[list_indonesia] [ppiindia] Inkonstitusional, Desk Pilkadal

  • From: "Ambon" <sea@xxxxxxxxxx>
  • To: <"Undisclosed-Recipient:;"@freelists.org>
  • Date: Wed, 9 Mar 2005 21:53:28 +0100

** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.da.ru **

http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=160874
Kamis, 10 Mar 2005,

Inkonstitusional, Desk Pilkadal
Oleh Riswandha Imawan *

Batasan umum demokrasi yang populer adalah kekuasaan of, by, and for the 
people. Dari, oleh, dan untuk rakyat. Karena itu, demokrasi diidentikkan 
dengan pesta rakyat. Tentu mustahil melibatkan seluruh rakyat saat merancang 
dan menyelenggarakan pesta tersebut. Namun, menjadi kemutlakan bahwa pesta 
itu diorganisasi oleh satu lembaga independen yang tidak terkait dengan 
rezim ataupun struktur kekuasaan negara.

Inilah dasar filosofi dibentuknya komite independen penyelenggara pemilu, 
yang kita kenal sebagai Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bila dikaitkan dengan 
salah satu tujuan pemilu, yakni untuk mengisi jabatan-jabatan publik, maka 
tugas KPU ialah merancang dan melaksanakan pemilu di setiap tingkat 
pemerintahan di satu negara.

Artinya, bila ada jabatan publik yang mensyaratkan legitimasi politik, bukan 
sekadar legitimasi administratif, seperti menjadi kepala daerah, menjadi 
tugas KPU untuk melaksanakannya.

Ada dua hal penting dari sketsa di atas. Pertama, tugas KPU bukan hanya 
merancang dan melaksanakan pemilu untuk memilih jabatan-jabatan publik di 
tingkat nasional, seperti menjadi anggota DPR, DPD, maupun presiden dan 
wakil presiden, melainkan juga pemilu di tingkat lokal, seperti memilih 
kepala daerah.

Kedua, sekalipun sifatnya koordinatif dan masing-masing independen, hubungan 
kerja antara penyelenggara tingkat nasional (KPU) dan tingkat lokal (KPUD) 
harus dijaga.

Namun, mencermati persiapan pemilihan kepala daerah secara langsung 
(pilkadal) pertama di Indonesia, terindikasi adanya langkah-langkah 
sistematis pemerintah yang berpotensi membuat esensi pemilu sebagai pesta 
rakyat memudar. Melalui regulasi pilkadal, demokrasi di Indonesia dengan 
mudah dapat tergelincir menjadi of, by, and for the government.

Langkah sistematis pertama adalah mereduksi makna pemilu. Saat berbicara 
dalam sebuah seminar di Jakarta, 8 Januari 2005, Mendagri Ma'ruf menyatakan 
bahwa berdasarkan pasal 22E UUD 1945, tugas KPU adalah menyelenggarakan 
pemilu DPR, DPRD, DPD, presiden, dan wakil presiden. Sedangkan kepala daerah 
dipilih secara demokratis sesuai bunyi pasal 18 (4) UUD 1945.

Bila pandangan Mendagri itu merupakan pandangan resmi pemerintah, kita wajib 
bersedih hati. Dua pasal tersebut berbicara tentang dua hal yang berbeda. 
Pasal 18 (4) berbicara tentang substansi pemilu (free and fair election). 
Sedangkan pasal 22E menetapkan penyelenggaranya. Sangat mengherankan bila 
Mendagri menyatakan kedua pasal inilah yang menjadi landasan utama 
mengeliminasi KPU melalui PP No 6/2005.

Pasal 1 (6) PP No 6/2005 secara tegas menyatakan, penyelenggara pilkadal 
adalah KPUD. Di sini dinyatakan bahwa KPUD yang dimaksud sesuai ketentuan UU 
No 12/2003 tentang Pemilu, namun diberi kewenangan khusus sesuai UU No 
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk melaksanakan pilkadal. Ini 
akrobtik kata-kata untuk memutus hubungan antara KPU dengan KPUD sekalipun 
hanya pada tataran koordinatif.

Menjadi jelas di sini bahwa UU No 32/2004 merupakan langkah awal untuk 
mementahkan kembali proses demokratisasi politik di Indonesia. Bila dilihat 
dari kacamata penyelenggaraan pemerintahan, aroma sentralisasi terasa amat 
menyengat melalui kasus pilkadal ini.

Apa maksudnya? Kata Mendagri, pemilu memperkuat otonomi daerah. Proses 
pemilu, dengan demikian, menjadi arena pembelajaran politik masyarakat 
sekaligus menjawab tuntutan partisipasi rakyat. Artinya, biarlah rakyat 
daerah mengelola sendiri masalah sesuai dengan potensi mereka.

Namun, belum lagi rakyat yakin dengan logika pemerintah, tiba-tiba Mendagri 
membentuk Desk Pusat Pemilihan Kepala Daerah. Tugas desk ini adalah memantau 
proses pilkadal, dan bila perlu, memberikan bimbingan teknis di lapangan.

Kegiatan desk itu dibagi ke dalam tiga bidang: sosialisasi dan fasilitasi; 
politik dan kamtibmas; serta advokasi. Pelaksanaan tugas dilakukan secara 
berjenjang, dari tingkat kabupaten/kota hingga tingkat nasional. Adapun 
biayanya dibebankan ke APBN.

Format semacam ini bukan saja menegaskan pemerintah telah mengebiri KPUD, 
tetapi juga menandai langkah mewujudkan kembali pemerintahan yang 
sentralistis. Format ini telah mengubah esensi pilkadal sebagai pesta rakyat 
menjadi pesta elite pemerintah. Sebab, seluruh tahapan dan proses pilkadal 
terpusat di tangan birokrasi.

Desk Pilkadal Depdagri menjadi bola panas yang sebetulnya tidak perlu 
dilontarkan. Desk ini inkonstitusional, menihilkan upaya pendalaman 
demokrasi, bahkan membuat pilkadal berpotensi menjadi sarana meruntuhkan 
demokrasi yang seharusnya justru dibangun.

Melalui tiga bidang aktivitas yang ditetapkan Mendagri, desk itu bukan hanya 
merampok tugas KPU dan DPRD, tetapi juga mengecilkan kemungkinan advokasi di 
antara kelompok masyarakat sebagai wacana penguatan civil society.

Kita paham bahwa lemahnya civil society terhadap political society dan 
economic society sebagai penyebab sulitnya mewujudkan demokrasi di 
Indonesia. Kesempatan penguatan civil society terbuka melalui pilkadal, 
tetapi segera ditutup pemerintah melalui pembentukan desk pilkadal.

Sungguh disayangkan bila Depdagri tidak mampu membaca kebutuhan 
demokratisasi yang paling elementer ini. Mereka bahkan mengatakan bahwa 
pembentukan desk itu tidak akan mengganggu kerja KPUD. Ini hanya untuk 
keperluan internal Depdagri.

Klaim tersebut perlu kita uji, kita pertanyakan. Aktivitas desk itu sangat 
jelas tumpang tindih dengan tugas KPUD dan DPRD. Lalu, dananya akan 
diambilkan dari APBN. Apakah benar saat merancang APBN 2005 sudah 
direncanakan pos desk pilkadal ini? Kalau tidak, pasti ada pos anggaran yang 
dikorbankan. Pos apa lagi kalau bukan pos anggaran KPUD?

Ini tentu akan sangat membebani daerah. Bukan itu saja. Logika terasa amat 
kusut ketika dinyatakan bahwa 90% biaya pilkadal datang dari APBD. Konon, 
kata Depdagri, rata-rata biaya pilkadal adalah Rp 8 M. Kenyataan menunjukkan 
bahwa banyak daerah yang PAD-nya hanya sekitar Rp 2 miliar sampai Rp 3 
miliar.

Apakah masuk akal klaim Depdagri bahwa aktivitas desk pilkadal tidak 
membebani daerah? Apalagi produk desk pilkadal hanya untuk internal 
Depdagri?

Hebatnya, DPR tidak keberatan terhadap keberadaan Desk Pilkadal Depdagri 
itu. Aneh, sebab, salah satu korbannya adalah rekan-rekan mereka sendiri di 
daerah. Sikap seperti ini hanya akan membentuk opini publik bahwa pilkadal 
adalah proyek yang layak dijadikan bancaan elite. Karena itu, layak 
ditanyakan, apakah Pilkadal 2005 masih layak disebut sebagai pesta rakyat?

Eagle Flies Alone
Kaki Merapi 7 Maret 2005

*. Prof Dr Riswandha Imawan MA, guru besar UGM 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: ppiindia-digest@xxxxxxxxxxxxxxx
5. No-email/web only: ppiindia-nomail@xxxxxxxxxxxxxxx
6. kembali menerima email: ppiindia-normal@xxxxxxxxxxxxxxx
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscribe@xxxxxxxxxxxxxxx

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



** Mailing-List Indonesia Nasional Milis PPI-India www.ppi-india.uni.cc **

Other related posts:

  • » [list_indonesia] [ppiindia] Inkonstitusional, Desk Pilkadal