** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** MEDIA INDONESIA Senin, 21 Maret 2005 DPR Membela Rakyat? Ashadi Siregar, Direktur Penelitian, P KIAN terasa peranan media massa, khususnya televisi di ruang publik. Terlepas dari kritik atas banyaknya eksposing masalah privat bahkan biologis atau peragaan detail tindakan kriminal yang diangkat sebagai program televisi, pada sisi lain tampak makin tinggi frekuensi isu publik yang diangkat sebagai informasi media televisi. Nilai dari suatu isu publik dilihat dari konteks relevansinya dengan kehidupan warga di ruang publik. Sementara relevansi ini berkaitan dengan kepentingan (interest) dari warga masyarakat, sehingga semakin luas cakupan khalayak dari suatu isu, tentunya semakin tinggi nilainya. Kendati khalayak tidak ikut secara langsung dalam perbincangan, tetapi terpapar oleh media dan mau ikut memikirkan isu publik, telah menghidupkan proses diskusi publik. Ini merupakan bagian penting dalam dinamika kenegaraan (polity), yang akan menjadi basis tindakan rasional dalam kehidupan publik. Dari masa pemerintahan Abdurrahman Wahid beberapa tahun yang lalu boleh dicatat peranan media televisi. Mulai dari cibiran Gus Dur terhadap anggota DPR yang bak murid taman kanak-kanak. Apakah di antara murid TK itu ada yang berasal dari partai yang didirikan Gus Dur, tidak disebutkan. Tetapi yang jelas, berlangsung ketegangan antara Gus Dur dan DPR. Tontonan dari DPR disiarkan TV secara langsung di antaranya jawaban presiden Wahid terhadap interpelasi DPR mengenai pemberhentian 2 menteri berasal dari 2 partai. Siaran langsung itu mendekatkan ruang parlemen kepada publik. Di sini khalayak menikmati kekuatan logika dan argumentasi Gus Dur, sekaligus televisi mempertontonkan penampilan anggota DPR yang kehilangan logika dan argumentasi terpaksa mengeluarkan jurus para kusir dengan kata-kata kasar. Media televisi membawa sepenuhnya performance seseorang yang ditampilkan dalam siaran langsung. Kapabilitas pendukung untuk suatu performance dalam media ini mencakup dua aspek retorika yaitu materi substansial dan gaya penyampaian. Retorika sering hanya dikaitkan dengan penggunaan bahasa, bahkan kadang-kadang dengan intonasi dan gaya 'berkobar-kobar'. Padahal, yang terpenting adalah kekuatan logika (penalaran). Bahasa "berapi-api" mungkin bisa diterima di lingkungan sendiri, dan dari khalayak dengan kadar logika rendah boleh jadi didapat tepuk tangannya. Sekadar keplok tidak ada manfaatnya, manakala tidak bermakna dalam pendidikan politik bagi publik untuk menumbuhkan kritisisme akal sehat dan rasionalitas. Kritisisme dalam menghadapi isu publik yang dibahas di parlemen merupakan landasan dalam kehidupan bernegara bagi warga. Tontonan dari sidang DPR kembali disiarkan langsung media televisi pada saat membahas masalah kenaikan harga BBM. Khalayak dapat menyaksikan berbagai akting, mulai dari anggota DPR yang menjerit-jerit agar pernyataannya mendapat perhatian, sampai gesture (ekspresi wajah dan tubuh) yang biasanya terlihat di terminal bis. Hampir tidak bisa dibedakan dengan parlemen jalanan. Tentu saja semangat parlemen jalanan, boleh dan dapat merasuki anggota parlemen negara alias DPR, sebab sama memperjuangkan kehidupan rakyat. Tetapi, ada perbedaan di antara keduanya. Parlemen jalanan menyuarakan secara demagogis kepentingan rakyat, melalui plakat, poster, spanduk, dan pidato. Seluruh ekspresi adalah untuk menggugah emosi. Di sini retorika dengan basis rasionalitas malah tidak perlu, sebab demo di jalan namanya pun unjuk rasa, bukan forum seminar. Parlemen negara sebaliknya mengajak melihat persoalan atas dasar logika dan rasionalitas. Kerangka besar dari seluruh proses di DPR adalah lahirnya undang-undang dan pengawasan atas kebijakan publik (negara) yang dikeluarkan dan dijalankan birokrasi publik. Karenanya untuk melihat apakah DPR memperjuangkan kepentingan rakyat adalah melalui undang-undang yang dihasilkannya sejauh mana bersifat imperatif terhadap kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah. Masalah kenaikan harga BBM merupakan kebijakan publik yang berkonteks kepada APBN. Sehingga pembahasan isu ini bertolak dari logika APBN. Sementara sejumlah anggota DPR membahas kenaikan BBM ini dengan logika kepentingan empiris rakyat. Dengan begitu isu BBM dilihat melalui dua ranah (domain) yang berbeda, yaitu APBN dan kehidupan empiris rakyat. Tidak ada yang salah jika anggota DPR beretorika dengan logika yang bertolak dari ranah kehidupan empiris rakyat. Tetapi seluruh wacana dengan sendirinya harus ditempatkan dalam kerangka fungsi esensialnya. Apakah kebijakan publik yang dikeluarkan eksekutif bertentangan dengan APBN yang sudah ditetapkan DPR? Perdebatan di DPR jika disiarkan televisi dengan sendirinya akan membawa khalayak atas pemahaman atas segi tiga: APBN, kebijakan publik dan kehidupan empiris rakyat. Sejauh mana APBN dapat dijalankan melalui kebijakan publik, dan berikut relevansinya dengan kehidupan rakyat? Harus disadari bahwa tidak ada keputusan yang dapat menguntungkan semua pihak. Setiap kebijakan publik selamanya mengandung dilema, menguntungkan di sini, menyakitkan di sana. Tetapi sayangnya anggota DPR tidak memakai kesempatan yang ada untuk menunjukkan bahwa mereka telah memikirkan kehidupan empiris rakyat melalui APBN. Argumentasi pemerintah yang menyertai kebijakan publik untuk kenaikan BBM adalah pengurangan subsidi BBM yang dikaitkan dengan pengalihan subsidi untuk kehidupan rakyat miskin. Ini memasuki ranah empiris. Sementara kenaikan harga BBM sebagai tindakan pengurangan subsidi merupakan bagian dari ranah APBN. Khalayak tidak mendapat gambaran dari perdebatan di parlemen apakah memang sebelumnya tidak dirancang melalui APBN peruntukan subsidi untuk rakyat miskin, sehingga harus ada kenaikan BBM (pengurangan subsidi BBM) yang membawa perubahan skema dana untuk rakyat miskin. Dengan kata lain, gagalnya kebijakan publik kenaikan BBM akan menyebabkan batal pula subsidi bagi rakyat miskin. Pada saat bersamaan, sejumlah media televisi menyiarkan secara sporadis kondisi gedung-gedung sekolah yang sekarat menunggu dana kompensasi BBM. Wacana yang lahir dari berita semacam ini merupakan desakan tentang perlunya pelaksanaan dana untuk rakyat miskin. Tersirat di sini bahwa media menerima kebijakan publik dalam pengalihan subsidi BBM kepada rakyat miskin. Begitu pula isu yang digulirkan media adalah masalah teknis dalam pelayanan publik dalam penyaluran subsidi untuk rakyat miskin. Antara lain sejumlah instansi belum tahu bagaimana menjalankan subsidi tsb. Tapi ini bukan hal yang aneh, sebab aparatur birokrasi sudah biasa harus menunggu juklak (petunjuk pelaksanaan) sampai juknis (petunjuk teknis) dari atas. Karenanya fungsi "watch dog" media masa adalah atas pelayanan publik subsidi untuk rakyat miskin. Demikianlah, media massa umumnya dan televisi terutama, menggambarkan pada tingkat hubungan pemerintah dan parlemen berfokus pada permasalahan kenaikan harga BBM. Sebagai isu publik, kenaikan harga selamanya menggugah perhatian. Pasti banyak pihak (termasuk saya) yang keberatan, sebab berkaitan langsung dengan dompetnya. Karenanya fraksi di DPR yang membela rakyat yang terganggu dompetnya ini, telah berjuang. Tetapi manakala pemerintah bersama media massa berhasil mewacanakan kebijakan pengalihan subsidi BBM untuk rakyat miskin, bukankah fraksi-fraksi yang menentang menghadapi dilema, seolah mengabaikan rakyat miskin?** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **