** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** MEDIA INDONESIA Kamis, 24 Maret 2005 OPINI Paskah dan Potret Kemiskinan Kita Max Regus Pr; Pastor Paroki Kristus Raja, Ruteng PASKAH tahun ini dirayakan ketika sebagian besar rakyat menanggung beban kehidupan yang semakin berat. Rakyat tertatih-tatih menghabiskan sisa waktu pemberian Tuhan. Keringat berpadu dengan pupusnya harapan untuk bisa hidup lebih layak. Di sini (di daerah kami, NTT) yang sebagian besar penduduknya akan merayakan Paskah, sedang kebingungan bagaimana menyiapkan makan bagi anak, istri, maupun dirinya sendiri. Hidup menjadi semakin susah. Panggung pertunjukan sudah sepi. Atraksi para seniman, dengan janji, kebohongan, dan romantisisme yang berseliweran kian ke mari, sudah lama usai. Tepuk sorai penonton, menyaksikan kepiawaian para pelakon politik kelas wahid, menghilang ditelan badai ketamakan. Sementara, di kejauhan, gelak tawa membahana dari kerongkongan para penggede politik yang telah berhasil menghipnotis penonton dengan sekarung bualan. Lolongan kengerian serentak menyulap panggung itu menjadi arena ekspresi alunan elegi untuk sebuah kehidupan yang mengerucut pada kemelaratan, kemiskinan, dan derita tanpa akhir. Pada keseluruhan sisi panggung itu berjubel manusia yang menggantungkan impian pada panggung yang sepi itu. Kita, Indonesia, tanah air kita bersama, adalah sebuah panggung yang merekam ironi demi ironi, tragedi demi tragedi, paradoksi demi paradoksi, tanpa sebuah kegembiraan yang tersisa lagi. Panggung itu adalah kita dengan peta kehidupan yang compang-camping dalam kungkungan kegagalan demi kegagalan. Indonesia. Betapa terasa gagah nan menggoda nama itu. Namun, kegagahan itu hampir melampau. Melampau, ketika sendi-sendi keindonesiaan tanggal satu per satu. Indonesia adalah arena kehidupan yang baru saja melakukan investasi politik maha besar, dalam proyek pemilu, dengan biaya tidak terkira, namun dengan alur mencemaskan. Perhelatan politik triliunan rupiah itu, sungguh tidak terelakkan, sedang berdiri di ujung histori kehancuran. Yang ada hanya sebuah gambaran kekalahan yang lengkap: bangsa yang sedang bangkrut, politik kekuasaan yang sempoyongan dan anak negeri yang dihinggapi apatisme sosial mematikan. Ketika segala aroma kehancuran menyerbu, kebijakan politik ekonomi menaikkan harga BBM terasa bagaikan palu godam yang meruntuhkan sisa terakhir kekuatan kita. Kenaikan harga BBM sejurus membahasakan kemiskinan multidimensional; ekonomi, politik, sosial, dan kultural. Kebijakan ini menimbulkan gunung kemiskinan. Meski para pawang politik kekuasaan dan komunitas pendukung mereka membela kebijakan itu mati-matian, toh rakyat tidak dapat dipersalahkan menyebut Indonesia sudah bangkrut total. Bangsa besar ini sedang meniti sejarah paling pahit. Saya pernah menikmati perdebatan seru antarsesama kelas intelektual yang pro versus kontra kebijakan itu. Di salah satu media massa terkemuka nasional. Tetapi, hemat saya, sebagai bagian dari rakyat kebanyakan, semua perdebatan itu hanyalah keelokan permainan argumentasi dalam kerangka kecanggihan teori ekonomi dan politik. Dan, riuh rendah pemikiran orang-orang pintar itu teralienasi dari kepedihan rakyat. Ada penjelasan ilmiah, sistematis, dan rasional atas kenaikan harga BBM. Tetapi, tidak ada ilmu ekonomi dan politik yang dapat secara tuntas mendefinisikan air mata kengerian rakyat di hadapan amukan kebijakan politik ekonomi pemerintah ini. Kehidupan ekonomi yang semakin tidak wajar dan jauh dari perasaan keadilan sosial merupakan alasan tunggal tumpahnya air mata publik Indonesia. Rakyat tidak mampu lagi membiayai kehidupan ekonomi dengan standar layak. Rakyat sudah lama jatuh miskin. *** Politisasi problematika BBM menjadi salah satu tema laris dalam hari-hari ini. Ada sementara kalangan yang mengkhawatirkan bahwa kisruh seputar BBM ini hanya menjadi arena pertarungan antar kekuatan politik demi menguasai mesin kekuasaan. Munculnya perlawanan terutama yang mencuat di gedung parlemen mengindikasikan pertarungan faksi-faksi politik yang mencari keuntungan tertentu. Bisa sebentuk popularitas politik. Legitimasi kerakyatan. Atau, menggumpalnya dukungan rakyat. Anehnya, kekhawatiran itu tidak datang dari mulut rakyat melainkan muncrat dari ruang kekuasaan elite sosial politik sendiri. Politik kita pun mengalami pendangkalan dan pemiskinan tatkala fenomena itu sungguh menjadi kenyataan. Artinya, teriakan-teriakan rakyat telah menjadi alat politik di tangan para maniak kekuasaan sendiri. Maka tangisan rakyat pun telah memproduksikan keuntungan politik tertentu. Deretan-deretan grafiti perlawanan mahasiswa tentang sebuah persekongkolan jahat antar institusi politik dan kekuasaan serentak mendapatkan justifikasi langsung. Begitu miskin moralitas politik kita. Politik tanpa etika. Rakyat bingung menyaksikan drama 'baku pukul' yang berlangsung di gedung parlemen terhormat. Siapa yang dibela? Rakyat? Kepentingan politik? Agenda tersembunyi? Program siluman? Sebuah bargaining politik? Rakyat malu menghadapi jebakan-jebakan mematikan itu. Kita kembali 'tunduk' menahan rasa sedih, yang menyelinap perlahan ke dalam sanubari 'keindonesiaan' tatkala menghadapi penggerusan militansi keindonesiaan akibat kenaikan harga BBM. Indonesia tidak lagi menjadi sebuah zona damai penuh canda tawa kesejahteraan melainkan area kematian tanpa batas. Kita telah merancang keributan baru pagi, mungkin akan menjadi sesuatu yang jauh lebih melumpuhkan. Indonesia menghadapi proses 'penggembosan internal' yang mengerikan. Badai itu sedang menyapu optimisme dan kegairahan sosial yang baru tumbuh. Negara bukan saja tidak mampu memainkan peran positif melainkan telah mempresentasikan sebuah kehadiran yang tidak bersahabat. Hanya meninggalkan kebengisan dan kekejaman yang meluluhlantakkan fondasi kehidupan. Kitab-kitab sejarah Nusantara tinggal sebuah olokan dengan menulis minyak bumi sebagai kekayaan alam terbesar Indonesia, namun sekarang sedang mengirimkan pesan kematian ke segala penjuru bangsa. BBM memainkan ironi menyakitkan ketika ia menjadi pisau tajam yang merobek kesadaran keindonesiaan. Gelombang kenaikan harga barang kebutuhan pokok menguntit kenaikan harga BBM. Semua harga melonjak naik, namun sebagai bangsa harga diri kita semakin turun. Semua harga naik, kecuali harga diri kita. Harga diri sebagai bangsa, negara, lembaga negara, dan kekuasaan jungkir balik oleh sebuah pertarungan anonim dalam konteks penderitaan rakyat. Harga diri yang ambruk akibat perang politik antar penguasa kita. Harga diri yang ambruk ketika para manik cendekiawan kita terlibat dalam proses justifikasi kebijakan itu dengan meluncurkan rasionalisasi cerdas. Sebuah kemiskinan sosio-kultural mencuat dari kerja sama segi tiga: penguasa, pengusaha, dan kelas intelektual. Indonesia sedang tersalib pada sebuah mekanisme kehidupan yang harus membiayai kemunafikan, kerakusan, monopoli, kemurkaan, keserakahan, represi, dan egoisme politik dengan sebuah kebijakan politik ekonomi yang merampas rasa aman dan hak hidup layak. Sungguh, tidak ada alasan menolak realitas kemiskinan yang sedang mengurung Indonesia saat ini. Bahkan, karena begitu miskinnya Indonesia, kita tidak memiliki satu kalimat pasti dan memuaskan untuk menjelaskan semua abnormalitas ini. Tidak presiden. Tidak DPR. Tidak para cerdik cendekia pada garda depan sejarah komunitas intelektual kita. Tinggal rakyat, sendirian, berlumur aroma kemiskinan yang semakin menyengat. Panggung itu telah sepi. Yang tinggal hanya sebentuk pelangi harapan rakyat yang terkoyak dan kamuflase politik di depan kejahatan-kejahatan tanpa hukuman. Tragedi BBM merefleksikan kemiskinan yang meringkus bangsa kita dari segala arah. Kita menerima satu lagi telegram duka: sejarah yang suram dan bangsa yang jatuh miskin. Selamat Paskah. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give the gift of life to a sick child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **