** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** MEDIA INDONESIA Selasa, 22 Maret 2005 OPINI Pilkada: Proyek para Penguasa? M Nasir Djamil, Anggota F-PKS DPR KELUHAN yang hampir merata didengar dari KPUD se-Indonesia menjelang pelaksanaan pilkada, Juni, adalah soal tipisnya anggaran. Bahkan, ada sejumlah daerah yang sama sekali belum memiliki dana. Meskipun demikian, banyak daerah yang sanggup untuk menggelar hajatan demokrasi itu dengan dana tipis, alias pilkada yang hemat. Tampaknya keinginan untuk mewujudkan 'paket hemat' dalam pilkada belum seperti yang diharapkan. Paling tidak hal itu terlihat dari pengajuan rencana anggaran untuk pilkada yang diajukan Departemen Dalam Negeri kepada Panitia Anggaran Komisi II DPR, setelah mengalami perubahan. Bahkan mereka mensinyalir bahwa Depdagri telah sengaja memanfaatkan pilkada sebagai 'proyek' mencari untung. Benarkah? Sebelum menjawab apakah ada indikasi pemborosan, penyelewengan, KKN, dan sinyalemen bahwa ajang pilkada dijadikan 'proyek' untuk mencari 'uang lebih', maka ada sejumlah catatan yang patut dicermati menyangkut dengan anggaran. Pertama, kekuasaan untuk menentukan pengeluaran adalah kekuasaan untuk menciptakan sesuatu. Maksudnya bahwa pengeluaran uang negara berkorelasi dengan apa yang diinginkan oleh penguasa. Kedua, anggaran menentukan tujuan, merupakan keputusan kebijakan, dan mengendalikan pengeluaran dana milik masyarakat. Klausul ini menyadarkan kita bahwa usulan anggaran sebenarnya secara nyata menggambarkan tujuan anggaran itu sendiri. Apakah dirancang sesuai dengan prinsip-prinsip anggaran atau menggunakan 'manajemen by feeling. Dan yang tak kalah penting, saat merancang suatu anggaran perlu dibangun sebuah kesadaran bahwa dana-dana yang sedang kita usulkan pada hakikatnya adalah milik publik. Menilik karikatural di atas dan mencermati usulan anggaran pilkada yang diajukan Depdagri ke Panitia Anggaran DPR sebesar Rp1,255,74 triliun untuk 11 provinsi dan 215 kabupaten/kota, patut dikritisi secara rasional dan argumentatif. Angka tersebut dipergunakan untuk belanja pegawai Rp576,45 miliar, belanja barang dan jasa Rp209,02 miliar, belanja operasi Rp408,52 miliar, dan belanja kontingensi Rp61,75 miliar. Selain kebutuhan di atas, diperlukan tambahan dana dalam bentuk insentif khusus untuk daerah pemekaran yang mempunyai celah fiskal positif (2 provinsi dan 33 jika bupaten/kota) sebesar Rp116,43 miliar. Hal lain adalah adanya usulan anggaran yang dalam penilaian saya tidak efisien dan bukan menjadi wewenang pemerintah sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ini terlihat dari proyeksi kebutuhan dukungan anggaran untuk fasilitasi dan supervisi, seperti dana sosialisasi Rp48,164 miliar, dana pembinaan teknis Rp12,119 miliar, dana monitoring serta evaluasi pilkadal Rp17,099 dan updating data kependudukan, seperti melakukan pemutakhiran data P4B untuk penyajian data penduduk potensial pemilih pilkada Rp7,898 miliar, dan untuk konversi dan pemutakhiran data P4B untuk mendukung pilkada sebesar Rp54,993 miliar. Padahal wewenang pengawasan menurut UU No 32 tahun 2004 Pasal 66 ayat 4 berada di tangan Panitia Pengawas Pemilihan. Sedangkan wewenang evaluasi menurut UU No 32/2004 berada di tangan KPUD. Sedangkan bimbingan teknis dan supervisi seharusnya diberikan kepada KPU Nasional untuk menjamin standarisasi kualitas pelaksanaan pilkadal. Begitupun, untuk mengklaim bahwa hal-hal di atas adalah tugas dan tanggung jawab Depdagri, mereka menjadikan Bab XII tentang Pembinaan dan Pengawasan Pasal 217 ayat (1). Bagi saya, pasal ini bukanlah sesuatu yang kemudian dapat 'disambung-sambungkan' menurut selera penguasa. Pertanyaannya, apakah anggaran yang diajukan Depdagri tersebut di atas nantinya akan diserahkan kepada KPUD atau KPU. Kalau demikian halnya, maka Depdagri dalam hal ini hanya pihak yang mengajukan anggaran. Namun kalau yang terjadi sebaliknya, maka ini sebuah pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan pemerintah. Lalu, soal usulan anggaran untuk administrasi kependudukan. Keppres No 88/2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan RI, betul mengatur bahwa tugas itu wewenang pemerintah. Pasal 22 huruf l UU 32/2004 juga menyebut hal itu. Namun dalam UU 32/2004 tidak mengatur sama sekali bahwa untuk membuat daftar pemilih dibutuhkan data penduduk yang dimutakhirkan. Yang digunakan untuk membuat daftar pemilih sementara adalah daftar pemilih dari pemilu terakhir (Pasal 70 (1) UU 32/2004). Pemutakhiran dan pembuatan daftar tambahan dan kemudian dijadikan daftar pemilih tetap setelah melalui uji publik, adalah wewenang KPUD melalui PPS yang dibantu RT/RW (Pasal 74 UU 32/2004). Jadi pemerintah telah menetapkan dirinya sendiri untuk melibatkan diri dalam pembentukan daftar pemilih pilkada dengan memutakhirkan data penduduk yang dimiliki untuk membuat data penduduk potensial pemilih pilkada (DP4). Kalaupun tetap ingin dilakukan, sudah seharusnya tidak diajukan sebagai dana pilkada, karena kegiatan tersebut tidak berkaitan langsung seperti yang diatur dalam UU 32/2004. Perlu dipertanyakan mengapa pemerintah ngotot untuk melakukan hal ini. Mungkin terkait dengan keinginan untuk menggunakan NIK? Pemerintah juga perlu terbuka menjelaskan mengapa harus nomor ini? Mengapa nomor pemilih yang telah dikembangkan untuk Pemilu 2004 tidak digunakan oleh pemerintah? Kalau nomor ini tidak terlihat urgensi untuk pilkada, tidak perlu dilakukan sekarang oleh pemerintah. Akhirnya, kartu pemilih baru juga tidak diperlukan. Dengan perkiraan pemilih pilkada 2005 ada 87 juta, maka akan diperlukan paling tidak Rp34,8 miliar hanya untuk kartu pemilih. Itu pun dengan perkiraan harga per kartu Rp400. Hal lain yang masih belum rasional adalah usulan anggaran untuk pengadaan teknologi informasi, seperti Storage EVA senilai Rp15 miliar lebih. Patut juga dipertanyakan apakah Depdagri telah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Badan Telematika Nasional dan Kementerian Informasi dan Komunikasi dalam hal pengadaan dan penggunaan IT untuk pilkada? Begitu juga usulan dana sosialisasi sebesar Rp48 miliar lebih. Ternyata kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam bentuk sosialisasi ini banyak yang mubazir. Bahkan sosialisasi secara langsung untuk masyarakat justru tidak ada. Padahal masyarakat (grass root) adalah elemen yang paling prioritas untuk mendapat sosialisasi. Karena mereka biasanya mudah diintimidasi, diprovokasi, dan dimobilisasi kepada hal-hal yang nantinya akan menguntung calon kepala daerah yang ikut pilkada. Karena ada sejumlah aturan main dalam pilkada yang berpotensi menjadi konflik. Karena itu, sebelum nasi menjadi bubur, maka sudah saatnya agar Depdagri menanggalkan 'manajemen by feeling'dalam menyusun dan merencanakan anggaran pilkada. Depdagri harus memastikan bahwa dana publik digunakan secara efisien dan efektif. Itulah sebabnya saya menyarankan agar dipertimbangkan kembali pos-pos dimana pengurangan dana sangat mungkin dilakukan. Lalu, carilah kemungkinan dimana hasil yang diperoleh bisa lebih baik dengan pengeluaran yang lebih sedikit.*** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **