** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** From: Erwin@xxxxxxxxx Date: Wed Mar 23, 2005 9:16 pm Subject: Neo-Sontoloyo Kamis, 24 Maret 2005 Neo-Sontoloyo *) Sri-Edi Swasono Ekonom Tentu banyak yang masih ingat Bung Karno menulis artikel di Panji Islam (1940), dengan judul Islam Sontoloyo. Saya mengagumi ketegasan Bung Karno mengkritik para kiai. Saya kutipkan lagi: ''Dari sebab perempuan-perempuan itu diajar oleh (kiai)nya dan musti bertemuan dan beromong-omong (tanpa ditutup mukanya), maka murid-murid perempuan itu musti 'dimahram dahulu' musti dinikahinya. Benar-benarlah di sini kita melihat Islam sontoloyo. Suatu perbuatan dosa dihalalkan menurut fiqh, tak ubahnya dengan merentenkan uang yang 'dihalalkan' ribanya dengan berpura-pura berjual-beli barang halalnya orang yang memain 'kucing-kucingan' dengan Tuhan, halalnya orang yang mau mengelabui mata Tuhan''. Ini reaksi Bung Karno tentang pemberitaan surat kabar Pemandangan, 8 April 1940. Kita punya pengalaman dalam mengurus negara Pancasila ini, yang apabila Bung Karno masih hidup (apalagi beliau bersama Bung Hatta adalah pendekar paham sosio-demokrasi dan sosio-nasionalisme), saya akan minta Bung Karno mengecam pula absurditas nasional berikut ini sebagai absurditasnya Islam sontoloyo. Tulisan Revrisond Baswir berjudul 'Amerikanisasi BBM' (Republika , 21 Maret 2005) dan tulisan Mubyarto berjudul 'Pemerintah Buta dan Tuli' ( Kompas, 21 Maret 2005) mendorong saya lekas-lekas menulis perihal berikut ini, yang sudah lama saya ancer-ancerkan. Kesontoloyoan ini akan saya kaitkan dengan Pasal 33 UUD 1945 dan UU Migas 2001. Neo-sontoloyo: menggusur ukhuwah Kita masih ingat Prof Mubyarto dan Prof Dawam Rahardjo mengundurkan diri dari tim pakar Badan Pekerja MPR karena mereka berdua tidak bisa bekerja sama dengan para anggota tim pakar lainnya, terutama yang menginginkan mengubah Pasal 33, menghilangkan sukma utama dari Pasal 33 (juga sukma UUD 1945 secara keseluruhan) yaitu menghapus azas kekeluargaan. Memang niat para anggota tim pakar (selain Prof Mubyarto dan Prof Dawam Rahardjo) itu membuahkan hasil. Mereka mampu bicara 'mengagumkan' di depan terhadap para anggota Dewan Pekerja MPR, sehingga akhirnya Pasal 33 UUD 1945 diubah pada amandemen kedua UUD 1945. Asas kekeluargaan hilang, ide demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran masyarakat daripada kemakmuran orang-seorang, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua, penilikan oleh masyarakat dan seterusnya. Termasuk perkataan ''koperasi'' yang ada pada Penjelasan Pasal 33, tidak diangkat ke dalam Pasal 33 yang diamandemen. Ini menyalahi kesepakatan sebelas fraksi MPR yang telah berkonsensus bahwa hal-hal yang bersifat normatif dalam Penjelasan harus dipindahkan ke dalam rumusan pasal-pasal UUD 1945. Para anggota Badan Pekerja (Ad-Hoc I) ibaratnya memang telah kesetanan, mediokritasnya mudah termakan oleh polapikir liberalistik, oleh simplisme empirik globalisasi yang penuh gebyar, atau memang mengidap libertarianisme, atau (moga-moga tidak) terjebak kompradorisme. Sebagai anggota MPR-FUG, saya menyaksikan dan meniti peristiwa itu. Asas kekeluargaan yang anggun dan mulia, yang menyertai keseluruhan semangat perjuangan nasional menuju kemerdekaan Indonesia, dihapuskan oleh mereka secara gampang-gampangan. Sebagai gantinya ditonjolkan asas efisiensi ekonomis (yang tidak jelas tataran mikro dan makronya, hingga tidak jelas kaitannya dengan kesejahteraan sosial dalam dimensi societal welfare). Mudah dibaca rumusan Pasal 33 baru sesuai amandemen kedua, bahwa penggantian itu untuk memperkokoh libertarianisme mereka dan merupakan pereduksian istilah dan makna ''Kesejahteraan Sosial'' Indonesia (sebagai judul BAB XIV UUD 1945 di mana Pasal 33 bernaung). Tuntutan kembali ke stelsel liberalisme kuno ini sebenarnya telah dihujat oleh perkembangan pemikiran ekonomi mutahir dengan istilah the end of laizzes-faire kedua (Sen-Etzioni-Striglitz-Kuttner cs). Di mana kaitan asas kekeluargaan dengan kosontoloyoan? Saya tegaskan di sini, terutama bagi mereka yang mudah tergiring oleh pemikiran dengan istilah asing, bahwa paham usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan adalah suatu konsepsi orde ekonomi atau doktrin yang berdasar pada paham mutualism and brotherhood. Saya ingin mengulangi dan menegaskan di sini bahwa mutualism and brotherhood dalam bahasa agama kita kenal dengan istilah ukhuwah. Pada tingkat kelompok, kita hidup ber-ukhuwah kelompok, oleh karena itu kita mengenal ukhuwah Islamiyah bagi antarummat Islam; dan tentu kita boleh memperkirakan pula adanya ukhuwah antarummat Nasrani (yang mungkin boleh disebut ukhuwah Nasroniah). Demikian pula antarummat Hindu, antarummat Budha, dan seterusnya. Pada tingkat nasional, rasa kebersamaan dan asas kekeluargaan ini membentukkan suatu ukhuwah wathoniah. Selanjutnya sesuai dengan makna rahmatan lil alamin, pada tingkat mondial membentukkan suatu ukhuwah bashariah, yaitu suatu world mutualism and brotherhood, suatu persaudaraan atau solidaritas yang berkeadilan dan berkesetaraan martabat antarseluruh manusia di permukaan Bumi. (Dalam bahasa Inggris brotherhood tidak mengandung gender bias, tidak usah didebatkusirkan dengan pertanyaan di mana sisterhood-nya?). Tidak hanya suatu absurditas, tetapi adalah juga suatu kenaifan kultural luar biasa bila orang-orang beragama, khususnya orang-orang Islam dan terutama kaum intelektualnya, ikut-ikutan bertekad keras menghapuskan paham kebersamaan dan asas kekeluargaan dari Pasal 33 UUD 1945, artinya dengan penuh keberanian tertindak khilaf mengabaikan Titah Mulia, melawan tuntunan dan tuntutan agama untuk hidup ber-ukhuwah, untuk menjauhkan umat dari keceraiberaian dan firqoh dalam berperikehidupan sosial-ekonomi. Padahal kita dianjurkan oleh agama untuk saling bekerja sama tolong-menolong, tidak berkompetisi secara unfair, apalagi saling mematikan (free entry dan free exit, mengakuisisi atau diakuisisi). Saya pun khawatir bahwa sebagian dari mereka yang berkecimpung dan aktif dalam sistem ekonomi syariah, tidak menyadari bahwa sistem ekonomi syariah sedang terancam kehilangan landasan formal-konstitusionalnya dan akan menjadi ringkih daya hidupnya bila saja paham ukhuwah (asas kekeluargaan) yang menjadi dasar ekonomi syariah dalam Pasal 33 UUD 1945 dapat digusur oleh para ecocomic villains dan diganti dengan paham neoliberalisme dan pasar-bebas global. Asas kekeluargaan atau ukhuwah sebagai tuntutan dan tuntutan agama, tak terpisahkan dari tauhid. Jadi bila ada orang Islam, anggota parlemen kita ataupun kaum elite kita, yang mau nekad menghapuskan asas kekeluargaan, mengabaikan fikih mulia yang terkandung di dalamnya sebagai kekuatan pemersatu bangsa ini, maka ia bisa dituding oleh Bung Karno sebagai 'Islam Sontoloyo' pula (Dr Hidayat Nurwahid menyarankan kepada saya untuk menggunakan istilah neo-sontoloyo). UU Migas batal demi hukum Gonjang-ganjing dan kekacauan mengenai BBM saat ini tidak terlepas dari skenario panjang untuk melumpuhkan (disempowering) semangat kekeluargaan dan kedaulatan ekonomi Indonesia. Secara lebih umum pelumpuhan kedaulatan ekonomi Indonesia berawal dari upaya mengamandemen UUD 1945, amandemen mana ternyata telah merubah substansi dan ideologi nasional yang terkandung dalam UUD 1945, sehingga sebenarnya UUD 1945 setelah di amandemen empat kali telah menjadi UUD baru, yang lebih tetap disebut sebagai UUD 2002. Pembukaan UUD (jiwa) dan batang tubuh UUD (badan) tidak bersambung lagi. Sejak berlakunya UUD 2002 ini maka ekonomi benar-benar didorong untuk bercorak ekonomi liberal, kapitalistik dan bermekanisme pasar-bebas. Dengan demikian itu maka bagi Indonesia globalisasi adalah liberalisasi dan neo-liberalisasi serta membuka diri untuk penjajahan ekonomi. Secara lebih khusus kekacauan mengenai BBM Indonesia saat ini bersumber pada UU No 22 Tahun 2001, sebagai niat untuk meliberalisasi (deregulasi dan privatisasi) dunia perminyakan Indonesia, dengan cara terang-terangan berniat jahat untuk menggusur Pasal 33 UUD 1945 yang berperan sebagai penjaga kedaulatan ekonomi Indonesia. Seharusnya tanpa keraguan sedikitpun Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi batal demi hukum. Hal ini dapat kita lihat dari konsideran UU No. 22 Tahun 2001 yang keliru dan menegaskan ''Mengingat Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945''. Konsideran semacam ini sama sekali tidak valid karena, pertama, UUD 1945 ayat (2) dan ayat (3) sebenarnya tidak berubah hingga sekarang dan tetap utuh sebagaimana aslinya. Kedua, Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 yang berlaku saat ini bukanlah ayat-ayat yang diubah pada perubahan kedua (1999-2000), tetapi adalah pada perubahan keempat (2002). Perubahan kedua Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) sangat berbeda bunyi dan substansinya dengan amandemen keempat. Perubahan keempat atau amandemen ''final'' ini baru berlaku pada tahun 2002. Dengan kata lain UU No 22 Tahun 2001 telah merujuk pada Pasal 33 dan ayat-ayatnya yang tidak sama dengan Pasal 33 dan ayat-aya-nya sesuai amandemen keempat tahun 2002. Artinya, UU No 22 Tahun 2001 yang berlaku pada tanggal 23 Nopember 2001 tidak bisa merujuk pada Pasal 33 hasil perubahan keempat (final) yang berlaku tahun 2002. Ketiga, jadi perubahan kedua (yang akhirnya diubah lagi oleh perubahan keempat) telah membuat Pasal 33 kehilangan azas kekeluargaan, menjadi liberalistik dan menonjolkan azas efisiensi yang tidak jelas tataran mikro dan makronya, dalam nuansa semangat privatisasi. Bunyi Pasal 33 hasil perubahan kedua bibitnya telah kelihatan sejak awal yang mengakibatkan Prof Mubyarto dan Prof Dawam Rahardjo mengundurkan diri tanggal 23 Mei 2001 dari Tim Pakar BP-MPR. Dengan kata lain, UU Migas Tahun 2001 sejak awal sudah memiliki antisipasi kuat bakal 'menang' dalam menggusur Pasal 33. Dan ini semua merupakan rencana untuk melumpuhan kedaulatan ekonomi nasional, khususnya dalam dunia perminyakan nasional. Lie Chin Wei telah menepuk dada, menyatakan diri sebagai market libertarian dan menanti-nanti diubahnya Pasal 33 UUD 1945 asli sebagai tantangan pribadidan kelompoknya. Pandangan Lie Chin Wei ini mulai diorbitkan. Ketika hal ini saya sampaikan kepada Presiden (tanggal 11 Februari 2005, termasuk yang apa dikatakan Chatib Basri yang meremehkan nasionalisme Indonesia), Presiden menyatakan tidak senang dengan ucapan seperti itu dan minta saya menyampaikan sikap Presiden itu kepada para yang bersangkutan. Moga-moga tidak terlalu banyak elite bisnis dan politik serta kaum birokrat kita yang menjadi sontoloyo atau agen asing yang merasa sah-sah saja menggerogoti kedaulatan ekonomi nasional Indonesia. DPR telah kebobolan menerima UU Migas dan Presiden saat itu telah lengah ketika mengesahkan UU Migas ini. Sudah selayaknya Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa UU Nomor 22 Tahun 2001 batal demi hukum, karena konsiderannya keliru dan tidak valid. *) Sontoloyo adalah perkataan Jawa, artinya penggembala bebek. Bacalah artikel tentang Islam di: http://www.nizami.org __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **