[list_indonesia] [ppiindia] Street Level Parliament

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Fri, 18 Mar 2005 21:12:02 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=162184
Jumat, 18 Mar 2005,


Street Level Parliament 
Oleh Riswandha Imawan *

Idealnya, wakil rakyat adalah orang yang mampu merepresentasikan kepentingan 
dan emosi rakyat pada tataran sistem politik. Lewat cara ini, silang 
kepentingan pada tataran rakyat disederhanakan, mudah dikelola, sekaligus 
menghindari terjadinya konflik di akar rumput politik.


Karena itu, para pakar sepakat bahwa indikasi sistem politik demokratis yang 
baik adalah terjaminnya ketenangan pada tataran masyarakat, meski para wakil 
rakyat gerah mengurusi berbagai agenda isu yang ada.


Tegasnya, di negara demokrasi, rakyat tetap tenang, meski wakilnya di parlemen 
(DPR) ribut. Sebaliknya, di negara otoritarian, anggota DPR tenang, tapi 
rakyatnya ribut karena aspirasinya tidak sampai ke sistem politik. Nah, bila 
melihat realita politik akhir-akhir ini, kita jadi bingung, Indonesia ini 
sebenarnya negara apa? Rakyatnya ribut, anggota DPR juga ribut.


Melihat keributan wakil rakyat yang terhormat di sidang DPR, 16 Maret 2005, 
kita malu, muak, dan galau melihat premanisme demikian mewabah di gedung yang 
sakral itu. Bila kemampuan berpikir berbanding terbalik dengan penggunaan otot, 
semakin pintar seseorang, dia akan makin menghindari penggunaan otot dalam 
menyelesaikan masalah, sehingga kita sudah bisa mengukur kualitas intelektual 
para wakil rakyat kita itu.

***

Ini kenyataan yang mengenaskan. Bagaimana mungkin cara-cara parlemen jalanan 
(street level parliament) muncul dalam bentuk yang lebih buruk daripada aslinya 
di dalam gedung DPR? Secara formal, rata-rata pendidikan dan pengalaman mereka 
lebih baik dibandingkan anggota DPR masa sebelumnya. Secara politis, mereka 
lebih legitimate daripada DPR 1999-2004. Sebab, mereka dipilih dengan cara yang 
relatif lebih demokrastis.


Sebenarnya, apa masalahnya? Bila dilihat dengan cara formalitas, keributan 
tersebut terjadi karena lemahnya pimpinan DPR mengelola dinamika persidangan. 
Sidang berjalan seolah tanpa susunan acara dan agenda yang jelas. Sebetulnya 
urutannya sudah jelas. Setelah rapat konsultasi antarfraksi dilakukan, 
seharusnya rapat dilanjutkan dengan rapat paripurna untuk mengambil keputusan.


Apalagi, opsi untuk diputuskan sudah mengkristal. Pertama, mengembalikan 
persoalan kenaikan harga BBM ini ke komisi VII untuk diselesaikan, sehingga 
tidak perlu diambil keputusan pada sidang paripurna. Kedua, setelah pandangan 
fraksi, langsung diambil keputusan yang bisa dilakukan secara voting.


Konstelasinya sudah jelas. Lima fraksi menolak kenaikan harga BBM, yakni PDIP, 
PKS, PAN, PKB, dan PDS yang secara bersama-sama memiliki dukungan 272 suara 
(49,72%). Dua fraksi menerima, yakni PD dan BPD dengan dukungan 77 suara 
(14,07%). Tiga fraksi belum bersikap, yakni Golkar, PPP, serta PBR yang 
memiliki 198 suara (36,19%). 


Bila konstelasi tersebut dikaitkan dengan realita empirik, jerit rakyat akibat 
membubungnya harga kebutuhan sehari-hari mengikuti kenaikan harga BBM, 
sebenarnya anggota DPR tidak perlu ragu untuk menolak kenaikan harga BBM itu.

***

Namun, realita tersebut hendak dipungkiri, setidaknya masih ingin beli waktu, 
ingin melihat celah yang bisa dimanfaatkan, terutama oleh tiga fraksi yang 
belum menentukan sikap itu. Sikap seperti itu akan menjadi biaya yang sangat 
mahal bagi ketiga partai tersebut pada Pemilu 2009. Mengapa mereka 
memungkirinya?


Sikap pragmatis memenjarakan nurani mereka. Bukan sekadar ketiganya memiliki 
kader dalam jajaran pemerintahan maupun pimpinan DPR. Janji (iming-iming) 
kenaikan gaji (uang kehormatan) sebagai kompensasi persetujuan mereka tampak 
sulit ditolak. Namun, mereka tahu, di luar pagar DPR, rakyat berteriak dan 
menjerit atas beban kehidupan yang makin mengimpit. 

Untuk tidak kehilangan muka sekaligus tidak kehilangan kesempatan meningkatkan 
kesejahteraan, keputusan untuk tidak bersikap pun diambil. Sah saja bila mereka 
bersikap seperti itu. 

Namun, di sini berbicara faktor lain. Aroma pengkhianatan politik Golkar 
terhadap Koalisi Kebangsaan ikut berperan dalam adegan dramatis di DPR 
tersebut. Fraksi Golkar yang selama ini memegang teguh asas prosedural dan 
legalitas tiba-tiba lunak atas langkah yang diambil pemerintah.

Sebelumnya, setiap rencana kenaikan harga BBM selalu dimintakan persetujuan ke 
DPR sebelum diumumkan karena BBM menyangkut hajat hidup orang banyak dan dampak 
lanjutnya sangat panjang. Sekarang, pemerintah menaikkan harga BBM dulu, baru 
dikonsultasikan ke DPR. 

Secara logika saja, konsultasi dilakukan sebelum keputusan diambil, bukan 
sesudahnya. Bila dilakukan sesudah kenaikan diumumkan, wakil rakyat itu tidak 
ubahnya berperan sebagai tukang stempel atas kebijakan pemerintah. Peran yang 
sama dilakukan DPR pada era keemasan Presiden Soeharto dulu. 

Ini sungguh langkah yang berbahaya. Para wakil rakyat sedang bermain-main 
dengan batas kesabaran rakyat. Bermain-main? Ya. Setelah adegan yang 
menyeramkan di depan meja pimpinan DPR, lalu mereka saling bersalaman serta 
berpelukan dengan senyum mengembang, seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

Terbukti, mereka tidak hanya tidak mampu berpikir dan tidak mampu merasakan 
kepedihan hati rakyat di bawah impitan yang tiap detik terasa makin berat. Bila 
ini berlanjut, bukan mustahil rakyat menyimpulkan bahwa mereka itu bukan wakil 
rakyat.

Lebih gawat lagi bila rakyat tidak percaya pada mekanisme sistemis dan 
institusi demokratis yang dibangun lewat pemilu dengan biaya yang sangat mahal 
pula.

Kalau sampai pada titik ini, street level parliament akan segera kita saksikan. 
Rakyat tidak percaya kepada siapa pun, kecuali pada dirinya sendiri. Tentu itu 
satu ironi, mengingat fungsi wakil rakyat dan parlemen adalah mencegah situasi 
chaotic pada tataran (level) masyarakat, bukan sebaliknya.
Eagle Flies Alone, 17 Maret 2005

. Riswandha Imawan, guru besar Fisipol UGM Jogjakarta

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Street Level Parliament