyaratkan rendahnya kemampuan 
manajerial pemimpin mengurus negara.
Karena itu, di balik arogansinya menginjak-injak harga diri bangsa 
Indonesia, Malaysia menyisakan pesan, "Indonesia bukan sekadar Jakarta". 
Inilah titik tolak membangun Indonesia baru yang memiliki dignity.
Meski demikian, mengapa hal sepele ini harus datang dari Malaysia dengan 
cara yang tidak kita sukai?
Riswandha Imawan Guru Besar Fisipol UGM 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: