[list_indonesia] [ppiindia] Kompensasi BBM: Jembatan Putus?

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sat, 26 Mar 2005 09:57:15 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=163471

Sabtu, 26 Mar 2005,

Kompensasi BBM: Jembatan Putus?
Oleh Ali Maschan Moesa *


Kita masih berharap agar kearifan presiden, Wapres, dan parlemen cukup kuat 
untuk mengalahkan gagasan institusional konservatif dalam konteks kenaikan 
harga BBM. Hanya, semua juga mengharapkan mereka tidak terjebak dalam konflik 
berkepanjangan. Sebab, dengan kondisi demikian, rakyat merasa khawatir terhadap 
kemampuan mereka untuk mememuhi kepastian yang diharapkan.

Memang, sudah lazimnya didapatkan pernyataan bahwa Indonesia masih berada dalam 
masa transisi. Banyak bangsa yang mengalami transisi. Namun, dalam kasus 
Indonesia, kondisinya masih jauh dari harapan. 

Dalam perspektif ekonomi, gempuran globalisasi dan tatanan dunia kapitalis 
serta implikasi teknologi informasi mengonstruksi Indonesia sangat rentan 
terhadap kekuatan pasar, kurang mampu merespons kebutuhan masyarakatnya, dan 
nihilnya kelompok menengah yang kuat dan mandiri. 

Pada sisi lain, para politisi hanya memfokuskan diri pada aspek struggle for 
power yang tidak seimbang dengan spek efektivitas pengguanan kekuasaan tersebut 
(the use of power).

Pada akhir 2001, kondisi Indonesia dikejutkan statemen Wakil Presiden Bank 
Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik Jamaluddin Kasum yang menyatakan 
kurang lebih 60 persen penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. 
Sementara itu, 10-20 persen di antara mereka hidup dalam kemiskinan absolut. 
Data tersebut didasarkan definisi internasional tentang kemiskinan, yaitu 
mereka yang menyandarkan hidupnya pada pendapatan kurang dari USD 2 per hari, 
setara dengan Rp 19.000.

Lebih lanjut, jika standar USD 2 per hari dijadikan landasan penghitungan, 
diprediksi jumlah rakyat miskin pada 2004 berada pada kisaran 52 persen dan 
2005 menurun pada kisaran 50 persen. 

Pernyataan tersebut menimbulkan pro dan kontra, baik bagi para pengamat 
sosial-ekonomi maupun BPS, yang kemudian mengajukan bandingan tentang batasan 
kemiskinan. Menurut BPS, angka kemiskinan pada 2004 berada pada kisaran 13 
persen dan pada 2005 akan menurun, menjadi 11 persen


Menganggur

Terlepas dari perbedaan tolok ukur masalah kemiskinan menurut Bank dunia maupun 
BPS, semua sepakat bahwa sektiar 40 juta penduduk dalam keadaan menganggur. Di 
Jatim saja, menurut laporan Sekda Provinsi Soekarwo, masyarakat miskin 19 juta. 
Dalam perspektif itu, kemiskinan merupakan masalah fundamental yang belum bisa 
diatasi sampai saat ini.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, kenaikan rata-rata 29 persen harga BBM 
yang diputuskan pemerintah sejak 1 Maret 2005 menjadi cukup masuk akal. Sebab, 
Rp 17 triliun dari perolehan dana kenaikan harga BBM itu dipergunakan subsidi 
untuk mengentaskan orang-orang miskin (poor society) dan masyarakat yang hampir 
miskin (near poor) dari kesulitan hidupnya. Termasuk ada harapan memberikan 
pekerjaan bagi 40 juta penganggur dan mereka yang bekerja tidak secara penuh 
(underemplyment).

Secara rinci, masalah-masalah besar ekonomi yang dihadapi Indonesia saat ini: 
(1) tingginya angka kemiskinan dan penganguran, (2) laju pertumbuhan ekonomi 
yang masih rendah, (3) rendahnya investasi, (4) rendahnya daya saing produk 
Indonesia di pasar internasional, (5) ketimpangan antara unit ekonomi besar dan 
kecil, (6) KKN yang masih tinggi, dan (7) sebagian problem di atas juga tidak 
bisa dilepaskan dari aspek kualitas SDM yang masih sangat rendah. 

Hal itu bisa dilihat dari indikator Indek Pembangunan Manusia (Human 
Development Index), yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-112 dari 
ke-175 negara pada 2003 (UNDP 2003).


Jebakan Kekurangan

Dalam perspektif ini, perlu dikemukakan bahwa orang-orang miskin mengalami 
jebakan kekurangan (deprivation trap) disebabkan kerentanan dan 
ketidakberdayaan mereka. Kerentanan dan ketidakberdayaan itu merupakan 
konstruksi sosial yang terjadi akibat struktur ekonomi, politik, dan budaya. 
Bila hal itu merupakan penyebabnya, program pengentasan kemiskinan harus 
dimulai dari perbaikan struktur ekonomi. 

Dengan demikian, tanpa perbaikan struktur ekonomi program penyaluran dana 
kompensasi BBM hanyalah bagaikan memberikan ikan kepada mereka. Padahal, mereka 
membutuhkan kail. 

Sementara itu, mengenai struktur ekonomi saat ini, terdapat tiga elemen pelaku 
ekonomi, yaitu sektor rakyat kecil, sektor swasta, dan sektor pemerintah. 
Semestinya ketiga elemen itu harus saling menunjang. Namun, mereka berjalan 
sendiri-sendiri dan yang sangat tampak ialah terjadi dualisme. 

Dalam hal ini, ekonomi modern (pemerintah dan swasta) dan tradisional yang 
bersal dari rakyat kecil. Kemudian, dalam tataran praksis, terjadi dialektika 
di antara keduanya dengan hasil akhir selalu dikalahkan dan dipinggirkannya 
sektor ekonomi tradisional.

Dalam konteks pengentasan kemiskinan dengan cara penyaluran dana kompensasi BBM 
itu, bisa dikemukakan beberapa cacatan. Pertama, terdapat keterkaitan yang erat 
antara keadaan miskin seseorang dan kualitas SDM serta struktur ekonomi yang 
ada. 

Karena itu, yang diperlukan rezim SBY-Kalla lima tahun mendatang adalah 
kejelasan rancang bangun, yang secara sistemik terencana dan terjadwal dengan 
mengajukan rencana kerja serta target-target yang jelas dan terukur untuk 
mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran.

Misalnya, untuk mengurangi pengangguran, program apa yang akan dilakukan selama 
lima tahun ke depan dan berapa jumlah penganggur yang akan bisa diserap 
lapangan kerja.

Kedua, tidak bisa dipungkiri -sebagaimana prediksi para ahli- bahwa dengan 
kenaikan harga BBM saat ini, akan terjadi penurunan daya beli sekitar 3 persen, 
khususnya masyarkat miskin dan hampir miskin (near poor). 

Selain itu, akan terjadi inflasi sekitar 4 persen yang sudah barang tentu 
berimplikasi turunnya pertumbuhan ekonomi sekitar 0,3 persen. Semua perubahan 
itu justru akan menambah jumlah orang miskin dan pengangguran.

Ketiga, ekonomi rakyat kecil akan tetap berada pada strata terbawah dan 
tertindas dalam konstelasi ekonomi Indonesia. Sebab, realitas menunjukkan masih 
terjadi eksploitasi sektor ekonomi kuat terhadap aktor-aktor ekonomi lemah yang 
terdiri atas buruh pabrik, buruh tani, petani gurem, nelayan, buruh nelayan, 
perajin kecil, dan pedagang kaki lima.

Keempat, pemberdayaan ekonomi rakyat kecil mutlak menghendaki koreksi yang 
fundamental dalam dialektika hubungan ekonomi yang ada saat ini.

Selama hal itu tidak dilakukan, kehidupan rakyat miskin akan tetap miskin dan 
mengalami proses involusi yang semakin parah. Bantuan-bantuan yang diberikan 
pemerintah -semacam dana kompensasi BBM- hanyalah bersifat Sinterklas, yang 
tidak akan berhasil mendorong ekonomi rakyat kecil ke posisi lebih tinggi. 

Kelima, setiap tahun sektiar 20 persen atau Rp 70 triliun dari APBN kita 
dipergunakan untuk mencicil utang luar negeri dan bunganya. Karena itu, 
pemerintah seharusnya tetap meminta keringanan utang atau bahkan pembebasan 
utang (debt hair cut/debt impunity. Bukan hanya memperjuangkan bisa 
merestrukturisasi utang (debt restructurizing). Perasaan akan jatuh gengsi 
untuk sementara dikesampingkan dahulu. 

Lebih dari itu, harus ada penataan behavior menuju sense of crisis dari semua 
pemimpin bangsa. Presiden, anggota DPR, DPD, hingga DPRD seyogianya mengerem 
untuk meminta gaji dan tunjangan yang lebih besar. Apalagi jumlah pendapatan 
yang besar itu -maaf- sering hanya digunakan untuk jalan-jalan, baik di dalam 
negeri atau ke luar negeri. 
*. Ali Maschan Moesa, ketua PW NU Jawa Timur



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Kompensasi BBM: Jembatan Putus?