** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru ** http://www.harianbatampos.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=6681 Korban Taktik-trik Perang Dingin yang Panas By redaksi Sabtu, 12-Februari-2005, 22:23:31125 clicks Tingkap (13) Oleh A Kohar Ibrahim Diperlukan kurang lebih 20 tahun untuk mensukseskan implementasi taktik-trik dalam rangka global strategi demi kepentingan ekonomi dan politk kaum nekolim pipinan AS di Indonesia. Dengan metoda « the rotten apple » « to kill of hope » yang selaras dengan « teori domino »nya. Sukses penumbangan rezim Orla Bung Karno dan pembasmian Komunis dan yang dianggap pengukutnya pun dijadikan model. Pola Jakarta. Yang kemudian diimplementasikan pula untuk Santiago, Chili tahun 1973. Dalam acara tukar pikiran dengan pemuda-pemudi mahasiswa di Sprengelstrasse itu, timbul pertanyaan besar. Istimewa sekali sekitar kudeta militer yang berhasil di bawah komando Jenderal Suharto. Seperti soal penghancuran PKI yang begitu dahsyat dan cepat, padahal terkenal sebagai partai komunis terbesar di luar negara-negara « Blok Timur». Dengan anggotanya, dikabarkan sebanyak tiga setengah juta. Dan berapa pula jumlah anggota organisasi-organisasi massa yang dinyatakan sebagai simpatisan partai yang terkenal paling terorganisasi dan berdisiplin tinggi itu ? Partai yang menganggap diri sebagai partai pelopor kaum pekerja ? Sebagai partai revolusioner terdepan yang mendukung garis politik Presiden Sukarno? Pertanyaan lainnya yang amat penting lagi genting adalah benarkah tudingan bahwa « PKI dalang G30S » ? Yang dengan anggota-anggotanya, anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat melakukan pembunuhan terhadap 6 jenderal dan 1 perwira tinggi ? Selanjutnya menggelar pesta pornoaksi dan kebiadaban yang paling keji di Lubang Buaya ? Seperti berita-berita sensasional yang dilansir oleh TV dan koran-koran « Berita Yudha » dan « Angkatan Bersenjata » sejak awal Oktober 1965. « Semua itu dusta belaka, » kata Bung Didi, ketika didesak oleh pertanyaan Luth yang penasaran sekali. « Mana mungkin kaum wanita sukarelawan dari Gerwani itu berani dan mampu melakukan penculikan sekian jenderal di waktu malam atau di pagi buta ? Lantas menyiksanya ? Lantas membunuhnya ? Lantas menyemplungkannya di sumur Lubang Buaya ? » Ketika itu Bung Didi hanya bisa mengemukakan keyakinannya atas dasar logika pikiran yang sehat. Baru di kemudian hari, ada bahan yang lebih menjelaskan. Seperti antara lain yang diutarakan oleh Prof. Ben Anderson (Arena, 1997). Bahwa « pembunuhan yang terjadi di rumah jenderal-jenderal dilakukan oleh kesatuan dari Tjakrabirawa yang dipimpin langsung oleh letnan Dul Arief.. » Jenderal-jenderal yang terbunuh itu adalah Yani, Panjaitan dan Haryono. Sedangkan pembunuhan di Lubang Buaya atas diri jenderal-jenderal Parman, Suprapto dan Sutoyo serta letnan Tendean juga dilakukan oleh prajurit dari pasukan yang sama. Alhasil, penculikan maupun pembunuhan ketujuh sosok yang kemudian disebut rezim Orba sebagai « Pahlawan Revolusi » itu semuanya dilakukan oleh kaum militer sendiri, bukan oleh kaum sipil - tidak dari PKI, Pemuda Rakyat pun tidak dari Gerwani. « Semua pemberitaan mengenai Gerwani adalah fitnah yang dimulai oleh Suharto sendiri, » demikian pernyataan dari yang paling bersangkutan, tokoh Gerwani bernama Sulami. « segala kejahatan dan hujatan atas Gerwani adalah fitnahan dan kebohongan belaka. Kerna Gerwani didirikan untuk tujuan memajukan kehidupan kaum wanita. Tapi telah difitnah sebagai penjahat. Padahal yang mendirikan itu adalah wanita-wanita yang sudah berjuang sejak zaman Hindia Belanda, Jepang hingga zaman kemerdekaan. » « Gambaran seperti pesta-pesta di Lubang Buaya itu isapan jempol » saja, kata mantan Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia Omar Dani. « Yang jelas, di situ tidak ada orang sipil satu pun, karena memang orang sipil dilarang masuk dan memang tidak ada. Itu kawasan militer, » ujar Buntoro, salah seorang Prajurit Tjakrabirawa yang dibawah pimpinan Sersan Mayor Satar menerima instruksi dari Letkol Untung « untuk mengambil para anggota Dewan Jenderal. « Tubuh para jenderal itu tidak disayat-sayat, » kata Hendro Subroto, jurupotret satu-satunya yang dengan kameranya mengabadikan pengangkatan jenazah dari dalam sumur Lubang Buaya. Tetapi pernyataan-pernyatan yang bersangkutan itu hanya baru bisa disiarkan secara leluasa tahun 2000-an oleh pers, seperti Tempo dan situs Syarikat Indonesia.. Karena selama 3 dasa warsa lebih mereka terbungkamkan. Terpenjarakan. Mereka yang bersangkutan tidak bisa membela diri atau membantah. Karena sejak hari-hari awal Oktober 1965 kemerdekaan pers telah dirampas. Koran-koran kiri dan nasionalis kiri telah diberangus. Hanya pers yang dihegemoni kaum militer pimpinan Jenderal Suharto yang dengan gencar menyebarkan khabar. Khabar yang tidak benar. Khabar dusta. Khabar fitnah. Seperti pemberitaan koran Angkatan Bersenjata tentang nasib para jenderal dan perwira tinggi yang diculik lalu dibunuh oleh kaum militer sendiri tapi di-cap-kan kepada « PKI, Gerwani, Pemuda Rakyat ». « Korban dicungkil matanya. Ada yang dipotong alat kelaminnya dan banyak hal-hal lain yang sama sekali mengerikan dan di luar perikemanusiaan, » demikian tulis koran Angkatan Bersenjata tanggal 10 Oktober 1965. Khabar-khabar sekitar « Gerakan 30 September 1965 » yang singkatannya segera dicantelkan dengan « PKI » hingga menjadi « G30S/PKI » itu tak setitikpun menunjukkan penerangan. Sebaliknyalah. Yang tersiar gencar adalah penggelapan. Untuk waktu yang lama. Di dalam maupun di luarnegeri. Baru kemudian ada berkas kecerahan, lagi-lagi yang diungkapkan oleh Ben Anderson dari hasil studinya yang dimuat majalah Indonesia nomor 43, April 1987. Dalam makalah berjudul « How did the generals die ? ». Ketika melakukan studi atas beberapa kilo berkas-berkas Mahkamah Militer Luar Biasa, Ben Anderson menemukan laporan otopsi atas 7 jenazah korban « G30S ». Dokumen resmi otopsi itu ditanda-tangani oleh dokter-dokter Universitas Indonesia. Mereka disuruh Suharto untuk mengadakan pemeriksaan mayat-mayat yang ditemukan di Lubang Buaya, » tegas Ben Anderson. « Jadi jelas sumbernya dari berkas yang diserahkan kepada kami oleh pemerintah Indonesia. Jadi ini sema sekali bukan barang palsu, tanda tangan semuanya ada di situ, dan laporannya cukup mendetail. » Otopsi yang dilakukan atas perintah Jenderal Suharto dengan surat resmi yang ditandatanganinya sendiri itu selesai pada tanggal 5 Oktober 1965. Hasilnya menunjukkan tidak ada tanda-tanda penyiksaan apapun. Tidak ada pencukilan mata ataupun pemotongan kelamin mereka. Kecuali bukti adanya kelamin 4 mayat yang disunat dan 3 lainnya tanpa-sunat. Namun demikian, tak ayal lagi taktik-trik the rotten apple dan to kill of hope terus diimplementasi oleh Jenderal Suharto dan kanca-konconya. Dengan terus melancarkan propaganda hitam secara gencar dan besar-besaran. Dengan terus menyebarkan dusta dan fitnahan seraya mengarahkan tudingan terhaedap « G30S/PKI ». Bahwa « PKI lah yang mendalangi Gerakan 30 September ». « PKI yang atheis » yang telah melakukan « penculikan, penyiksaan dan pembunuhan yang amat tak berperikemanusiaan » terhadap 6 jenderal dan 1 perwira ABRI. Dengan dijalankannya mesin propaganda hitam oleh kekuatan militer pimpinan Jenderal maka kebencian dan kemarahan massa pun marak berkobar. Maka dengan itu memudahkan kolaborasi militer dengan massa yang teragitasi itu untuk bersama-sama melakukan aksi kekerasan. Sehingga, ketika berita-berita mengenai situasi yang buruk itu sampai ke telinga Presiden Sukarno, beliau merasa gusar dan memprotes adanya: « ..jenazah-jenazah dari Pemuda Rakyat, BTI, orang-orang PKI, atau simpatisan PKI disembelih, dibunuh, kemudian dibiarkan saja di pinggir jalan, di bawah pohon, di hanyutkan, dan tidak ada yang mengurusnya. » Akan tetapi protes Bung Karno, seperti halnya pidato atau pesan-pesannya di sidang Paripurna Kabinet dalam bulan Desember dan selanjutnya, tidak digubris oleh kekuatan kaum militer yang telah memegang kekuasaan yang sesungguhnya. Selain menggunakan kekerasan senjata atau bedil - juga digunakan kekerasan berupa tuduh-fitnahan sewenang-wenang dengan senjata pers yang dihegemoninya. Hingga benar-benar menciptakan suasana teror yang berkepanjangan - sepertinya tanpa berkesudahan. Setiap hari sepanjang hari, sepanjang minggu, sepanjang bulan dan seterusnya berbagai ragam dan cara aksi kekerasan di lakukan. Penyerbuan, perampokan, pembakaran rumah dan kantor-kantor PKI dan ormas yang dianggap ormasnya PKI atau sekedar diduga berafiliasi dengan partai itu terjadi di mana-mana. Bahkan lebih jauh dari itu. Selain penghancuran materiil, juga teriring penghancuran kejiwaan dan fisik manusia yang tiada taranya. Dari bayi sampai nenek-kakek jadi korban sasaran penghancuran kaum reaksioner. *** ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx 5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx 6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/ ** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **