** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** MEDIA INDONESIA Senin, 21 Maret 2005 Perang (Politik) Harga BBM? Sugiono, Peneliti INDEF, Jakarta PERGANTIAN pemimpin nasional berdampak terhadap politik anggaran. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mengikuti alur semangat paradigma baru BBM, melainkan kembali kepada paradigma BBM lama. Di sinilah muncul perbedaan kepentingan antara DPR yang menggunakan paradigma baru dan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kembali kepada pragmatisme paradigma lama. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hendak mendistribusikan dana kompensasi ala sinterklas sebesar Rp17,875 triliun dan nilai ini lebih besar dibandingkan dana kompensasi BBM yang sudah tersedia dalam APBN 2005 yang sebesar Rp7,34 triliun. Dana kompensasi sebesar 24,83% beban subsidi BBM Rp72 triliun atau 30,82% beban subsidi BBM Rp58 triliun ditawarkan pemerintahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat paling miskin dengan cara mengambil surplus konsumen sebesar penerimaan pemerintah, meskipun akan mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk kelas menengah. Akan tetapi, dana kompensasi tersebut lebih kecil dibandingkan penerimaan pemerintah sebesar Rp40,13 triliun (69,18% penghematan subsidi BBM Rp58 triliun) atau Rp54,13 triliun (75,17% penghematan subsidi BBM Rp72 triliun). *** Pergantian pemimpin Partai Golkar berdampak terhadap peta politik DPR sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintah dan peta politik lembaga kepresidenan. Ketua DPR Agung Laksono yang terpilih atas jasa koalisi kebangsaan mengalami degradasi kekuatan politik yang nyata pascapemimpin Partai Golkar. Fraksi PDIP yang semula satu kepentingan dengan Fraksi Golkar, sekarang menjadi partai penyeimbang. PPP bersifat fleksibel. PAN dan PKS cenderung sebagai penyeimbang. Wakil Presiden Jusuf Kalla mendapat dukungan nyata Partai Golkar dan jauh lebih besar dibandingkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mendapat dukungan Partai Demokrat, meskipun lembaga kepresidenan dihasilkan pemilihan umum secara langsung dan masyarakat sulit membedakan kontribusi suara dan dana kampanye untuk meraih kemenangan pemilu di antara kedua pemimpin nasional tersebut. Peta politik kukusan terbalik pada lembaga kepresidenan dan perubahan peta politik Ketua DPR penting untuk didiskusikan sebagai wacana, tanpa maksud berpikir subversif. Presiden Soeharto menyatakan berhenti sebagai presiden setelah terjadi perubahan peta dukungan politik yang nyata (peta politik kukusan menanak nasi), meskipun MPR 1998 hasil pemilu tahun 1997 belum seumur jagung telah mengangkat Pak Harto menjadi Presiden menjadi 32 tahun. Presiden Abdurrahman Wahid yang didukung 11% suara DPR berhalangan melanjutkan kepemimpinan kurang dari 5 tahun, setelah terjadi perubahan 'peta politik kukusan terbalik' yang tidak dapat dipertahankan. Jika pemerintah berhasil mempengaruhi elite PDIP untuk mempurnatugaskan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, seperti mempurnatugaskan mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tanjung, maka posisi 'peta politik kukusan terbalik' lembaga kepresidenan akan semakin nyata. Perubahan peta dukungan politik DPR terhadap Agung Laksono terbukti berdampak proses pengambilan keputusan kenaikan harga BBM tidak efisien. Perubahan peta dukungan politik lembaga kepresidenan terbukti berdampak kampanye dan program kerja SBY mengalami kesenjangan. SBY-JK yang terpilih karena komitmen anti korupsi, meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi penduduk miskin, ternyata pemberantasan KKN belum efektif, Inpres No 2 tahun 2005 merupakan antiklimaks rezim perlindungan harga petani, pemerintah mendahulukan program meningkatkan infrastruktur dibandingkan upaya mengentaskan kemiskinan, dan efektivitas kenaikan BBM diragukan sebagai instrumen untuk mengurangi penduduk miskin. Beberapa intelektual memberikan masukan untuk meningkatkan kinerja lembaga kepresidenan, seperti Prof Sri Edi Swasono, Kwik Kian Gie, dan Revrisond Baswir beberapa waktu yang lalu. Lembaga kepresidenan tentu tidak dapat senantiasa dibatasi struktur kabinet neoliberal. Betapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sibuk memonitor dampak negatif kenaikan harga BBM pascadinamika resistensi masyarakat dan sibuk mengonsolidasikan kabinet pascapenguatan dinamika resistensi DPR. Politik parlementer sebagai wujud komitmen mengembangkan demokratisasi, tentu tidak dapat ditarik ke belakang begitu saja secara sepihak, tanpa perubahan konsensus nasional. Perjuangan ekstrem beberapa anggota PDIP yang meyakini upaya mewujudkan kesejahteraan umum yang meningkat, merupakan tukar menukar suara antara politik dan ekonomi, tentu tidak perlu ditertibkan dan diseragamkan seperti cara duduk di bangku sekolah (duduk di kursi dengan bentuk badan condong ke depan dan tangan dilipat di atas bangku). Parlementaria dan demokrasi terpimpin di Indonesia sementara ini memang menghasilkan tingkat kesejahteraan ekonomi lebih rendah dibandingkan strategi pembangunan pertumbuhan ekonomi yang menggunakan stabilitas politik dan keamanan, tetapi Indonesia ke masa depan tidak cukup memadahi hanya bermodalkan dengan membesarkan kekuasaan untuk mengatasi persoalan pembangunan ekonomi bangsa yang dibimbing utang Rp600 triliun dan berbunga Rp50 triliun, pemberantasan KKN yang uto pis, serta BBM dan hutan yang menipis. *** Persoalan resistensi kenaikan harga BBM bukan saja dipicu model simulasi yang menggunakan metodologi tidak transparan, melainkan juga berasal dari RAPBN. Pemerintah menggunakan asumsi-asumsi dan pertimbangan RAPBN 2005 yang optimis, birokrasi bekerja lebih efektif, indikator ekonomi dalam negeri menjadi semakin baik dan kondusif, meskipun pertumbuhan ekonomi dunia yang diproyeksikan World Economic Outlook (April 2004) rata-rata menurun dan besar pertumbuhan ekonomi lebih kecil dibandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan harga minyak dunia meningkat. Pungutan pajak direncanakan berkurang, keuangan membaik, sumber penerimaan APBN dari utang diturunkan. Rumah tangga, pemerintah dan impor diproyeksikan lebih banyak berpuasa, kinerja ekspor meningkat, tetapi pertumbuhan ekspor neto melemah dan pembentukan modal meningkat. Ini suatu kondisi yang berlawanan, karena pertumbuhan ekonomi diproyeksikan meningkat (produktif dan agresif) dan dibenarkan oleh perilaku pertumbuhan e konomi dari sisi penawaran agregat (PDB menurut lapangan usaha) yang secara umum energik, tetapi pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan agregat (PDB menurut penggunaan) berperilaku sedang berpuasa dan banyak tidur. Sebagaimana penyusunan model dan simulasi, maka transparansi politik anggaran diperlukan untuk memahami tarik-menarik kepentingan antara partai politik dan pemerintah, terutama pada waktu pergantian pemerintahan.*** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **