[list_indonesia] [ppiindia] Komisi Kebenaran dan Persahabatan Tanpa Keadilan

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 13 Mar 2005 23:47:26 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/14/opini/1616573.htm
Senin, 14 Maret 2005

Komisi Kebenaran dan Persahabatan Tanpa Keadilan
Oleh Florencio Mario Vieira


ATAS usulan Sekjen PBB Kofi Annan, kasus pelanggaran HAM Timor Timur mencuat 
kembali. Diusulkan agar dibentuk tim guna membentuk Komisi Ahli.
Timor Timur (Timtim) yang dulu menjadi kerikil bagi Indonesia selama 23 
tahun agaknya menjadi masalah yang terus menggelayuti. Komisi Ahli 
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentu ada kaitan dengan pengadilan hak 
asasi manusia (HAM) ad hoc yang dinilai tidak kredibel dalam upaya mengadili 
para tersangka peristiwa tahun 1999. Guna mengantisipasi intervensi pihak 
ketiga, Pemerintah Indonesia dan Timtim mendeklarasikan pembentukan Komisi 
Kebenaran dan Persahabatan (KKP) 9 Maret lalu.

Sementara itu, Komisi Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi (KPKR) Timtim 
sudah bekerja sejak lebih dari dua tahun lalu. Pertanyaannya, apakah KKP dan 
KPKR tumpang tindih serta memperjuangkan rasa keadilan?
Putusan pengadilan HAM ad hoc membebaskan 17 dari 18 terdakwa. Eurico 
Guterres, Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) satu-satunya yang 
tersisa, sementara kasasinya sedang diproses Mahkamah Agung. Bila Guterres 
dijebloskan di penjara dapat "disimpulkan", dia mempunyai kekuasaan absolut 
dan kekuatan extraordinary dalam merencanakan serta melaksanakan peristiwa 
dahsyat yang menjadi sorotan dunia. Ataukah Guterres hanya tumbal untuk 
melindungi kebijakan institusi, perorangan atau negara? Pertanyaan ini yang 
menjadi keprihatinan internasional sehingga tuntutan untuk membentuk komisi 
ahli menguat dan didukung Amerika Serikat.

PEMBENTUKAN KKP adalah atas inisiatif government to government yang 
ujung-ujungnya rekonsiliasi antarnegara. Sedangkan yang dilakukan KPKR 
sasarannya pada tingkat basis komunitas di Timor Timur maupun dengan warga 
Indonesia termasuk WNI Keturunan Timor Timur (East Timorese Indonesian).
Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda mengatakan, "Daripada 
muter-muter tetapi ujungnya adalah truth and reconsiliation, mengapa tidak 
memakai pendekatan ini sejak awal dari pendekatan pengadilan yang katanya 
tidak realistik, lama, biaya tinggi, dan belum tentu selesai" (Kompas, 
2/2/2005).

Langkah ini adalah upaya diplomasi Indonesia agar kasus pelanggaran HAM di 
Timtim bukan kebijakan state terlepas dari unsur pengambil keputusan pada 
tingkatan tertentu mempunyai peran signifikan. Hal ini akan mengamankan 
citra keputusan pengadilan HAM ad hoc yang tidak terpisahkan sebagai 
institusi negara. Strategi ini akan menutup upaya pihak korban mendapatkan 
keadilan atas kejahatan kemanusiaan karena hubungan kepentingan negara di 
atas galanya.

Kompensasi atas pelanggaran HAM adalah persahabatan, bukan keadilan. Ruang 
bagi korban untuk mendapatkan keadilan, tertutup. Hal yang sama, mandat 
untuk KPKR tidak berwenang membicarakan upaya hukum. Dengan demikian, kedua 
komisi hanya satu mata uang dengan dua sisi berbeda. Sasaran KKP 
menyelamatkan Indonesia bahwa pelanggaran HAM Timtim bukan kebijakan negara, 
sekaligus menyelamatkan "sutradara". Sedangkan sasaran KPKR adalah 
rekonsiliasi di basis komunitas.

Pertanyaannya, sejauh mana keterkaitan antara perorangan yang mempunyai 
peran dalam institusi baik sipil (politikus) maupun militer. Bila demikian, 
sudah cukupkah membangun perdamaian hakiki di atas fondasi manusiawi yang 
kokoh?
Dalam ajarannya, Paus Yohanes XXIII menyapa "semua orang berkehendak baik" 
dengan mengatakan, mutlak perlu menciptakan perdamaian, dan ini tak mungkin 
tercapai kecuali bila diupayakan dengan menghormati HAM, dan dilakukan dalam 
kebenaran, keadilan, dan kebebasan. Menempatkan problem kebenaran masa lalu 
dan masa depan dalam rekonsiliasi, terutama menantang dan menggugat sikap 
ksatria pelaku baik elite sipil, militer, polisi maupun di tingkat grass 
root sekalipun, entah sebagai institusi maupun individu untuk berkisah dan 
mengakui apa yang terjadi.

INDONESIA mempunyai posisi tawar yang kuat di KKP dalam memperbaiki 
citranya. Bagi Timtim (terutama korban) suka atau tidak pada pendekatan ini, 
tetap menjadi pilihan terbaik demi masa depan Timtim. Ketergantungan kepada 
Indonesia adalah kenyataan. Mengutip Abdurrahman Wahid, "Indonesia bisa 
hidup tanpa Timtim. Sebaliknya, tanpa Indonesia hidup Timtim susah" adalah 
realistis. Indonesia dalam geopolitik dan ekonomi kawasan mempunyai peran 
strategis dalam memberi kontribusi bagi masa depan Timtim. KKP adalah 
win-win solution bagi kepentingan kedua negara.

Hal ini terindikasi dengan masih adanya standar ganda pemerintah Timtim yang 
tidak menolak Komisi Ahli PBB, sedangkan Indonesia menolak. Upaya 
pengungkapan kebenaran harus dilakukan secara komprehensif, 
sekurang-kurangnya dimulai dari revolusi bunga di Portugal April 1975 
sebagai entry point awalnya pergolakan perang saudara di Timtim, bukan 
sebatas pelaksanaan dan pascapenentuan pendapat. Hal ini diperlukan karena 
apa yang terjadi pada September 1999 berkaitan dengan aneka peristiwa 
sebelumnya, termasuk mengungkap kontribusi signifikan
Amerika Serikat dan Australia yang mempunyai kepentingan di balik skenario 
"invasi" serta "pendudukan" selama 23 tahun oleh Indonesia dan 60.000 korban 
(laporan PBB) masa kekuasaan partai UDT dan Fretelin. Memulainya dari 
peristiwa penentuan pendapat, Indonesia akan terinterpretasi dalam dokumen 
KKP sebagai pelaku kejahatan kemanusiaan yang diselesaikan tanpa upaya hukum 
yang fair.

Jika lembaran gelap harus diakhiri demi persahabatan kedua negara dan rakyat 
demi kebajikan ke depan, maka hal ini merupakan suatu pengorbanan yang harus 
diterima atas cinta dan belas kasih.
Mengutip Paus Yohanes Paulus II, "Keadilan yang tertinggi masih dapat 
berujung pada ketidakadilan yang terbesar. Hanya cintalah yang merupakan 
pemenuhan keadilan karena keadilan dan kebajikan saja masih tetap dingin."

Florencio Mario Vieira Pemerhati Timtim, Alumnus John Heinz III, School of 
Public Policy and Management, Carnegie Mellon University, Pittsburgh, 
Pennsylvania, AS 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Komisi Kebenaran dan Persahabatan Tanpa Keadilan