** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/22/utama/1633628.htm Makin Berat, Beban Orangtua dalam Menyekolahkan Anaknya Bekasi, Kompas - Kenaikan harga BBM bukan hanya menyebabkan masyarakat miskin menjerit karena tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga bingung karena tidak mampu lagi menyekolahkan anak-anak. Bantuan pemerintah untuk siswa tidak mampu pun nyatanya tidak bisa dinikmati semua siswa golongan tersebut. "Dari dulu hidup saya dan keluarga sudah susah. Sekarang ini malah lebih susah lagi karena harga barang-barang juga sudah naik. Saya memilih tidak ambil pusing. Jalani saja hidup yang ada biarpun pendapatan tidak pernah cukup untuk hidup sehari-hari," kata Dirja (35), pedagang makanan otak- otak di Bekasi, Senin (21/3). Dalam kondisi ekonomi yang dirasakan semakin berat, Dirja terpaksa sering mengorbankan uang sumbangan pembinaan dan pendidikan (SPP) kedua anaknya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Penghasilan Rp 80.000 per minggu yang dibawa pulang ke kampungnya di Sukamanah, Kabupaten Bekasi, biasanya habis untuk membayar utang kebutuhan sehari-hari. Akibatnya, SPP anaknya yang hanya Rp 5.000 per bulan tak terbayar. "Saya sedih karena anak- anak sering menunggak bayar sekolah sampai enam bulan. Saya sudah berusaha minta keringanan ke sekolah, tetapi harus ada surat keterangan tidak mampu dari desa. Masalahnya, untuk mengurus surat itu harus ada uang rokok. Saya tidak punya uang untuk yang begitu. Terpaksa anak-anak menahan malu ditagih guru," katanya. Beratnya beban membiayai anak untuk bersekolah juga dirasakan Ateng (50), pencuci sepeda motor di kawasan Perumnas II Bekasi. Anak perempuannya, Nova (12), terpaksa hanya bersekolah sampai kelas III SD karena tidak ada biaya. Anak ketiganya, Sabil (9), yang duduk di kelas III SD di Tambun Selatan sempat berhenti sekolah selama dua bulan karena malu tidak bisa membeli buku. Padahal, Sabil bisa sekolah juga karena ada bantuan dari saudara-saudaranya. Namun, Sabil akhirnya tidak mau ke sekolah karena malu setiap hari pinjam buku temannya. Ateng memang tidak sanggup membeli buku yang per paket harganya Rp 170.000. Supaya bisa terus sekolah, Sabil akhirnya diambil kerabatnya yang tinggal di Banten. "Saya sedih. Anak sekecil itu harus pisah dari orangtuanya," kata Ateng. Rosad (35), tukang becak asal Desa Jayabakti, Cabangbungin, Kabupaten Bekasi, bahkan pesimistis bisa menyelesaikan pendidikan anaknya yang sekarang masih kelas V SD. Dengan penghasilan Rp 50.000 per minggu dari menarik becak di Bekasi, Rosad merasa tidak sanggup membiayai anaknya ke jenjang SLTP, sementara dua anaknya yang lain juga membutuhkan biaya. Makin beratnya biaya pendidikan juga dikeluhkan Ny Enah (37), warga Pondok Kacang Timur, dan Oji (45), warga Desa Sarua, Ciputat, Kabupaten Tangerang, serta AM Bhakty NTR, Kepala SD Negeri IV Pondok Bahar, Kecamatan Karangtengah, Kota Tangerang. Bagi Oji (tukang ojek) dan Enah (penjual mi ayam), yang hidup pas-pasan, biaya sekolah anak tak hanya berupa uang sekolah, tetapi juga ongkos angkutan kota dan makan siang (karena jam belajar hingga sore hari), uang gedung, uang buku, pembeli kertas, sampai disket. Setiap bulan mereka mengaku harus menghitung benar uang yang dimiliki agar tetap bisa menyekolahkan anak mereka. Berdasarkan pengalaman AM Bhakty NTR, Kepala SD Negeri IV Pondok Bahar, sekitar 30 persen dari 420 siswanya acap kali menunggak uang sekolah Rp 15.000 per bulan. Jabar sisihkan anggaran Dari Bandung dilaporkan, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Danny Setiawan meminta agar pemerintah kabupaten dan kota di daerahnya menyisihkan dana APBD masing-masing untuk membantu siswa yang terancam putus sekolah. Pemerintah kabupaten dan pemerintah kota juga akan mendapat bantuan dana dari kas daerah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar. Permintaan itu disampaikan berkaitan dengan terancam putus sekolahnya sejumlah siswa SMP Negeri Cibatu I, Garut, karena orangtua mereka terbelit kemiskinan, terutama setelah kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM yang kemudian disusul oleh kenaikan tarif transportasi menyebabkan banyak siswa yang terancam putus sekolah karena orangtua mereka tidak mampu membayar biaya angkutan umum. Sejak tahun 2004, Pemprov Jabar sudah memberikan bantuan beasiswa kepada siswa dari keluarga kurang mampu. Tahun 2004 bantuan yang disalurkan Rp 253 miliar dan tahun 2005 naik menjadi Rp 306 miliar. Menurut data Dinas Pendidikan Jabar, 50.000 siswa tidak dapat melanjutkan pendidikan pada tahun 2004 dan 1,1 juta lainnya terancam putus sekolah. Sementara itu, Ketua Komisi E DPRD Jabar Nur Supriyanto merisaukan sistem penyaluran dana kompensasi BBM yang langsung diserahkan ke pemerintah kabupaten/pemerintah kota. Pemprov Jabar sebagai pemilik data siswa kurang mampu, katanya, seharusnya dilibatkan sekaligus sebagai penanggung jawab. Supriyanto berharap Pemprov Jabar melakukan pendataan ulang jumlah siswa yang sudah dan terancam putus sekolah. Jumlah itu dapat menjadi patokan penyaluran dana kompensasi BBM di sektor pendidikan. Komisi E DPRD Jabar, ujar Supriyanto lebih lanjut, juga sudah meminta Dinas Perhubungan Jabar mengeluarkan kebijakan untuk tidak menaikkan tarif transportasi bagi pelajar. Berkaitan dengan masalah ini kemarin banyak pembaca yang menelepon dan mengirim surat elektronik (e-mail) ke Kantor Redaksi Kompas di Jakarta maupun di Kantor Biro Kompas Jabar di Bandung. Mereka umumnya ingin membantu dan memberikan beasiswa kepada anak-anak yang terancam putus sekolah itu. Deny Suwarja, guru Biologi SMP Negeri Cibatu I, Garut, mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang memberikan perhatian kepada anak didiknya yang tidak mampu. "Saya juga tadi berkaca-kaca melihat ada calon donatur dari Bandung yang sengaja membawa Biskuat dan (susu) Ultra. Tapi, Euis (salah seorang murid dari keluarga miskin) malah ceurik deuih, bakat ku sedih (Tapi, Euis malah menangis lagi saking terharu bercampur sedih setelah menerima itu)," ujar Deny Suwarja. Ismet Hasan Putro dari Masyarakat Profesional Madani (MPM) mengatakan, para profesional muda yang tergabung dalam MPM sudah berkomitmen untuk memberikan beasiswa kepada siswa yang nyaris putus sekolah tersebut. Pembaca lainnya, Ir Tan Swat Hoa, ibu dua anak, yang mengirim surat elektronik ke Kompas juga menyatakan ingin membantu meringankan beban para murid dari keluarga miskin tersebut. Namun, dia masih bingung kepada siapa akan menyerahkan bantuan tersebut. Dia khawatir bantuan itu malah disalahgunakan oleh orang- orang tertentu. "Saya pernah membantu seorang anak, namun ternyata sudah lulus dan sebenarnya tidak perlu dibantu lagi, tetapi orangtuanya diam-diam saja dan tetap meminta bantuan," ujar Tan Swat Hoa. Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Dadang Dally mengatakan, pihaknya telah memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut segera menangani pelajar yang terancam putus sekolah di wilayahnya. (eln/tri/bay/gun/y09) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.' http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **