[list_indonesia] [ppiindia] Perang Ambalat? Kita Bisa Kalah!

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 6 Mar 2005 20:52:15 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

Media Indonesia
      Senin, 07 Maret 2005

      OPINI

      Perang Ambalat? Kita Bisa Kalah!

      Andi Widjajanto; Pengajar Perang dan Damai FISIP-UI, Jakarta
     
      PENGERAHAN Angkatan Tentera Malaysia di Blok Ambalat, Laut Sulawesi, 
tidak dapat dilepaskan dari program pembangunan pertahanan Malaysia yang telah 
berlangsung sejak awal 1990. Persiapan strategis Malaysia untuk menggelar 
pasukannya merupakan wujud keberhasilan program Sixth Malaysia Plan (1990-1995) 
saat Malaysia mengalokasikan US$2,4 miliar untuk pemenuhan kebutuhan 
pertahanan. Pengeluaran belanja militer di periode ini meliputi pembelian 8 
F/A-18 Hornet serta 18 MiG-29 Fulcrum. Di periode ini, Malaysia juga 
membelanjakan US$159 juta untuk pembelian radar pertahanan udara serta 
pembangunan fasilitas-fasilitas Angkatan Laut.

      Program tersebut dilanjutkan dalam Seventh Malaysia Plan (1996-2000). 
Program lanjutan ini diarahkan untuk mengubah titik berat strategi pertahanan 
Malaysia dari counter-guerellia dan counter-insurgency ke arah pembentukan 
Tentera Malaysia modern. Hal ini ditandai dengan transformasi AD Malaysia 
menjadi Rapid Deployment Force (RDF) yang dilengkapi dengan peralatan tempur 
darat, seperti 300 tank tempur utama (T-72, T90, dan T-80 (Rusia); Mk3M 
(Inggris) Leopard IA5 (Jerman), dan K1A1 (Korea Selatan). Untuk mendukung 
pembentukan RDF, Tentera Udara Diraja Malaysia diperkuat dengan pembelian 
sistem pertahanan rudal,

      30 helikopter tempur, 16-18 pesawat tempur baru seperti F/A-18E/F Super 
Hornet, atau Su-30MKM dan MiG-29MRCA. Tentera Laut Diraja Malaysia juga sedang 
berbenah dengan rencana pembelian senilai US$2,2 miliar untuk 27 kapal perang 
beragam jenis untuk melengkapi 56 kapal perang yang saat ini telah dimiliki 
Malaysia. Malaysia juga sedang membangun 15 pangkalan laut baru. Pangkalan 
terbesar yang akan dibangun berada di Teluk Sepanggar (25 km dari Kota 
Kinibalu, Sabah) yang akan berfungsi sebagai Markas Komando Armada Timur 
Tentera Laut Diraja Malaysia.

      Pembangunan pertahanan Malaysia tersebut akhirnya memungkinkan Malaysia 
untuk menjalankan skenario war-game fiktif sebagai berikut: pada 3 September 
2005, Malaysia menyerang Indonesia dengan satu tujuan utama menguasai dan 
mengendalikan seluruh pulau yang ada di Blok Ambalat. Serangan ini dilakukan 
dengan cara merebut dan menduduki pangkalan aju, dan melakukan serangan udara 
terbatas atas kompartemen-kompartemen TNI strategis di Kalimantan Timur. Untuk 
melakukan serangan ini, Tentera Laut Diraja Malaysia akan melakukan operasi 
laut gabungan yang akan dilakukan oleh Armada Laut II yang berpusat di Teluk 
Sepanggar.

      Operasi laut gabungan ini akan disusul dengan operasi pendaratan pantai 
serta operasi amfibi dengan kekuatan 2 brigade pendarat yang terdiri dari 7.200 
personel. Kekuatan 2 brigade ini akan berasal dari Komando Wilayah Timur 
Tentera Darat Diraja Malaysia yang memiliki total kekuatan 1 divisi Tentera 
Darat. Komando Wilayah Timur ini bertugas untuk mempertahankan Sabah, Serawak, 
dan Wilayah Federal Labuan. Operasi amfibi ini didukung oleh operasi lintas 
udara dengan kekuatan 1 brigade Linud yang terdiri dari 2.400 personel. Operasi 
lintas udara ini akan mendapat dukungan udara dari Skuadron 5, 7, dan 8 yang 
berkedudukan di Labuan,

      Sabah, serta Kuching, Sarawak. Skuadron 5,7, dan 8 mengandalkan 3 
skuadron pesawat Hawk yang dapat saja didukung oleh kekuatan 2 skuadron MiG-29 
dan 2 skuadron F/A-18 dari Skuadron 6 (Kuantan) dan Skuadron 9 (Kuantan).

      Untuk menangkal serangan ini, TNI melakukan pre-emptive strike dengan 
mengerahkan tiga kekuatan pemukul dalam suatu operasi militer gabungan. Operasi 
ini bertujuan untuk menghancurkan kekuatan militer Malaysia di basisnya. 
Kekuatan pertama adalah kekuatan udara dari Koopsau I yang terdiri dari 1 
Skuadron Pekan Baru, 1 Skuadron Halim, dan Paskhasau. Kekuatan kedua adalah 
kekuatan laut Armada Timur (Surabaya) yang dapat mengerahkan 2 kapal selam (SSK 
2 Cakra), dan 10 frigates (7 FFG 10 dan 3 FF 7), dan 12.000 pasukan marinir. 
Kekuatan ketiga adalah satuan pasukan khusus Angkatan Darat yang terdiri dari 2 
grup Kopassus dan 1 divisi tempur Kostrad.

      Jika pre-emptive strike di daerah penyangga (Zona I) ini gagal, maka TNI 
akan menggelar operasi laut gabungan dengan tiga tujuan yaitu (1) menghancurkan 
kekuatan militer musuh dalam perjalanan, termasuk yang ada di pangkalan aju; 
mengendalikan laut teritorial di Blok Ambalat dan (3) mencegah kekuatan militer 
musuh masuk ke wilayah darat Indonesia. Operasi laut gabungan di Zona II 
(daerah pertahanan utama) ini juga harus dapat menangkal serangan-serangan 
rudal Malaysia ke lokasi-lokasi strategis di Indonesia. Operasi di Zona II ini 
akan mengandalkan 40% dari 111 KRI yang layak layar dari berbagai jenis.

      Kegagalan operasi laut gabungan di Zona II akan memaksa Indonesia untuk 
melakukan operasi matra darat di Zona III (daerah perlawanan) yang terutama 
terdiri dari operasi pertahanan pantai, operasi darat gabungan, operasi 
pertahanan wilayah, serta operasi pertahanan antiserbuan linud. Tujuan dari 
operasi Zona III ini adalah untuk menghancurkan dan melemparkan kekuatan 
militer musuh ke luar wilayah RI. Untuk dapat melakukan operasi matra darat di 
Zona III, Indonesia harus memiliki kekuatan perlawanan darat yang signifikan di 
pulau-pulau yang ada di Blok Ambalat.

      War Game di atas, walaupun bersifat fiktif, menunjukkan adanya beberapa 
kelemahan dari strategi pertahanan Indonesia. Tulisan ini tidak bermaksud untuk 
menjabarkan seluruh kelemahan tersebut, namun hanya akan membeberkan beberapa 
kelemahan yang terkait dengan gelar postur pertahanan Indonesia.

      Kelemahan pertama adalah pola pembagian Zona Pertahanan I (Penyangga), II 
(Pertahanan Utama) dan III (Perlawanan) yang dikenal selama ini tidak dapat 
diaplikasikan terutama karena TNI tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk 
menggelar operasi militer di Zona I (di luar ZEE hingga wilayah musuh) dan Zona 
II (di perairan teritorial Indonesia). War Game di atas jelas menunjukkan bahwa 
Indonesia membutuhkan kemampuan militer modern seperti long and middle range 
strike bombers, aircraft carriers, large-scale and long-range amphibious 
assault, dan medium range attack submarines yang dibutuhkan untuk menggelar 
operasi militer gabungan di Zona I.

      Kemampuan yang menjadi kunci modernisasi pertahanan negara-negara di Asia 
Timur untuk dekade 2000-2010 tersebut saat ini tidak dimiliki dan belum 
dirancang dimiliki oleh Koopsau I-II maupun Armada Barat dan Timur.

      Kelemahan kedua adalah gelar postur pertahanan Indonesia saat ini tidak 
disertai dengan pembagian kompartemen wilayah pertahanan yang memadukan 
kekuatan integratif AD, AL, AU. Kompartemen-kompartemen wilayah pertahanan ini 
dapat dibentuk dengan satu pertimbangan utama yaitu menangkal kemungkinan 
serangan dari luar. Dengan demikian, untuk menangkal negara-negara di kawasan 
Asia Timur-Tenggara, Indonesia membutuhkan minimal 4 kompartemen wilayah 
pertahanan. Kompartemen tersebut secara geostrategis terbentuk karena Indonesia 
memiliki 3 alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) yang membelah Indonesia menjadi 
4 kompartemen, yaitu Kompartemen I Sumatra yang terbentuk

      oleh ALKI Laut China Selatan-Selat Malaka-Selat Sunda, Kompartemen II 
Kalimantan yang terbentuk oleh ALKI Laut Sulawesi-Selat Lombok, Kompartemen III 
Sulawesi-Nusa Tenggara yang terbentuk oleh ALKI Laut Arafuru-Celah Timor, dan 
Kompartemen IV Maluku-Papua yang berada di sebelah timur ALKI Laut 
Arafuru-Celah Timor.

      Dua kelemahan tersebut mengarahkan kita untuk mengambil kesimpulan bahwa 
perlu dilakukan modifikasi gelar postur pertahanan Indonesia terutama karena 
sistem ini tidak sesuai dengan strategi pertahanan negara yang telah 
dikembangkan. Modifikasi ini perlu segera dilakukan berdasarkan kaji ulang 
strategi pertahanan negara yang saat ini sedang dilakukan oleh Departemen 
Pertahanan. Kasus Blok Ambalat menunjukkan bahwa tuntutan UU 34/2004 tentang 
gelar TNI perlu segera diwujudkan. Tuntutan tersebut adalah lakukan modifikasi 
gelar pertahanan sehingga kekuatan TNI terfokus digelar di daerah konflik, 
perbatasan, wilayah terpencil, serta pulau-pulau paling luar.***
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Perang Ambalat? Kita Bisa Kalah!