[list_indonesia] [ppiindia] Neo-Sontoloyo *)

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sat, 26 Mar 2005 10:36:48 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=192004&kat_id=16
Kamis, 24 Maret 2005

Neo-Sontoloyo *) 
Oleh : 
Sri-Edi Swasono
Ekonom
Tentu banyak yang masih ingat Bung Karno menulis artikel di Panji Islam (1940), 
dengan judul Islam Sontoloyo. Saya mengagumi ketegasan Bung Karno mengkritik 
para kiai. Saya kutipkan lagi: ''Dari sebab perempuan-perempuan itu diajar oleh 
(kiai)nya dan musti bertemuan dan beromong-omong (tanpa ditutup mukanya), maka 
murid-murid perempuan itu musti 'dimahram dahulu' musti dinikahinya. 
Benar-benarlah di sini kita melihat Islam sontoloyo. Suatu perbuatan dosa 
dihalalkan menurut fiqh, tak ubahnya dengan merentenkan uang yang 'dihalalkan' 
ribanya dengan berpura-pura berjual-beli barang halalnya orang yang memain 
'kucing-kucingan' dengan Tuhan, halalnya orang yang mau mengelabui mata 
Tuhan''. Ini reaksi Bung Karno tentang pemberitaan surat kabar Pemandangan, 8 
April 1940.

Kita punya pengalaman dalam mengurus negara Pancasila ini, yang apabila Bung 
Karno masih hidup (apalagi beliau bersama Bung Hatta adalah pendekar paham 
sosio-demokrasi dan sosio-nasionalisme), saya akan minta Bung Karno mengecam 
pula absurditas nasional berikut ini sebagai absurditasnya Islam sontoloyo. 
Tulisan Revrisond Baswir berjudul 'Amerikanisasi BBM' (Republika, 21 Maret 
2005) dan tulisan Mubyarto berjudul 'Pemerintah Buta dan Tuli' (Kompas, 21 
Maret 2005) mendorong saya lekas-lekas menulis perihal berikut ini, yang sudah 
lama saya ancer-ancerkan. Kesontoloyoan ini akan saya kaitkan dengan Pasal 33 
UUD 1945 dan UU Migas 2001.

Neo-sontoloyo: menggusur ukhuwah
Kita masih ingat Prof Mubyarto dan Prof Dawam Rahardjo mengundurkan diri dari 
tim pakar Badan Pekerja MPR karena mereka berdua tidak bisa bekerja sama dengan 
para anggota tim pakar lainnya, terutama yang menginginkan mengubah Pasal 33, 
menghilangkan sukma utama dari Pasal 33 (juga sukma UUD 1945 secara 
keseluruhan) yaitu menghapus azas kekeluargaan. Memang niat para anggota tim 
pakar (selain Prof Mubyarto dan Prof Dawam Rahardjo) itu membuahkan hasil. 
Mereka mampu bicara 'mengagumkan' di depan terhadap para anggota Dewan Pekerja 
MPR, sehingga akhirnya Pasal 33 UUD 1945 diubah pada amandemen kedua UUD 1945.

Asas kekeluargaan hilang, ide demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran 
masyarakat daripada kemakmuran orang-seorang, produksi dikerjakan oleh semua 
untuk semua, penilikan oleh masyarakat dan seterusnya. Termasuk perkataan 
''koperasi'' yang ada pada Penjelasan Pasal 33, tidak diangkat ke dalam Pasal 
33 yang diamandemen. Ini menyalahi kesepakatan sebelas fraksi MPR yang telah 
berkonsensus bahwa hal-hal yang bersifat normatif dalam Penjelasan harus 
dipindahkan ke dalam rumusan pasal-pasal UUD 1945. Para anggota Badan Pekerja 
(Ad-Hoc I) ibaratnya memang telah kesetanan, mediokritasnya mudah termakan oleh 
polapikir liberalistik, oleh simplisme empirik globalisasi yang penuh gebyar, 
atau memang mengidap libertarianisme, atau (moga-moga tidak) terjebak 
kompradorisme. Sebagai anggota MPR-FUG, saya menyaksikan dan meniti peristiwa 
itu.

Asas kekeluargaan yang anggun dan mulia, yang menyertai keseluruhan semangat 
perjuangan nasional menuju kemerdekaan Indonesia, dihapuskan oleh mereka secara 
gampang-gampangan. Sebagai gantinya ditonjolkan asas efisiensi ekonomis (yang 
tidak jelas tataran mikro dan makronya, hingga tidak jelas kaitannya dengan 
kesejahteraan sosial dalam dimensi societal welfare). Mudah dibaca rumusan 
Pasal 33 baru sesuai amandemen kedua, bahwa penggantian itu untuk memperkokoh 
libertarianisme mereka dan merupakan pereduksian istilah dan makna 
''Kesejahteraan Sosial'' Indonesia (sebagai judul BAB XIV UUD 1945 di mana 
Pasal 33 bernaung). Tuntutan kembali ke stelsel liberalisme kuno ini sebenarnya 
telah dihujat oleh perkembangan pemikiran ekonomi mutahir dengan istilah the 
end of laizzes-faire kedua (Sen-Etzioni-Striglitz-Kuttner cs).

Di mana kaitan asas kekeluargaan dengan kosontoloyoan? Saya tegaskan di sini, 
terutama bagi mereka yang mudah tergiring oleh pemikiran dengan istilah asing, 
bahwa paham usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan adalah suatu konsepsi 
orde ekonomi atau doktrin yang berdasar pada paham mutualism and brotherhood. 
Saya ingin mengulangi dan menegaskan di sini bahwa mutualism and brotherhood 
dalam bahasa agama kita kenal dengan istilah ukhuwah. Pada tingkat kelompok, 
kita hidup ber-ukhuwah kelompok, oleh karena itu kita mengenal ukhuwah 
Islamiyah bagi antarummat Islam; dan tentu kita boleh memperkirakan pula adanya 
ukhuwah antarummat Nasrani (yang mungkin boleh disebut ukhuwah Nasroniah). 
Demikian pula antarummat Hindu, antarummat Budha, dan seterusnya. 

Pada tingkat nasional, rasa kebersamaan dan asas kekeluargaan ini membentukkan 
suatu ukhuwah wathoniah. Selanjutnya sesuai dengan makna rahmatan lil alamin, 
pada tingkat mondial membentukkan suatu ukhuwah bashariah, yaitu suatu world 
mutualism and brotherhood, suatu persaudaraan atau solidaritas yang berkeadilan 
dan berkesetaraan martabat antarseluruh manusia di permukaan Bumi. (Dalam 
bahasa Inggris brotherhood tidak mengandung gender bias, tidak usah 
didebatkusirkan dengan pertanyaan di mana sisterhood-nya?).

Tidak hanya suatu absurditas, tetapi adalah juga suatu kenaifan kultural luar 
biasa bila orang-orang beragama, khususnya orang-orang Islam dan terutama kaum 
intelektualnya, ikut-ikutan bertekad keras menghapuskan paham kebersamaan dan 
asas kekeluargaan dari Pasal 33 UUD 1945, artinya dengan penuh keberanian 
tertindak khilaf mengabaikan Titah Mulia, melawan tuntunan dan tuntutan agama 
untuk hidup ber-ukhuwah, untuk menjauhkan umat dari keceraiberaian dan firqoh 
dalam berperikehidupan sosial-ekonomi. Padahal kita dianjurkan oleh agama untuk 
saling bekerja sama tolong-menolong, tidak berkompetisi secara unfair, apalagi 
saling mematikan (free entry dan free exit, mengakuisisi atau diakuisisi). 

Saya pun khawatir bahwa sebagian dari mereka yang berkecimpung dan aktif dalam 
sistem ekonomi syariah, tidak menyadari bahwa sistem ekonomi syariah sedang 
terancam kehilangan landasan formal-konstitusionalnya dan akan menjadi ringkih 
daya hidupnya bila saja paham ukhuwah (asas kekeluargaan) yang menjadi dasar 
ekonomi syariah dalam Pasal 33 UUD 1945 dapat digusur oleh para ecocomic 
villains dan diganti dengan paham neoliberalisme dan pasar-bebas global.

Asas kekeluargaan atau ukhuwah sebagai tuntutan dan tuntutan agama, tak 
terpisahkan dari tauhid. Jadi bila ada orang Islam, anggota parlemen kita 
ataupun kaum elite kita, yang mau nekad menghapuskan asas kekeluargaan, 
mengabaikan fikih mulia yang terkandung di dalamnya sebagai kekuatan pemersatu 
bangsa ini, maka ia bisa dituding oleh Bung Karno sebagai 'Islam Sontoloyo' 
pula (Dr Hidayat Nurwahid menyarankan kepada saya untuk menggunakan istilah 
neo-sontoloyo). 

UU Migas batal demi hukum
Gonjang-ganjing dan kekacauan mengenai BBM saat ini tidak terlepas dari 
skenario panjang untuk melumpuhkan (disempowering) semangat kekeluargaan dan 
kedaulatan ekonomi Indonesia. Secara lebih umum pelumpuhan kedaulatan ekonomi 
Indonesia berawal dari upaya mengamandemen UUD 1945, amandemen mana ternyata 
telah merubah substansi dan ideologi nasional yang terkandung dalam UUD 1945, 
sehingga sebenarnya UUD 1945 setelah di amandemen empat kali telah menjadi UUD 
baru, yang lebih tetap disebut sebagai UUD 2002. Pembukaan UUD (jiwa) dan 
batang tubuh UUD (badan) tidak bersambung lagi. Sejak berlakunya UUD 2002 ini 
maka ekonomi benar-benar didorong untuk bercorak ekonomi liberal, kapitalistik 
dan bermekanisme pasar-bebas. Dengan demikian itu maka bagi Indonesia 
globalisasi adalah liberalisasi dan neo-liberalisasi serta membuka diri untuk 
penjajahan ekonomi. 

Secara lebih khusus kekacauan mengenai BBM Indonesia saat ini bersumber pada UU 
No 22 Tahun 2001, sebagai niat untuk meliberalisasi (deregulasi dan 
privatisasi) dunia perminyakan Indonesia, dengan cara terang-terangan berniat 
jahat untuk menggusur Pasal 33 UUD 1945 yang berperan sebagai penjaga 
kedaulatan ekonomi Indonesia. Seharusnya tanpa keraguan sedikitpun Mahkamah 
Konstitusi (MK) menyatakan UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi 
batal demi hukum. Hal ini dapat kita lihat dari konsideran UU No. 22 Tahun 2001 
yang keliru dan menegaskan ''Mengingat Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) 
Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan kedua 
Undang-Undang Dasar 1945''. Konsideran semacam ini sama sekali tidak valid 
karena, pertama, UUD 1945 ayat (2) dan ayat (3) sebenarnya tidak berubah hingga 
sekarang dan tetap utuh sebagaimana aslinya.

Kedua, Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 yang berlaku saat ini bukanlah 
ayat-ayat yang diubah pada perubahan kedua (1999-2000), tetapi adalah pada 
perubahan keempat (2002). Perubahan kedua Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) sangat 
berbeda bunyi dan substansinya dengan amandemen keempat. Perubahan keempat atau 
amandemen ''final'' ini baru berlaku pada tahun 2002. Dengan kata lain UU No 22 
Tahun 2001 telah merujuk pada Pasal 33 dan ayat-ayatnya yang tidak sama dengan 
Pasal 33 dan ayat-aya-nya sesuai amandemen keempat tahun 2002. Artinya, UU No 
22 Tahun 2001 yang berlaku pada tanggal 23 Nopember 2001 tidak bisa merujuk 
pada Pasal 33 hasil perubahan keempat (final) yang berlaku tahun 2002. 

Ketiga, jadi perubahan kedua (yang akhirnya diubah lagi oleh perubahan keempat) 
telah membuat Pasal 33 kehilangan azas kekeluargaan, menjadi liberalistik dan 
menonjolkan azas efisiensi yang tidak jelas tataran mikro dan makronya, dalam 
nuansa semangat privatisasi. Bunyi Pasal 33 hasil perubahan kedua bibitnya 
telah kelihatan sejak awal yang mengakibatkan Prof Mubyarto dan Prof Dawam 
Rahardjo mengundurkan diri tanggal 23 Mei 2001 dari Tim Pakar BP-MPR. Dengan 
kata lain, UU Migas Tahun 2001 sejak awal sudah memiliki antisipasi kuat bakal 
'menang' dalam menggusur Pasal 33. Dan ini semua merupakan rencana untuk 
melumpuhan kedaulatan ekonomi nasional, khususnya dalam dunia perminyakan 
nasional.

Lie Chin Wei telah menepuk dada, menyatakan diri sebagai market libertarian dan 
menanti-nanti diubahnya Pasal 33 UUD 1945 asli sebagai tantangan pribadidan 
kelompoknya. Pandangan Lie Chin Wei ini mulai diorbitkan. Ketika hal ini saya 
sampaikan kepada Presiden (tanggal 11 Februari 2005, termasuk yang apa 
dikatakan Chatib Basri yang meremehkan nasionalisme Indonesia), Presiden 
menyatakan tidak senang dengan ucapan seperti itu dan minta saya menyampaikan 
sikap Presiden itu kepada para yang bersangkutan. Moga-moga tidak terlalu 
banyak elite bisnis dan politik serta kaum birokrat kita yang menjadi sontoloyo 
atau agen asing yang merasa sah-sah saja menggerogoti kedaulatan ekonomi 
nasional Indonesia. DPR telah kebobolan menerima UU Migas dan Presiden saat itu 
telah lengah ketika mengesahkan UU Migas ini. Sudah selayaknya Mahkamah 
Konstitusi (MK) menegaskan bahwa UU Nomor 22 Tahun 2001 batal demi hukum, 
karena konsiderannya keliru dan tidak valid.

*) Sontoloyo adalah perkataan Jawa, artinya penggembala bebek.


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: