[list_indonesia] [ppiindia] Kemiskinan di Balik Kemegahan Jakarta

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Sun, 27 Mar 2005 22:21:36 +0200

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0503/28/utama/1645325.htm

 
Kemiskinan di Balik Kemegahan Jakarta 


JAKARTA Kota indah dan megah

Di situlah aku dilahirkan

Rumahku di salah satu gang

Namanya Gang Kelinci....

SEPOTONG bait lagu berjudul Gang Kelinci yang dinyanyikan Lilis Suryani itu 
amat populer sebelum tahun 1970, baik di kalangan orang tua maupun anak-anak.

Liriknya sederhana, yang mungkin mengundang tawa, menggambarkan citra sebuah 
ibu kota negara yang saat itu sudah dihiasi gedung-gedung bertingkat macam 
hotel, perkantoran, Jembatan Semanggi, jalan mulus, patung-patung dengan 
berbagai desain, yang melengkapi kemewahan Sang Metropolitan.

Di balik pembangunan infrastruktur itu juga diingatkan, Jakarta justru 
menyimpan persoalan luar biasa berupa tekanan penduduk yang bertambah sepanjang 
tahun. Hal itu membuat penghuninya hidup berjubel, berdesakan mendirikan rumah 
di pinggir kali hingga gang sempit lagi kumuh, kemudian berkompetisi mengangkat 
taraf hidupnya menjadi lebih baik.

Apa yang tersurat dalam lagu tadi tidaklah terlalu melenceng jika melihat 
kemiskinan di pusat kota! Sebutlah Talhah (54), warga Kramat Sawah, RT 09 RW 
08, Kelurahan Senen, Jakarta Pusat. Janda tanpa anak ini tinggal di areal 
seluas 100 meter persegi.

Di atas tanah warisan orangtuanya itu dibangun rumah yang dibagi menjadi enam 
ruangan, beratap seng bercampur genteng, berdinding papan dan tripleks, 
berlantai semen yang di atasnya dilapisi plastik.

Dengan kamar tamu, ruang tidur, dan dapur yang nyaris menyatu, rumah itu 
dilengkapi satu pintu tanpa jendela, sirkulasi udara pun hampir tidak ada. 
Penghuni maupun warga lain yang umumnya bermata pencarian sopir bajaj, tukang 
ojek, dan pekerja kasar terbiasa menghirup bau kurang sedap menusuk hidung yang 
bersumber dari air got di depan rumah itu.

Hanya satu ruang dari deretan kamar rumah itu yang menjadi "jatah" saudara 
lelaki Talhah disewakan sebesar Rp 1,5 juta setahun. Dari uang sewa itu Talhah 
"disubsidi" hidupnya ala kadarnya oleh saudaranya.

Kini keperluan makan-minum Talhah dibantu saudaranya yang tinggal di ruang 
sebelah, termasuk uang pengobatan sakit kanker yang mulai lagi menyerang 
tubuhnya.

Di atas seputar payudaranya sebelah kiri-yang hilang setelah dioperasi akibat 
penyakit yang sama-tumbuh lagi benih-benih kanker.

Dia sempat dibantu biaya pengobatan dan operasi dari sumbangan pembaca harian 
Kompas melalui Dana Kemanusiaan Kompas. Penyakitnya sembuh selama setahun, 
tetapi tujuh bulan terakhir kanker itu muncul kembali. "Jangankan operasi, 
untuk biaya rontgen saja saya tidak mampu," ujar Talhah tentang biaya rontgen 
sebesar Rp 12 juta.

Kini Talhah mengobati penyakitnya dengan minum jamu, yang dia beli seharga Rp 
30.000 untuk dikonsumsi selama satu minggu. Uang pembelian jamu itu merupakan 
bantuan saudara-saudaranya.

PERSOALANNYA, saudaranya yang membantu juga memerlukan biaya hidup bagi 
keluarganya. Misalnya, Ida Farida, sang adik, cuma mengharapkan gaji suaminya, 
Suyanto, petugas satuan pengamanan pada sebuah apartemen, Rp 800.000 sebulan. 
Padahal, suami-istri ini menanggung empat anak yang memerlukan biaya sekolah. 
Anaknya yang tertua (perempuan) adalah siswa kelas I sekolah menengah kejuruan 
(SMK) negeri, menunggak membayar biaya sekolah selama Januari, Februari, dan 
Maret sebesar Rp 80.000 per bulan.

Anak sulungnya itu mestinya duduk di kelas II, tetapi terpaksa istirahat satu 
tahun karena tidak mampu bayar sekolah. Bahkan, kini, anaknya yang bungsu 
(putri) menderita tuberkulosis. "Pokoknya, lama kelamaan isi rumah saya habis 
untuk biaya sekolah dan pengobatan anak-anak saya," ucap Farida.

Farida bukanlah tipe orang yang "hanya berkeringat saat makan, tetapi enggan 
bersimbah peluh saat melaksanakan pekerjaan". "Saya mau jualan untuk bantu 
penghasilan suami, tapi tidak ada modal. Saya pun mau jadi tukang cleaning 
service kalau ada lowongan," katanya.

KESEMPATAN kerja, itulah soalnya. Apalagi kebanyakan pencari kerja di Jakarta 
adalah tamatan sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), dan 
sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) tanpa memiliki keterampilan guna merebut 
segmen kerja yang dibutuhkan. Kalaupun lowongan kerja itu terisi, maka yang 
bisa diraih adalah pekerjaan kuli, buruh, dan sejenisnya.

Sebutlah Hasyim, lulusan SLTA, petugas Masjid Agung Sunda Kelapa di Jalan 
Madiun. Dengan jam kerja pukul 09.00-17.00, honor Hasyim rata-rata Rp 200.000 
sebulan yang didapat dari sumbangan jemaah yang menitipkan sandal dan sepatu 
saat mereka melaksanakan shalat.

Upah itu agaknya tidak cukup buat biaya hidup bersama istri dan seorang 
anaknya. Karena itu, Hasyim menjual jasa sebagai tukang servis barang 
elektronik atau tukang ojek sepeda motor. "Saya ngojek karena terpaksa saja, 
sebab banyak kejadian sih, pengojek ditodong, dirampok," ucapnya.

Kesadaran tentang sumber rezeki itu pula yang mendorong Nyonya Ratna (40) 
menjadi tukang cuci dan setrika pakaian. Warga Kramat Sawah RT 08 RW 08, 
Kelurahan Senen, itu menekuni pekerjaan selama sembilan tahun.

Perempuan yang ditinggal suaminya yang kini "sudah" kawin lagi itu memburuh 
pada tetangganya dengan gaji Rp 200.000 sebulan.

Terkadang Ratna diminta bantuan tetangganya yang lain untuk mencuci 
perlengkapan piring, gelas, sendok, dan semacamnya. Kemudian upahnya dipakai 
menopang hidupnya.

Hebatnya, meski hidup susah, Ratna mampu menyekolahkan dua anak lelakinya: 
seorang anaknya kelas III SMK Jurusan Elektro dan seorang lagi kelas III SLTP. 
Hanya pengeluaran Ratna kini membengkak, terutama ongkos transportasi dan uang 
jajan anaknya di SMK, Lukman Hidayat, yang semula Rp 1.500 naik menjadi Rp 
2.500 sehari pascakenaikan harga bahan bakar minyak.

Ratna sekeluarga tinggal menumpang di rumah kontrakan saudaranya yang ditempati 
turun-temurun selama 60 tahun sejak ayahnya masih hidup. Belakangan ada klaim 
dari sang "pemilik" yang ingin menerapkan sistem kontrak atas rumah itu.

Ia agaknya tidak tahu akhir klaim-mengklaim itu. Yang ada di benaknya saat ini 
adalah Lukman harus lulus sekolah, didahului membayar Rp 190.000 untuk biaya 
ujian kompetensi, meski Ratna harus "putar otak".

Fakta kehidupan itu menegaskan bahwa di balik kemegahan Jakarta tersembunyi 
pusaran kehidupan mendasar yang belum terjawab tuntas. Bahwa negara harus 
menjamin mereka mendapat standar hidup yang layak adalah sebuah amanah dan 
kewajiban. Jika "kaca mata" ini jadi patokan bertindak, bersikap, dan berbuat, 
maka seluruh pemegang kebijakan tentu pantang berbuat cela, katakanlah korupsi.

Antaranggota parlemen pun semestinya masih punya urat malu mempertontonkan 
kericuhan di depan rakyat konstituennya, yang kebanyakan masih hidup melarat, 
dan berjubel tinggal di "gang-gang kelinci" Jakarta.... (Khaerul anwar)


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts: